Denpasar (Antaranews Bali) - Seorang kakek bernama I Wayan Rubah (84) yang melakukan tindak pidana korupsi penyertifikatan dan menjual Tanah Hutan Rakyat (Tahura) di Kawasan Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, seluas 600 meter persegi (enam are) diganjar hukuman empat bulan penjara.

Ketua Majelis Hakim Angeliky Handayani Day di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Denpasar, Bali, Selasa, menilai perbuatan terdakwa bersalah melanggar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Wayan Rubah dengan pidana penjara selama empat bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan denda sebesar Rp50 juta, subsidair tiga bulan kurungan," ujar hakim.

Hakim sependapat dengan jaksa bahwa terdakwa bersalah menyuruh melakukan dan turut serta melakukan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam dakwaan lebih-lebih subsider dengan para saksi yakni Wayan Sumadi (sudah divonis satu tahun penjara), I Gede Putu Wibawajaya (Almarhum) dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan qatau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan dari saksi Drs I Wayan Wartana selaku Kasi Pengaturan dan Penataan Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Badung.

Akibat perbuatan terdakwa ini dapat merugikan keuangan negara melalui hasil penjualan tanah tahura seharga Rp4,86 mikiar, baik dari pembeli pertama, saksi I Nengah Yarta dan pembeli kedua, saksi I Wayan Lutra.

Vonis hakim itu, lebih ringan dua bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Suardi dalam sidang sebelumnya yang menuntut terdakwa Rubah dengan hukuman enam bulan kurungan penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan denda sebesar Rp50 juta subsidair enam bulan.

Pertimbangan hakim memberikan putusan ringan itu, karena perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. Disamping itu, hal-hal yang meringankan karena terdakwa sudah berusia lanjut dan dalam keadaan sakit-sakitan, bersikap sopan dalam persidangan.

Menanggapi putusan itu, terdakwa Wayan Rubah melalui penasehat hukumnya Ida Bagus Ngurah Darmika, menyatakan menerima, sedangkan jaksa menyatakan menerima atas putusan hakim dalam sidang itu.

Usai persidangan, kuasa hukum terdakaa mengaku bersyukur atas putusan hakim karena apa yang kita perkirakan tidak meleset dengan putusan hakim.

"Klien kami (terdakwa) sekarang bisa menikmati bebas, karena klien kami sudah menjalani hukuman lebih dari empat bulan," ujar pengacara terdakwa.

Ia menambahkan, kliennya disuruh menandatangani tanpa melihat dan membaca. Darmika menegaskan, kliennya tidak pernah menikmati uang dari hasil uang penjualan lahan tahura itu.

Sementara itu, terdakwa Wayan Rubah setelah mendengar putusan ini merasa senang dengan putusan hakim.

"Saya pernah ditahan LP Kerobokan selama dua bulan dan merasa trauma karena pernah jatuh di kamar mandi," ujarnya singkat.

Akibat kasus ini, kata Rubah, gaji pensiunan dirinya sebagai mantan petugas pemadam kebakaran di PT Angkasa Pura sempat diblokir kepolisian.

Dalam dakwaan jaksa terungkap perbuatan terdakwa dalam menyertifikatkan Lahan Tahura dengan menggunakan jasa Gede Putu Wibawajaya (almarhum) pada 27 September 2017 dengan surat kuasa tertanggal 16 Juni 2014 untuk mengurus pembuatan sertifikat itu yang bukan tanah miliknya.

Kemudian, terdakwa yang merupakan pensiunan pegawai BUMN di Dinas Pemadam Kebakaran Bandara Ngurah Rai Bali ini meminta anaknya I Wayan Sumadi untuk mencarikan pembeli pada Tahun 2014.

Selanjutnya, saat transaksi jual beli Lahan Tahura seolah diakui kepemilikannya dengan bukti surat IPEDA, SPPT pajak bumi dan bangunan, surat keterangan silsilah keluarga dan menyatakan sertifikat dalam proses pengajuan sertifikat hak milik kepada saksi I Nengah Yatra selaku pembeli pertama dengan harga Rp3,24 miliar.

Kemudian, almarhum Putu Wibawa Jaya mengajukan permohonan surat kepada Kepala Desa Jimbaran untuk kepengurusan surat pendukung dalam sertifikat atau sebidang tanah dengan luas 847 meter persegi yang seolah-olah tanah itu warisan untuk terdakwa.

Setelah mendapat persetujuan dengan surat-surat terlampir, kemudian objek tanah yang dijadikan perkara dalam kasus korupsi ini mencapai 847 meter persegi dimana almarhum bertemu dengan I Nyoman Wartana, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan di BPN Badung untuk meminta tolong agar dibuatkan permohonan aspek retribusi penyertifikatan tanah atas nama terdakwa.

Kemudian, Gede Putu Wibawajaya bersama saksi I Nengah Yatra sebagi pembeli pertama dan saksi Wayan Sumadi (anak terdakwa) mendatangi saksi I Nyoman Wartana untuk memohon pengajuan sertifikat itu.

Akibat perbuatan terdakwa negara mengalami kerugian Rp4,86 miliar sebagaimana hasil audit BPKP Perwakilan Bali pada 30 November 2016.

Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019