Undang-undang terbaru di Australia akan menindak tegas perusahaan media sosial berupa hukuman penjara jika tidak menghapus dengan segera terkait konten yang mengandung kekerasan.
Australia, dikutip dari Reuters, Kamis, akan memberikan hukuman denda sebesar 10 persen dari pendapatan global perusahaan jika konten kekerasan tidak dihapus secepatnya dari layanan mereka. Sedangkan pimpinan mereka akan dipenjara selama tiga tahun.
"Penting bagi kami untuk membuat pernyataan yang jelas kepada perusahaan media sosial. Kami harap sikap mereka berubah," kata Menteri Komunikasi Australia Mitch Fifield.
Baca juga: Facebook hapus 1,5 juta video penyerangan masjid Selandia Baru
Undang-undang baru itu berupa perintah kepada para perusahaan media sosial, termasuk Facebook dan YouTube untuk segera menghapus foto atau video yang menampilkan kekerasan, misalnya pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan.
Peraturan itu terbit setelah serangan tunggal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru pada pertengahan Maret. Serangan itu menewaskan sekitar 50 orang, termasuk warga negara Indonesia.
Pelaku menyiarkan secara langsung aksi teror itu di Facebook dan segera viral dalam hitungan jam. Facebook segera menghapus konten tersebut.
Perdana Menteri Scott Morrison menilai rentang waktu penghapusan konten tersebut tidak bisa diterima.
Baca juga: Facebook perketat layanan video streaming
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Australia, dikutip dari Reuters, Kamis, akan memberikan hukuman denda sebesar 10 persen dari pendapatan global perusahaan jika konten kekerasan tidak dihapus secepatnya dari layanan mereka. Sedangkan pimpinan mereka akan dipenjara selama tiga tahun.
"Penting bagi kami untuk membuat pernyataan yang jelas kepada perusahaan media sosial. Kami harap sikap mereka berubah," kata Menteri Komunikasi Australia Mitch Fifield.
Baca juga: Facebook hapus 1,5 juta video penyerangan masjid Selandia Baru
Undang-undang baru itu berupa perintah kepada para perusahaan media sosial, termasuk Facebook dan YouTube untuk segera menghapus foto atau video yang menampilkan kekerasan, misalnya pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan.
Peraturan itu terbit setelah serangan tunggal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru pada pertengahan Maret. Serangan itu menewaskan sekitar 50 orang, termasuk warga negara Indonesia.
Pelaku menyiarkan secara langsung aksi teror itu di Facebook dan segera viral dalam hitungan jam. Facebook segera menghapus konten tersebut.
Perdana Menteri Scott Morrison menilai rentang waktu penghapusan konten tersebut tidak bisa diterima.
Baca juga: Facebook perketat layanan video streaming
(AL)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019