Gianyar (Antaranews Bali) - Gubernur Bali Wayan Koster meminta ritual "Segara Kertih" dapat dilaksanakan di berbagai wilayah di Pulau Dewata untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam.
"Kita tahu kalau saat ini alam Bali sudah banyak tercemar, sudah tidak seperti dulu lagi, sehingga kita harus menyucikannya kembali dan salah satunya adalah dengan upacara Segara Kertih ini," kata Koster saat menghadiri ritual Padudusan Agung Segara Kertih, Tawur Balik Sumpah Agung lan Mupuk Pedagingan di Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk, Gianyar, Sabtu.
Koster berjanji akan mendukung penuh pelaksanaan ritual seperti itu karena merupakan bagian penting untuk menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam, manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dan manusia dengan manusia lainnya atau yang dikenal dengan filosofi Tri Hita Karana.
"Upacara ini juga sejalan dengan visi 'Nangun Sat Kertih Loka Bali' yaitu menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama (masyarakat) dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia, baik sekala (jasmani) maupun niskala (rohani)," ucapnya.
Oleh karena itu, Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu berharap agar upacara Segara Kertih ini juga bisa dilaksanakan di seluruh Bali demi keseimbangan alam Bali beserta isinya.
Di sisi lain, Koster menyampaikan beberapa Peraturan Gubernur yang telah dikeluarkan untuk menjaga alam dan budaya Bali. Diantaranya telah dikeluarkannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali, Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
Ada pula Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.
"Saya mengajak seluruh masyarakat untuk ikut mengimplementasikan ke empat pergub tersebut. Ini semua untuk kebaikan dan keberlangsungan Bali ke depan, semua ini tidak akan berjalan jika tidak mendapat dukungan penuh dari masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Panitia I Nyoman Oka mengatakan ritual atau "karya" ini digelar kembali setelah prosesi yang sama dilaksanakan 30 tahun silam, tepatnya pada 1 Oktober 1989. Sedangkan puncak upacara untuk kali ini akan dilaksanakan 30 Januari mendatang.
Oka menambahkan upacara tersebut mengambil tingkatan "Madyaning Utama" dengan menggunakan lima ekor kerbau sebagai persembahan dan "dipuput" atau dipimpin 25 sulinggih (pendeta Hindu).
"Ada 3 prosesi utama serangkaian karya ini. Diantaranya saat ini kita melaksanakan melasti lan segara kertih. Kemudian tawur agung pada 28 Januari, serta puncaknya pada 30 Januari nanti," ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster didampingi Wakil Gubernur Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati juga melakukan penandatanganan prasasti.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kita tahu kalau saat ini alam Bali sudah banyak tercemar, sudah tidak seperti dulu lagi, sehingga kita harus menyucikannya kembali dan salah satunya adalah dengan upacara Segara Kertih ini," kata Koster saat menghadiri ritual Padudusan Agung Segara Kertih, Tawur Balik Sumpah Agung lan Mupuk Pedagingan di Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk, Gianyar, Sabtu.
Koster berjanji akan mendukung penuh pelaksanaan ritual seperti itu karena merupakan bagian penting untuk menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam, manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dan manusia dengan manusia lainnya atau yang dikenal dengan filosofi Tri Hita Karana.
"Upacara ini juga sejalan dengan visi 'Nangun Sat Kertih Loka Bali' yaitu menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama (masyarakat) dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia, baik sekala (jasmani) maupun niskala (rohani)," ucapnya.
Oleh karena itu, Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu berharap agar upacara Segara Kertih ini juga bisa dilaksanakan di seluruh Bali demi keseimbangan alam Bali beserta isinya.
Di sisi lain, Koster menyampaikan beberapa Peraturan Gubernur yang telah dikeluarkan untuk menjaga alam dan budaya Bali. Diantaranya telah dikeluarkannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali, Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
Ada pula Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.
"Saya mengajak seluruh masyarakat untuk ikut mengimplementasikan ke empat pergub tersebut. Ini semua untuk kebaikan dan keberlangsungan Bali ke depan, semua ini tidak akan berjalan jika tidak mendapat dukungan penuh dari masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Panitia I Nyoman Oka mengatakan ritual atau "karya" ini digelar kembali setelah prosesi yang sama dilaksanakan 30 tahun silam, tepatnya pada 1 Oktober 1989. Sedangkan puncak upacara untuk kali ini akan dilaksanakan 30 Januari mendatang.
Oka menambahkan upacara tersebut mengambil tingkatan "Madyaning Utama" dengan menggunakan lima ekor kerbau sebagai persembahan dan "dipuput" atau dipimpin 25 sulinggih (pendeta Hindu).
"Ada 3 prosesi utama serangkaian karya ini. Diantaranya saat ini kita melaksanakan melasti lan segara kertih. Kemudian tawur agung pada 28 Januari, serta puncaknya pada 30 Januari nanti," ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster didampingi Wakil Gubernur Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati juga melakukan penandatanganan prasasti.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019