Mantan penyelenggara pemilu yang tergabung dalam wadah Komite Demokrasi (KoDe) Bali menilai Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 di Pulau Dewata seakan tenggelam oleh euforia Pemilu Presiden (Pilpres).
"Pileg yang sama pentingnya dengan Pilpres, seolah-olah tenggelam oleh euforia dukungan kepada masing-masing capres-cawapres," kata Ketua KoDe Bali Gede Suardana, di Denpasar, Jumat.
Dampak dari euforia tersebut, lanjut dia, para pemilih menjadi kebingungan saat berada di bilik suara. "Pemilih banyak yang tidak mengenali para caleg dan calon DPD di bilik suara TPS," ucap mantan Ketua KPU Kabupaten Buleleng itu.
Pemilih yang kebingungan itu pun akhirnya hanya mencoblos kertas suara capres atau mencoblos nama partai pada kertas suara Pileg karena tidak mengenal dan mengetahui jejak rekam para caleg dan calon DPD.
"Fenomena ini tampak dari penghitungan surat suara Pileg yang tidak sah karena tidak dicoblos oleh pemilih," ujarnya.
Pemilu serentak juga menimbulkan dilema bagi caleg di Bali. Para caleg tidak mengkampanyekan capres yang diusung partai koalisinya karena kalah populer dibandingkan capres lainnya.
"Hasilnya, dari hitungan cepat, capres nomor urut 01 Jokowi menang telak sekitar 92 persen atas capres nomor urut 02 Prabowo di Bali," kata Suardana yang mantan jurnalis itu.
Kemungkinan lain yang terjadi adalah para caleg yang terpilih nantinya kemungkinan besar adalah hasil dari "Jokowi effect".
"Perolehan suara para caleg kemungkinan kecil namun memperoleh kursi di DPRD Bali atau kabupaten/kota karena ditolong oleh perolehan suara partai yang besar," ujar Suardana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Pileg yang sama pentingnya dengan Pilpres, seolah-olah tenggelam oleh euforia dukungan kepada masing-masing capres-cawapres," kata Ketua KoDe Bali Gede Suardana, di Denpasar, Jumat.
Dampak dari euforia tersebut, lanjut dia, para pemilih menjadi kebingungan saat berada di bilik suara. "Pemilih banyak yang tidak mengenali para caleg dan calon DPD di bilik suara TPS," ucap mantan Ketua KPU Kabupaten Buleleng itu.
Pemilih yang kebingungan itu pun akhirnya hanya mencoblos kertas suara capres atau mencoblos nama partai pada kertas suara Pileg karena tidak mengenal dan mengetahui jejak rekam para caleg dan calon DPD.
"Fenomena ini tampak dari penghitungan surat suara Pileg yang tidak sah karena tidak dicoblos oleh pemilih," ujarnya.
Pemilu serentak juga menimbulkan dilema bagi caleg di Bali. Para caleg tidak mengkampanyekan capres yang diusung partai koalisinya karena kalah populer dibandingkan capres lainnya.
"Hasilnya, dari hitungan cepat, capres nomor urut 01 Jokowi menang telak sekitar 92 persen atas capres nomor urut 02 Prabowo di Bali," kata Suardana yang mantan jurnalis itu.
Kemungkinan lain yang terjadi adalah para caleg yang terpilih nantinya kemungkinan besar adalah hasil dari "Jokowi effect".
"Perolehan suara para caleg kemungkinan kecil namun memperoleh kursi di DPRD Bali atau kabupaten/kota karena ditolong oleh perolehan suara partai yang besar," ujar Suardana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019