Jakarta (AntaraNews) - Sekitar 100 ribu lebih warga Muslimat NU mendeklarasikan anti-hoaks, fitnah dan ghibah (menggunjing) saat perayaan Hari Lahir ke-73 Muslinat NU di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu.
Deklarasi dipimpin oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa. Pembacaan deklarasi yang dinamakan "Deklarasi Anti-Hoaks, Fitnah, dan Ghibah" itu berisi empat poin itu diikuti oleh seratusan ribu anggota Muslimat yang hadir di tempat tersebut.
Poin pertama dari deklarasi ini menekankan pentingnya penolakan pada hoaks, fitnah, dan ghibah yang dapat memicu perpecahan dan perselisihan bangsa.
Poin kedua menegaskan anggota Muslimat tidak akan membuat dan menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, fitnah, dan ghibah.
Poin ketiga adalah pentingnya membudayakan menyaring berita sebelum menyebar informasi yang diterima.
Poin keempat atau terakhir mengingatkan tentang perlunya berpikir positif untuk menguatkan ukhuwah dan persatuan bangsa.
Khofifah mengatakan, komitmen ini perlu dipegang mengingat nilai-nilai yang diusung NU berkenaan dengan corak Islam yang mengedepankan toleransi dan moderasi.
"Untuk membangun toleransi dan moderasi maka di Harlah kali ini kami deklarasikan warga Muslimat antihoaks," kata Khofifah.
Pada Momen Harlah Muslimat yang menginjak usia 73 tahun ini, Khofifah juga mengingatkan potensi luar biasa yang dimiliki Muslimat sebagai organisasi perempuan yang punya kader berkualitas, berintegritas, dan komitmen yang luar biasa.
Acara ini pun dibuat sebagai bentuk syukur Muslimat pada Allah atas semua hal yang telah dialami oleh Muslimat NU.
"Kekuatan muslimat NU itu dari kemandiriannya, membangun dari ranting, cabang hingga wilayah, pusat," kata dia.
Sanksi spiritual
Menurut Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, pihaknya menginisiasi dilakukannya deklarasi anti hoaks, anti fitnah, dan anti ghibah.
"Kalau anti hoaks, anti ujaran kebencian itu kan sanksinya di UU ITE. Tapi kalau ditambah lagi anti fitnah anti ghibah, ghibah itu bergunjing. Itu artinya ada sanksi yang bersifat spiritual," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap semuanya membangun diri secara produktif, pola pikir juga pola pikir konstruktif dan pola pikir positif.
"Saya rasa itu akan menjadi bagian dari pondasi untuk menjadi bangsa yang besar kokoh kuat dan berkemajuan," katanya.
Di Harlah ke-73 ini, Muslimat NU mengusung tema "Jaga Aswaja, Teguhkan Bangsa". Khofifah menilai, tema ini tak lepas dari nilai toleran dan moderat yang diusung NU tadi.
Menurut dia, Indonesia diberi rahmat sebagai bangsa yang beragam baik dari suku, bahasa, tradisi, hingga agama. Namun perbedaan ini hendaknya disikapi dengan bijak bukan malah menjadi bibit perpecahan antar anak bangsa.
"Toleransi dengan yang berbeda jadi bagian yang akan menjadikan kita berlomba-lomba menuju kebaikan dari yang satu kepada yang lain," ucap Khofifah.
Dia juga menekankan perlunya memberikan ruang kebebasan berkespresi dan kebebasan berbicara, agar muncul rasa saling menghargai. "Kita harus rangkul mereka ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia," ucap dia.
Jokowi memuji
Dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo memuji sangat bagus saat Muslimah Nahdlatul Ulama (NU) melakukan deklarasi bersama anti-hoaks.
"Ini bagus sekali kalau semua elemen, semua ormas, seluruh kelompok-kelompok yang ada di daerah di Tanah Air semuanya menyatakan anti hoaks. Saya kira ini sebuah perlawanan terhadap banyaknya hoaks yang ada di media sosial," kata Presiden.
Presiden berpidato di acara yang dihadiri sekitar 100.000 Muslimat NU yang datang dari seluruh Tanah Air.
Muslimat NU tersebut telah berkumpul sejak Minggu dini hari untuk melakukan serangkaian kegiatan termasuk sholat tahajud dan doa bersama. Mereka kemudian melakukan deklarasi bersama anti-hoaks.
"Saya kira ini sebuah gerakan masyarakat, sebuah movement yang sangat bagus untuk negara kita," katanya.
"Serangan" Hoaks ke Harlah Muslimat
Redaktur laman www.nu.or.id juga menemukan "permainan" hoaks yang "menyerang" acara Harlah ke-73 Muslimat di GBK Jakarta (27/1). Pemainnya sebuah akun facebook bernama An Nisa. Akun ini mengunggah foto sejumlah barang yang masih berserakan di lantai dan belum dirapihkan pada kegiatan Muslimat NU di Stadion Gelora Bung Karno.
Dalam foto tersebut, akun ini menulis keterangan yang tidak hanya ingin meng-highlight "sampah di mana-mana" tapi juga melemparkan tuduhan yang tidak sopan bagi Muslimat NU. "Acara pagi ini di GBK sampah everywhere (di mana-mana). Ngeri liat sampah ketemu sampah. Pantesan tidak ada yang bersih fikirannya," tulis akun ini (27/1).
Tuduhan subjektif ini tidak benar, sebab saat menyelenggarakan kegiatan Harlah ke 73, kepanitiaan acara Muslimat NU di bawah pimpinan Yenny Wahid telah menyiapkan berbagai persiapan mulai sebelum, saat acara berlangsung hingga selepas acara selesai, termasuk dengan menyiapkan tim relawan petugas kebersihan dari pemuda-pemudi NU, di antaranya santri Pondok Pesantren Assiddiqiyah, Jakarta.
Faktanya puluhan santri berpakaian putih hitam ini tampak sudah aktif mengerjakan tugasnya sejak Ahad (27/1) dini hari. Dengan menggunakan sarung tangan, mereka membawa kantong plastik besar berwarna hitam, mereka telah ditempatkan secara sistematis di berbagai sudut stadion untuk memunguti sampah-sampah yang tercecer di area Harlah di GBK.
"Anak-anak muda yang memungut sampah itu sudah ngambilin sampah sejak sekitar pukul satu malam (Ahad 01.00 WIB dini hari)," kata Arasiyah, seorang peserta Harlah Muslimat NU asal Gresik.
Sekitar 10 jam setelah akun An Nisa ini melemparkan tuduhan melalui postingannya, sebanyak 800 lebih akun membagikan kembali postingan tersebut. Namun berdasarkan penelusuran secara seksama, akun tersebut tidak seperti akun milik pribadi, tapi lebih merupakan akun yang dibuat dan dikendalikan untuk kepentingan tertentu atau lebih familiar disebut dengan akun buzzer.
Indikasinya, akun tersebut menggunakan foto profil pasangan capres-cawapres tertentu. Kemudian, dalam postingannya, akun yang terdaftar pada tahun 2011 itu sebagian besar hanya membagikan berita atau konten dengan jenis tertentu yang identik, misalnya tentang aktivitas pasangan capres-cawapres, isu Palestina, gerakan 212, konten tanda pagar #2019GantiPresiden, poster Muslim Cyber Army dan isu sejenis.
Berdasarkan pengalaman Redaktur NU Online, ciri-ciri akun media sosial semacam ini bukanlah akun milik pribadi, namun akun tanpa nama (anonymous) yang dibuat untuk kepentingan tertentu. Tentu akun ini bukan satu-satunya yang "diciptakan dan bertugas" seperti itu. Dalam kasus Muslim Cyber Army yang terungkap tahun lalu, terdapat ribuan akun serupa yang diciptakan, dikembangbiakkan dan dijadikan alat untuk menciptakan isu tertentu di kalangan masyarakat Indonesia.
Namun tak jarang akun seperti ini berhasil mempengaruhi masyarakat luas. Ross Tapsell, peneliti Media Indonesia dari The Australia National University Australia dalam analisanya menyebut, tingginya peminat media di luar media mainstream diakibatkan oleh kekecewaan masyarakat pada media mainstream yang terlibat begitu dalam pada politik praktis dalam pemilu 2014. Kepercayaan masyarakat yang menurun melahirkan celah yang diisi oleh "media alternatif" sebagai sumber informasi. Sayangnya, masyarakat tidak banyak yang memiliki kemampuan literasi yang cukup untuk bisa membedakan antara konten atau media yang memiliki kredibilitas redaksi yang sesuai dengan kaidah jurnalistik atau yang abal-abal. Dari fenomena demikian, lahirlah konten pelintiran dan konten lain yang memiliki tujuan tertentu termasuk konten hoaks.
(ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Deklarasi dipimpin oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa. Pembacaan deklarasi yang dinamakan "Deklarasi Anti-Hoaks, Fitnah, dan Ghibah" itu berisi empat poin itu diikuti oleh seratusan ribu anggota Muslimat yang hadir di tempat tersebut.
Poin pertama dari deklarasi ini menekankan pentingnya penolakan pada hoaks, fitnah, dan ghibah yang dapat memicu perpecahan dan perselisihan bangsa.
Poin kedua menegaskan anggota Muslimat tidak akan membuat dan menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, fitnah, dan ghibah.
Poin ketiga adalah pentingnya membudayakan menyaring berita sebelum menyebar informasi yang diterima.
Poin keempat atau terakhir mengingatkan tentang perlunya berpikir positif untuk menguatkan ukhuwah dan persatuan bangsa.
Khofifah mengatakan, komitmen ini perlu dipegang mengingat nilai-nilai yang diusung NU berkenaan dengan corak Islam yang mengedepankan toleransi dan moderasi.
"Untuk membangun toleransi dan moderasi maka di Harlah kali ini kami deklarasikan warga Muslimat antihoaks," kata Khofifah.
Pada Momen Harlah Muslimat yang menginjak usia 73 tahun ini, Khofifah juga mengingatkan potensi luar biasa yang dimiliki Muslimat sebagai organisasi perempuan yang punya kader berkualitas, berintegritas, dan komitmen yang luar biasa.
Acara ini pun dibuat sebagai bentuk syukur Muslimat pada Allah atas semua hal yang telah dialami oleh Muslimat NU.
"Kekuatan muslimat NU itu dari kemandiriannya, membangun dari ranting, cabang hingga wilayah, pusat," kata dia.
Sanksi spiritual
Menurut Ketua Umum Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa, pihaknya menginisiasi dilakukannya deklarasi anti hoaks, anti fitnah, dan anti ghibah.
"Kalau anti hoaks, anti ujaran kebencian itu kan sanksinya di UU ITE. Tapi kalau ditambah lagi anti fitnah anti ghibah, ghibah itu bergunjing. Itu artinya ada sanksi yang bersifat spiritual," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap semuanya membangun diri secara produktif, pola pikir juga pola pikir konstruktif dan pola pikir positif.
"Saya rasa itu akan menjadi bagian dari pondasi untuk menjadi bangsa yang besar kokoh kuat dan berkemajuan," katanya.
Di Harlah ke-73 ini, Muslimat NU mengusung tema "Jaga Aswaja, Teguhkan Bangsa". Khofifah menilai, tema ini tak lepas dari nilai toleran dan moderat yang diusung NU tadi.
Menurut dia, Indonesia diberi rahmat sebagai bangsa yang beragam baik dari suku, bahasa, tradisi, hingga agama. Namun perbedaan ini hendaknya disikapi dengan bijak bukan malah menjadi bibit perpecahan antar anak bangsa.
"Toleransi dengan yang berbeda jadi bagian yang akan menjadikan kita berlomba-lomba menuju kebaikan dari yang satu kepada yang lain," ucap Khofifah.
Dia juga menekankan perlunya memberikan ruang kebebasan berkespresi dan kebebasan berbicara, agar muncul rasa saling menghargai. "Kita harus rangkul mereka ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia," ucap dia.
Jokowi memuji
Dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo memuji sangat bagus saat Muslimah Nahdlatul Ulama (NU) melakukan deklarasi bersama anti-hoaks.
"Ini bagus sekali kalau semua elemen, semua ormas, seluruh kelompok-kelompok yang ada di daerah di Tanah Air semuanya menyatakan anti hoaks. Saya kira ini sebuah perlawanan terhadap banyaknya hoaks yang ada di media sosial," kata Presiden.
Presiden berpidato di acara yang dihadiri sekitar 100.000 Muslimat NU yang datang dari seluruh Tanah Air.
Muslimat NU tersebut telah berkumpul sejak Minggu dini hari untuk melakukan serangkaian kegiatan termasuk sholat tahajud dan doa bersama. Mereka kemudian melakukan deklarasi bersama anti-hoaks.
"Saya kira ini sebuah gerakan masyarakat, sebuah movement yang sangat bagus untuk negara kita," katanya.
"Serangan" Hoaks ke Harlah Muslimat
Redaktur laman www.nu.or.id juga menemukan "permainan" hoaks yang "menyerang" acara Harlah ke-73 Muslimat di GBK Jakarta (27/1). Pemainnya sebuah akun facebook bernama An Nisa. Akun ini mengunggah foto sejumlah barang yang masih berserakan di lantai dan belum dirapihkan pada kegiatan Muslimat NU di Stadion Gelora Bung Karno.
Dalam foto tersebut, akun ini menulis keterangan yang tidak hanya ingin meng-highlight "sampah di mana-mana" tapi juga melemparkan tuduhan yang tidak sopan bagi Muslimat NU. "Acara pagi ini di GBK sampah everywhere (di mana-mana). Ngeri liat sampah ketemu sampah. Pantesan tidak ada yang bersih fikirannya," tulis akun ini (27/1).
Tuduhan subjektif ini tidak benar, sebab saat menyelenggarakan kegiatan Harlah ke 73, kepanitiaan acara Muslimat NU di bawah pimpinan Yenny Wahid telah menyiapkan berbagai persiapan mulai sebelum, saat acara berlangsung hingga selepas acara selesai, termasuk dengan menyiapkan tim relawan petugas kebersihan dari pemuda-pemudi NU, di antaranya santri Pondok Pesantren Assiddiqiyah, Jakarta.
Faktanya puluhan santri berpakaian putih hitam ini tampak sudah aktif mengerjakan tugasnya sejak Ahad (27/1) dini hari. Dengan menggunakan sarung tangan, mereka membawa kantong plastik besar berwarna hitam, mereka telah ditempatkan secara sistematis di berbagai sudut stadion untuk memunguti sampah-sampah yang tercecer di area Harlah di GBK.
"Anak-anak muda yang memungut sampah itu sudah ngambilin sampah sejak sekitar pukul satu malam (Ahad 01.00 WIB dini hari)," kata Arasiyah, seorang peserta Harlah Muslimat NU asal Gresik.
Sekitar 10 jam setelah akun An Nisa ini melemparkan tuduhan melalui postingannya, sebanyak 800 lebih akun membagikan kembali postingan tersebut. Namun berdasarkan penelusuran secara seksama, akun tersebut tidak seperti akun milik pribadi, tapi lebih merupakan akun yang dibuat dan dikendalikan untuk kepentingan tertentu atau lebih familiar disebut dengan akun buzzer.
Indikasinya, akun tersebut menggunakan foto profil pasangan capres-cawapres tertentu. Kemudian, dalam postingannya, akun yang terdaftar pada tahun 2011 itu sebagian besar hanya membagikan berita atau konten dengan jenis tertentu yang identik, misalnya tentang aktivitas pasangan capres-cawapres, isu Palestina, gerakan 212, konten tanda pagar #2019GantiPresiden, poster Muslim Cyber Army dan isu sejenis.
Berdasarkan pengalaman Redaktur NU Online, ciri-ciri akun media sosial semacam ini bukanlah akun milik pribadi, namun akun tanpa nama (anonymous) yang dibuat untuk kepentingan tertentu. Tentu akun ini bukan satu-satunya yang "diciptakan dan bertugas" seperti itu. Dalam kasus Muslim Cyber Army yang terungkap tahun lalu, terdapat ribuan akun serupa yang diciptakan, dikembangbiakkan dan dijadikan alat untuk menciptakan isu tertentu di kalangan masyarakat Indonesia.
Namun tak jarang akun seperti ini berhasil mempengaruhi masyarakat luas. Ross Tapsell, peneliti Media Indonesia dari The Australia National University Australia dalam analisanya menyebut, tingginya peminat media di luar media mainstream diakibatkan oleh kekecewaan masyarakat pada media mainstream yang terlibat begitu dalam pada politik praktis dalam pemilu 2014. Kepercayaan masyarakat yang menurun melahirkan celah yang diisi oleh "media alternatif" sebagai sumber informasi. Sayangnya, masyarakat tidak banyak yang memiliki kemampuan literasi yang cukup untuk bisa membedakan antara konten atau media yang memiliki kredibilitas redaksi yang sesuai dengan kaidah jurnalistik atau yang abal-abal. Dari fenomena demikian, lahirlah konten pelintiran dan konten lain yang memiliki tujuan tertentu termasuk konten hoaks.
(ed)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019