Gubernur Wayan Koster meminta penggunaan aksara dan busana adat Bali pada setiap kegiatan serta acara bertaraf nasional dan internasional yang diselenggarakan di Pulau Dewata.
"Penggunaan busana adat Bali ini minimal pada waktu upacara pembukaan acara-acara tersebut. Saya tentunya sangat menghargai jika penggunaan busana adat Bali ini dilakukan terus-menerus selama berlangsungnya suatu acara," kata Koster di Denpasar, Minggu.
Anjuran penggunaan aksara dan busana adat Bali tersebut tertuang melalui Surat Edaran Nomor 3172 Tahun 2019 yang ditandatangani pada 5 April lalu. Surat tersebut dialamatkan kepada lembaga kementerian, lembaga pemerintah non-pemerintah, konsulat jenderal negara sahabat, lembaga atau badan swasta, serta para "event organizer".
Terkait penggunaan aksara Bali yakni pada backdrop atau latar belakang yang dipajang pada "venue-venue" utama acara tersebut. Aksara Bali itu pun harus ditempatkan di atas aksara Latin.
"Panitia acara dianjurkan mengenakan busana adat Bali, sedangkan peserta acara boleh menggunakan busana adat Bali atau busana adat daerah asalnya masing-masing," ujarnya.
Perkecualian diberikan kepada ritual agama, seperti upacara pernikahan yang kerap diadakan di hotel-hotel. Pasangan pengantin, keluarga, serta pelaksana ritual boleh menggunakan busana yang sesuai dengan tradisi agama ataupun adatnya masing-masing.
Surat Edaran ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.
"Tujuan kebijakan ini tentunya adalah pelestarian busana adat, bahasa, aksara dan sastra Bali, serta membangkitkan perekonomian rakyat kecil berbasis budaya," ucap Koster.
Bali selama ini memang menjadi tempat populer bagi lembaga internasional, institusi pemerintah, perusahaan swasta serta NGO untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan berskala nasional maupun internasional.
Pada 2015 saja, jumlah wisatawan yang datang ke Bali untuk acara MICE (Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions) telah mencapai lebih dari 340 ribu orang, atau meningkat 44,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sedangkan pada tahun 2018 Bali juga menjadi tuan rumah bagi sejumlah pertemuan internasional bergengsi, termasuk pertemuan tahunan IMF yang dihadiri sekitar 34 ribu orang.
Dalam pertemuan-pertemuan berskala internasional tersebut pakaian resmi yang dikenakan para delegasi adalah setelan jas dan dasi gaya Barat. Hal ini tampaknya akan segera berubah setelah dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 3172 Tahun 2019 tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Penggunaan busana adat Bali ini minimal pada waktu upacara pembukaan acara-acara tersebut. Saya tentunya sangat menghargai jika penggunaan busana adat Bali ini dilakukan terus-menerus selama berlangsungnya suatu acara," kata Koster di Denpasar, Minggu.
Anjuran penggunaan aksara dan busana adat Bali tersebut tertuang melalui Surat Edaran Nomor 3172 Tahun 2019 yang ditandatangani pada 5 April lalu. Surat tersebut dialamatkan kepada lembaga kementerian, lembaga pemerintah non-pemerintah, konsulat jenderal negara sahabat, lembaga atau badan swasta, serta para "event organizer".
Terkait penggunaan aksara Bali yakni pada backdrop atau latar belakang yang dipajang pada "venue-venue" utama acara tersebut. Aksara Bali itu pun harus ditempatkan di atas aksara Latin.
"Panitia acara dianjurkan mengenakan busana adat Bali, sedangkan peserta acara boleh menggunakan busana adat Bali atau busana adat daerah asalnya masing-masing," ujarnya.
Perkecualian diberikan kepada ritual agama, seperti upacara pernikahan yang kerap diadakan di hotel-hotel. Pasangan pengantin, keluarga, serta pelaksana ritual boleh menggunakan busana yang sesuai dengan tradisi agama ataupun adatnya masing-masing.
Surat Edaran ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.
"Tujuan kebijakan ini tentunya adalah pelestarian busana adat, bahasa, aksara dan sastra Bali, serta membangkitkan perekonomian rakyat kecil berbasis budaya," ucap Koster.
Bali selama ini memang menjadi tempat populer bagi lembaga internasional, institusi pemerintah, perusahaan swasta serta NGO untuk menyelenggarakan pertemuan-pertemuan berskala nasional maupun internasional.
Pada 2015 saja, jumlah wisatawan yang datang ke Bali untuk acara MICE (Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions) telah mencapai lebih dari 340 ribu orang, atau meningkat 44,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sedangkan pada tahun 2018 Bali juga menjadi tuan rumah bagi sejumlah pertemuan internasional bergengsi, termasuk pertemuan tahunan IMF yang dihadiri sekitar 34 ribu orang.
Dalam pertemuan-pertemuan berskala internasional tersebut pakaian resmi yang dikenakan para delegasi adalah setelan jas dan dasi gaya Barat. Hal ini tampaknya akan segera berubah setelah dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 3172 Tahun 2019 tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019