Para seniman dari Sanggar Seni Kembang Waru, Denpasar, tampil berkolaborasi dengan grup musik tradisional dari Tokyo Sithamachi Sanshin Okinawa, Jepang, membawakan sejumlah lagu dan musik tradisional khas Negeri Sakura di Pesta Kesenian Bali ke-41.
"Mereka (seniman Jepang-red) itu suka Bali dan ingin tampil di Bali, sehingga akhirnya kami berkolaborasi," kata Ketua Sanggar Seni Kembang Waru, Ketut Radhita, disela-sela pementasan kolaborasi tersebut, di Kalangan (panggung) Ayodhya Taman Budaya, Denpasar, Kamis.
Menurut Radhita, musik yang dimainkan dalam ajang seni tahunan terbesar di Bali itu sebelumnya untuk proses latihan telah ditransfer dulu dari Negeri Sakura, yang selanjutnya dipelajari di Bali untuk bisa digabungkan dengan gamelan Bali.
Baca juga: PKB 2019, duta Kota Denpasar tampilkan Tari Kipas dan Baris Tengklong
Sengaja dipilihkan gamelan semara pagulingan, rindik, maupun gender rambat untuk musik kolaborasi ini supaya lebih ada warna, di tengah musik tradisional Jepang itu yang nadanya terdengar datar, sedangkan gamelan Bali lebih dinamis.
Dalam pementasan yang berhasil menyedot penonton memenuhi Kalangan Ayodya tersebut, seniman dari Jepang menggunakan alat musik Sanshin, yakni alat musik petik dengan tiga dawai dari Okinawa Jepang. Di Jepang, saat ini Sanshin selain dimainkan dalam berbagai pertunjukan musik tradisional, juga banyak dikolaborasikan dengan berbagai genre musik modern.
Seniman dari Tokyo Sithamachi Sanshin Okinawa menampilkan 18 lagu tradisional Jepang, termasuk membawakan Minyou, nyanyian tradisional Jepang yang sudah sangat tua, yang tetap eksis dipentaskan dalam berbagai kegiatan tradisional dan upacara pernikahan.
Sedangkan lagu Jepang yang dikolaborasikan dengan seniman Bali yakni lagu Agaroza (kolaborasi alat musik Sanshin dan gamelan rindik), Hamachidori (kolaborasi Sanshin dan rebab, Tsukinukaisha (kolaborasi sanshin dengan gender rambat), Asodoya yunta dan Shindensa (kolaborasi sanshin dengan gamelan semara pagulingan), dan lagu-lagu tradisional Jepang lainnya.
Baca juga: Putri Koster persembahkan puisi "Aku Papua" pada Pesta Kesenian Bali
Para seniman dari Jepang itupun membawakan Kanayo, lagu bertema cinta yang dipersembahkan khusus untuk almarhum I Ketut Suwentra (seniman Jegog). Beberapa tahun lalu mereka sempat bertemu dan berencana berkolaborasi dengan Suwentra dengan gamelan jegognya.
Radhita menambahkan, untuk proses latihan kolaborasi jarak jauh itu membutuhkan waktu sekitar tiga bulan, tetapi guru dari Tokyo Sithamachi Sanshin Okinawa, Jepang, sempat datang ke Bali sebanyak dua kali pada bulan Maret dan Mei lalu. "Keseluruhan personel baru datang dua hari lalu," ucapnya.
Dalam pementasan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, total melibatkan 28 seniman, sembilan seniman dari Sanggar Seni Kembang Waru dan sisanya mayoritas seniman dari Negeri Sakura yang tampil mengenakan kimono.
"Untuk penampilan kolaborasi sanggar kami dengan seniman Jepang ini memang baru pertama kali, tetapi kami di sanggar juga mempunyai murid-murid dari Jepang," kata Radhita.
Video oleh Rhismawati
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Mereka (seniman Jepang-red) itu suka Bali dan ingin tampil di Bali, sehingga akhirnya kami berkolaborasi," kata Ketua Sanggar Seni Kembang Waru, Ketut Radhita, disela-sela pementasan kolaborasi tersebut, di Kalangan (panggung) Ayodhya Taman Budaya, Denpasar, Kamis.
Menurut Radhita, musik yang dimainkan dalam ajang seni tahunan terbesar di Bali itu sebelumnya untuk proses latihan telah ditransfer dulu dari Negeri Sakura, yang selanjutnya dipelajari di Bali untuk bisa digabungkan dengan gamelan Bali.
Baca juga: PKB 2019, duta Kota Denpasar tampilkan Tari Kipas dan Baris Tengklong
Sengaja dipilihkan gamelan semara pagulingan, rindik, maupun gender rambat untuk musik kolaborasi ini supaya lebih ada warna, di tengah musik tradisional Jepang itu yang nadanya terdengar datar, sedangkan gamelan Bali lebih dinamis.
Dalam pementasan yang berhasil menyedot penonton memenuhi Kalangan Ayodya tersebut, seniman dari Jepang menggunakan alat musik Sanshin, yakni alat musik petik dengan tiga dawai dari Okinawa Jepang. Di Jepang, saat ini Sanshin selain dimainkan dalam berbagai pertunjukan musik tradisional, juga banyak dikolaborasikan dengan berbagai genre musik modern.
Seniman dari Tokyo Sithamachi Sanshin Okinawa menampilkan 18 lagu tradisional Jepang, termasuk membawakan Minyou, nyanyian tradisional Jepang yang sudah sangat tua, yang tetap eksis dipentaskan dalam berbagai kegiatan tradisional dan upacara pernikahan.
Sedangkan lagu Jepang yang dikolaborasikan dengan seniman Bali yakni lagu Agaroza (kolaborasi alat musik Sanshin dan gamelan rindik), Hamachidori (kolaborasi Sanshin dan rebab, Tsukinukaisha (kolaborasi sanshin dengan gender rambat), Asodoya yunta dan Shindensa (kolaborasi sanshin dengan gamelan semara pagulingan), dan lagu-lagu tradisional Jepang lainnya.
Baca juga: Putri Koster persembahkan puisi "Aku Papua" pada Pesta Kesenian Bali
Para seniman dari Jepang itupun membawakan Kanayo, lagu bertema cinta yang dipersembahkan khusus untuk almarhum I Ketut Suwentra (seniman Jegog). Beberapa tahun lalu mereka sempat bertemu dan berencana berkolaborasi dengan Suwentra dengan gamelan jegognya.
Radhita menambahkan, untuk proses latihan kolaborasi jarak jauh itu membutuhkan waktu sekitar tiga bulan, tetapi guru dari Tokyo Sithamachi Sanshin Okinawa, Jepang, sempat datang ke Bali sebanyak dua kali pada bulan Maret dan Mei lalu. "Keseluruhan personel baru datang dua hari lalu," ucapnya.
Dalam pementasan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut, total melibatkan 28 seniman, sembilan seniman dari Sanggar Seni Kembang Waru dan sisanya mayoritas seniman dari Negeri Sakura yang tampil mengenakan kimono.
"Untuk penampilan kolaborasi sanggar kami dengan seniman Jepang ini memang baru pertama kali, tetapi kami di sanggar juga mempunyai murid-murid dari Jepang," kata Radhita.
Video oleh Rhismawati
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019