Negara (Antaranews Bali) - Mantan karyawan Perusahaan Daerah (Perusda) Jembrana, Bali yang dinonjobkan mengadu ke Komisi B DPRD setempat, terkait dengan status mereka yang tidak jelas.
    
"Kami minta masalah karyawan perusahaan daerah ini segera diselesaikan. Apabila tidak segera diselesaikan, Komisi B akan membuat rekomendasi sehingga masalah ini akan dibahas dari rapat paripurna DPRD Jembrana," kata Ketua Komisi B Nyoman S Kusumayasa, kepada Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dan Tenaga Kerja Jembrana yang hadir dalam pertemuan dengan mantan karyawan perusahaan daerah, di Negara, Rabu.
    
Ia mengatakan sebelum memutuskan hal penting seperti menonjobkan atau merumahkan karyawan, seharusnya direktur perusahaan daerah terlebih dahulu rapat dengan badan pengawas, yang juga harus mendapatkan persetujuan bupati.
    
Untuk menyelesaikan masalah ini, ia minta eksekutif memanggil direktur perusahaan daerah, yang apabila ditemukan penyalahgunaan wewenang atau penyimpangan yang masuk kategori wanprestasi, ia menyarankan untuk mencopot direktur.
    
"Kalau sampai masuk rekomendasi resmi Komisi B, masalah ini akan lebih panjang lagi. Dalam rekomendasi itu, kami bisa masukkan pencopotan direktur perusahaan daerah," katanya.
    
Ditemui usai pertemuan, Yunita Prihatini mengatakan, selain pencopotan direktur yang dianggap tidak mampu bekerja, seluruh mantan karyawan yang sekarang tidak bekerja juga menuntut tunggakan gaji mereka pada tahun 2018 selama delapan bulan.
    
Ia mengungkapkan total gaji yang harus dibayarkan perusahaan pada tahun 2018 mencapai sekitar Rp 300 juta, yang saat itu pihaknya sudah sabar menunggu dengan berharap kondisi keuangan perusahaan membaik.
    
"Tapi saat ada pemasukan berupa pengadaan karcis parkir dari Dinas Perhubungan, justru kami diberhentikan dari pekerjaan dengan istilah nonjob. Padahal dalam peraturan tenaga kerja, tidak ada itu istilah nonjob," katanya.
    
Karena itu, sebelum Pemkab Jembrana memberikan penyertaan modal tambahan, ia minta masalah mantan karyawan serta kemampuan direktur dalam memimpin perusahaan diselesaikan terlebih dahulu.
    
Menurut dia, direktur saat ini dianggap aneh oleh karyawan, karena minta karyawan membawa pekerjaan bagi perusahaan yang seharusnya menjadi tugas pimpinan.
    
"Usaha dan upaya apa yang harus dilakukan agar ada pemasukan keuangan perusahaan, seharusnya menjadi tugas direktur. Kami sifatnya menjalankan apa-apa usaha yang sudah ada," katanya.
    
Sementara pihak Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dan Tenaga Kerja yang dikonfirmasi usai pertemuan di Komisi B menolak memberikan keterangan dengan minta awak media konfirmasi ke Asisten I.
    
Nyoman S Kusumyasa sendiri usai rapat mengatakan, sudah lama pihaknya tahu kondisi keuangan perusahaan daerah yang memprihatinkan, serta sudah mendorong eksekutif untuk segera memberikan bantuan penyertaan modal tambahan.
    
"Kalau usulan dari kami waktu itu segera dilaksanakan, tidak akan muncul masalah ini. Pernah perusahaan daerah membentuk unit usaha teknologi informasi, tapi tidak mendapatkan modal dari eksekutif padahal sudah melakukan presentasi," katanya.
    
Menurut dia, untuk dapat membuka unit usaha baru, perusahaan membutuhkan tambahan modal, apalagi bagi perusahaan daerah yang bertahun-tahun mengandalkan pemasukan dari retribusi parkir.
    
"Saat retribusi parkir dikelola langsung oleh dinas terkait, otomatis keuangan perusahaan menurun drastis. Sebenarnya niat kami dan eksekutif sama, yaitu ingin perusahan daerah mandiri. Tapi kalau dengan mengorbankan karyawan seperti ini, kami juga tidak setuju," katanya.
    
Sebelumnya, Perusahaan Daerah Jembrana dengan alasan keuangan, menonjobkan sejumlah karyawan, sementara masih memiliki tunggakan gaji pada tahun 2018.

Pewarta: Gembong Ismadi

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019