Harga minyak dunia menghentikan reli mereka pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), dengan kedua acuan turun hampir satu persen, setelah Menteri Keuangan Rusia mengatakan bahwa Rusia dan OPEC dapat memutuskan untuk meningkatkan produksi guna bersaing memperebutkan lebih banyak pangsa pasar dengan Amerika Serikat, di mana produksinya tetap pada rekor tertinggi.
Namun, penurunan harga-harga minyak dibatasi oleh pengetatan pasokan global, karena produksi telah turun di Iran dan Venezuela di tengah tanda-tanda Amerika Serikat (AS) akan semakin memperketat sanksi-sanksi terhadap dua produsen OPEC itu, dan di tengah ancaman bahwa pertempuran baru dapat menghapuskan produksi minyak mentah di Libya.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni turun 0,37 dolar AS atau 0,5 persen, menjadi ditutup pada 71,18 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah sebelumnya turun di bawah 71 dolar AS per barel. Brent mencapai level tertinggi sejak 12 November pada Jumat (12/4/2019) di 71,87 dolar AS per barel.
Sementara itu, minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun 0,49 dolar AS atau 0,8 persen, menjadi menetap pada 63,40 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga minyak telah naik lebih dari 30 persen tahun ini, terutama karena kesepakatan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, untuk mengekang 1,2 juta barel per hari mulai 1 Januari selama enam bulan. Kelompok ini akan bertemu pada Juni untuk memutuskan apakah akan melanjutkan menahan pasokan.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan pada akhir pekan bahwa Rusia dan OPEC dapat memutuskan untuk meningkatkan produksi guna memperjuangkan lebih banyak pangsa pasar dari Amerika Serikat, tetapi ini akan mendorong harga minyak ke serendah 40 dolar AS per barel.
"Ada dilema. Apa yang harus kita lakukan dengan OPEC: haruskah kita kehilangan pasar, yang sedang diduduki oleh Amerika, atau keluar dari kesepakatan?" Siluanov, yang berbicara di Washington, mengatakan, seperti dikutip kantor berita TASS.
"(Jika kesepakatan itu diabaikan) harga minyak akan turun, maka investasi baru akan menyusut, produksi Amerika akan lebih rendah, karena biaya produksi untuk minyak serpih lebih tinggi daripada untuk produksi tradisional."
Sementara menteri mengatakan, dia tidak tahu apakah negara-negara OPEC akan senang dengan skenario ini, pemimpin kelompok itu, Arab Saudi, dianggap tertarik untuk terus memotong produksi, tetapi sumber-sumber dalam OPEC mengatakan mereka dapat meningkatkan produksi mulai Juli jika gangguan di tempat lain berlanjut.
"Perdagangan hari ini memberikan bukti lebih lanjut tentang pasar bullish mulai menunjukkan beberapa keausan, tetapi juga pasar yang tampaknya tidak mencapai harga puncak sementara," kata Presiden Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch, dalam sebuah catatan.
"Meskipun pembicaraan tentang potensi peningkatan produksi Rusia tampaknya membebani harga hari ini, Saudi tetap bersikeras dalam mempelopori penurunan tajam produksi OPEC yang sejauh ini tetap tidak terpengaruh oleh nilai Brent di atas 70 dolar AS."
Harga minyak telah menghadapi tekanan dari lonjakan produksi minyak mentah AS, yang berada di rekor mingguan 12,2 juta barel per hari, berkat revolusi serpih.
Produksi minyak mentah AS dari tujuh formasi serpih utama diperkirakan akan naik sekitar 80.000 barel per hari pada Mei ke rekor 8,46 juta barel per hari, kata pemerintah.
Jumlah rig pengeboran AS, indikator produksi di masa depan, minggu lalu naik untuk minggu kedua berturut-turut.
"Saya perkirakan minyak akan diperdagangkan dalam kisaran yang relatif ketat sekitar 70 dolar AS untuk saat ini," kata Analis Minyak Energy Aspects Virendra Chauhan di Singapura, menunjuk pada tanda-tanda yang berbeda dari Amerika Serikat dan OPEC mengenai pasokan di waktu mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Namun, penurunan harga-harga minyak dibatasi oleh pengetatan pasokan global, karena produksi telah turun di Iran dan Venezuela di tengah tanda-tanda Amerika Serikat (AS) akan semakin memperketat sanksi-sanksi terhadap dua produsen OPEC itu, dan di tengah ancaman bahwa pertempuran baru dapat menghapuskan produksi minyak mentah di Libya.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni turun 0,37 dolar AS atau 0,5 persen, menjadi ditutup pada 71,18 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah sebelumnya turun di bawah 71 dolar AS per barel. Brent mencapai level tertinggi sejak 12 November pada Jumat (12/4/2019) di 71,87 dolar AS per barel.
Sementara itu, minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei turun 0,49 dolar AS atau 0,8 persen, menjadi menetap pada 63,40 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga minyak telah naik lebih dari 30 persen tahun ini, terutama karena kesepakatan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, untuk mengekang 1,2 juta barel per hari mulai 1 Januari selama enam bulan. Kelompok ini akan bertemu pada Juni untuk memutuskan apakah akan melanjutkan menahan pasokan.
Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan pada akhir pekan bahwa Rusia dan OPEC dapat memutuskan untuk meningkatkan produksi guna memperjuangkan lebih banyak pangsa pasar dari Amerika Serikat, tetapi ini akan mendorong harga minyak ke serendah 40 dolar AS per barel.
"Ada dilema. Apa yang harus kita lakukan dengan OPEC: haruskah kita kehilangan pasar, yang sedang diduduki oleh Amerika, atau keluar dari kesepakatan?" Siluanov, yang berbicara di Washington, mengatakan, seperti dikutip kantor berita TASS.
"(Jika kesepakatan itu diabaikan) harga minyak akan turun, maka investasi baru akan menyusut, produksi Amerika akan lebih rendah, karena biaya produksi untuk minyak serpih lebih tinggi daripada untuk produksi tradisional."
Sementara menteri mengatakan, dia tidak tahu apakah negara-negara OPEC akan senang dengan skenario ini, pemimpin kelompok itu, Arab Saudi, dianggap tertarik untuk terus memotong produksi, tetapi sumber-sumber dalam OPEC mengatakan mereka dapat meningkatkan produksi mulai Juli jika gangguan di tempat lain berlanjut.
"Perdagangan hari ini memberikan bukti lebih lanjut tentang pasar bullish mulai menunjukkan beberapa keausan, tetapi juga pasar yang tampaknya tidak mencapai harga puncak sementara," kata Presiden Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch, dalam sebuah catatan.
"Meskipun pembicaraan tentang potensi peningkatan produksi Rusia tampaknya membebani harga hari ini, Saudi tetap bersikeras dalam mempelopori penurunan tajam produksi OPEC yang sejauh ini tetap tidak terpengaruh oleh nilai Brent di atas 70 dolar AS."
Harga minyak telah menghadapi tekanan dari lonjakan produksi minyak mentah AS, yang berada di rekor mingguan 12,2 juta barel per hari, berkat revolusi serpih.
Produksi minyak mentah AS dari tujuh formasi serpih utama diperkirakan akan naik sekitar 80.000 barel per hari pada Mei ke rekor 8,46 juta barel per hari, kata pemerintah.
Jumlah rig pengeboran AS, indikator produksi di masa depan, minggu lalu naik untuk minggu kedua berturut-turut.
"Saya perkirakan minyak akan diperdagangkan dalam kisaran yang relatif ketat sekitar 70 dolar AS untuk saat ini," kata Analis Minyak Energy Aspects Virendra Chauhan di Singapura, menunjuk pada tanda-tanda yang berbeda dari Amerika Serikat dan OPEC mengenai pasokan di waktu mendatang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019