“Itu menunjukkan bahwa Vanuatu tidak menghormati Indonesia,” kata Satya usai rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Luar Negeri di Jakarta, Kamis.
DPR RI sangat menyesalkan tindakan Vanuatu, yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, tetapi justru mengakomodasi pertemuan Benny Wenda dengan KT HAM PBB Michelle Bachelet di Jenewa pada 25 Januari lalu.
Kunjungan delegasi Vanuatu ke kantor KT HAM PBB dimaksudkan untuk membahas laporan penegakan HAM tahunan (Universal Periodic Review/UPR) di Dewan HAM PBB.
Namun, Benny memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyampaikan petisi referendum kemerdekaan Papua Barat yang diklaimnya sudah ditandatangani oleh 1,8 juta orang, padahal dirinya tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR.
“Maka kami mengutuk keras sikap Vanuatu yang mengakomodasi (kepentingan Benny), karena tidak mungkin Benny Wenda masuk begitu saja tanpa disepakati oleh ketua delegasi,” kata Satya.
Pemerintah Indonesia sudah merespons insiden ini dengan melayangkan nota protes kepada pemerintah Vanuatu melalui Duta Besar RI di Canberra.
Duta Besar RI untuk PBB Hasan Kleib pada 30 Januari juga telah berkomunikasi melalui sambungan telepon dengan KT HAM PBB Michelle Bachelet. Dari pembicaraan tersebut KT HAM menyampaikan keterkejutannya mengenai kehadiran Benny Wenda yang bukan merupakan anggota delegasi resmi UPR Vanuatu.
KT HAM juga kaget ketika berita mengenai pertemuan tersebut diberitakan secara luas oleh Benny Wenda, termasuk melalui unggahan pada akun media sosialnya.
Baca juga: Indonesia kecam Vanuatu kelabui Komisioner Tinggi HAM PBB
Baca juga: Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen undang KT-HAM PBB ke Papua
Baca juga: Wapres soroti Vanuatu
(AL)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019