Singaraja (Antara Bali) - Warga Kabupaten Buleleng menganggap peristiwa persetubuhan antara manusia dengan sapi di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, sebagai musibah.
Melalui musyawarah para sesepuh, warga menggelar ritual di Pura Segara, Desa Pakraman Sangsit Dauh Yeh, Kecamatan Sawan, Selasa. Biaya ritual ditanggung bersama-sama warga setempat.
Ritual itu untuk membersihkan desa dari perbuatan nista seorang warga Dusun Peken, Desa Sangsit, berinisial GS (28) yang kedapatan bersetubuh dengan seekor sapi di lahan milik warga, Kamis (29/9).
"Hasil 'paruman' (musyawarah), kami menyepakati peristiwa itu sebagai musibah. Oleh karena itu, kami berkewajiban melakukan pembersihan secara bersama-sama," kata Kelian Desa Pakraman Sangsit Dauh yeh, Made Subakti.
Biaya ritual yang ditaksir mencapai angka Rp45 juta itu didapat secara patungan. "Kami bersyukur atas keikhlasan dan kesadaran warga, biaya dalam upacara ini tidak sampai membebani warga melainkan murni bersumber atas kepekaan sosial," katanya.
Sementara itu, para sesepuh desa itu sempat memperdebatkan soal sapi, apakah dilarung ke laut atau diperlakukan dengan cara lain.
Namun, sesepuh kemudian menyepakati bahwa sapi tersebut dilarung ke laut bukan dimaksudkan untuk dibunuh, melainkan dikurbankan sebagai persembahan suci.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Melalui musyawarah para sesepuh, warga menggelar ritual di Pura Segara, Desa Pakraman Sangsit Dauh Yeh, Kecamatan Sawan, Selasa. Biaya ritual ditanggung bersama-sama warga setempat.
Ritual itu untuk membersihkan desa dari perbuatan nista seorang warga Dusun Peken, Desa Sangsit, berinisial GS (28) yang kedapatan bersetubuh dengan seekor sapi di lahan milik warga, Kamis (29/9).
"Hasil 'paruman' (musyawarah), kami menyepakati peristiwa itu sebagai musibah. Oleh karena itu, kami berkewajiban melakukan pembersihan secara bersama-sama," kata Kelian Desa Pakraman Sangsit Dauh yeh, Made Subakti.
Biaya ritual yang ditaksir mencapai angka Rp45 juta itu didapat secara patungan. "Kami bersyukur atas keikhlasan dan kesadaran warga, biaya dalam upacara ini tidak sampai membebani warga melainkan murni bersumber atas kepekaan sosial," katanya.
Sementara itu, para sesepuh desa itu sempat memperdebatkan soal sapi, apakah dilarung ke laut atau diperlakukan dengan cara lain.
Namun, sesepuh kemudian menyepakati bahwa sapi tersebut dilarung ke laut bukan dimaksudkan untuk dibunuh, melainkan dikurbankan sebagai persembahan suci.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011