Sebagian orang mungkin mengira cacar monyet (monkeypox) tidak jauh beda dengan cacar air karena memang tampak mirip. Namun, sebenarnya kedua penyakit ini berbeda dari sisi jenis virus dan cara penularannya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui lamannya menyebut penyakit ini disebabkan virus zoonosis langka yang ditularkan dari hewan ke manusia. Media penularannya antara lain kontak darah, cairan tubuh, lesi kulit atau mukosa hewan yang terinfeksi.

Sementara cacar air disebabkan virus Varicella zoozter dan biasanya ditularkan melalui pernapasan dan kontak langsung dengan lesi orang yang terinfeksi.

Penderita jenis cacar monyet yang endemik di desa-desa Afrika Tengah dan Barat itu biasanya mengalami sejumah gejala yang berlangsung 14-21 hari. Gejala ini antara lain demam, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit punggung, mialgia (nyeri otot) dan asthenia yang intens (kekurangan energi).

Penderita juga biasanya mengalami ruam kulit di wajah dan menyebar di tempat lain di tubuh. Ruam umumnya diiikuti munculnya kerak.

Sementara gejala penderita cacar air relatif sama seperti demam, nafsu makan berkurang dan mual. Mereka juga umumnya memiliki ruam merah kecil di beberapa bagian tubuhnya dan gatal.

Ruam ini muncul 10 hingga 21 hari setelah terpapar virus dan biasanya berlangsung sekitar lima hingga 10 hari.

Cacar monyet hanya dapat didiagnosis secara pasti melalui pemeriksaan laboratorium khusus dengan sejumlah tes yang berbeda.

Saat ini tidak ada perawatan khusus atau vaksin yang bisa mencegah infeksi virus cacar monyet. Padahal di masa lalu, vaksinasi terbukit 85 persen efektif mencegah cacar. Setelah cacar monyet bisa terkendali vaksin ini tidak lagi tersedia.

Pada kasus cacar air, dokter biasanya meresepkan obat untuk mengurangi keparahan cacar air dan jika perlu mengobati komplikasi.

Berbeda dari cacar monyet, ada vaksin cacar air (varicella) sebagai cara terbaik untuk mencegahnya.

Demi mencegah penularan virus penyebab cacar monyet, sebaiknya hindari kontak dengan tikus dan primata. Batasi konsumsi darah dan daging yang tidak dimasak dengan baik.

Selain itu, jangan dulu melakukan kontak fisik orang yang terinfeksi atau bahan yang terkontaminasi. Sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya perlu Anda pakai saat menangani hewan yang sakit atau jaringannya yang terinfeksi.
 

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019