Denpasar (Antaranews Bali) - Pemerintah Provinsi Bali melarang berbagai komponen dan masyarakat di daerah itu untuk menggunakan plastik sekali pakai, seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018.
"Dalam Pergub Bali No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai yang telah terbit pada 21 Desember, maka ada tiga bahan yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik yang dilarang yakni kantong plastik, polysterina (styrofoam) dan sedotan plastik," kata Gubernur Bali Wayan Koster pada acara sosialisasi pergub tersebut, di Denpasar, Senin.
Menurut Koster, dasar dikeluarkannya pergub tersebut sesuai dengan visi "Nangun Sat Kerthi Loka Bali" dengan menata wilayah agar lingkungan hijau, indah dan bersih untuk menjaga keagungan, kesucian, dan taksu alam Bali, serta tempat-tempat suci secara sekala (fisik) dan niskala (spiritual).
"Pergub ini bertujuan untuk menjaga kesucian, keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup. Di samping itu menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat, akibat dampak buruk dari penggunaan plastik sekali pakai (PSP) dan mencegah pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan PSP," ujarnya.
Dengan pergub tersebut, juga diharapkan dapat menjamin generasi masa depan tidak tergantung pada penggunaan PSP dan membangun partisipasi masyarakat untuk berperan serta dalam perlindungan lingkungan hidup.
Selain itu, pergub yang telah disusun Koster sebelum dirinya dilantik pada 5 September 2018 tersebut, awalnya merupakan desakan dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, yang memberikan target agar pengurangan sampah plastik di Bali bisa mencapai 60 hingga 70 persen.
Meskipun sejumlah kabupaten/kota di Tanah Air, telah memiliki regulasi serupa, Koster mengklaim pergub yang dikeluarkan ini merupakan yang pertama dan satu-satunya untuk di tingkat pemerintah provinsi.
"Dalam pembatasan timbulan sampah plastik, maka melalui pergub ini mewajibkan setiap produsen, distributor dan pemasok, serta pelaku usaha untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan pengganti (substitusi) plastik sekali pakai. Sekaligus melarang untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan PSP," ucapnya didampingi Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Sekda Bali Dewa Made Indra.
Koster menambahkan sebagai bentuk kepedulian semua pihak, maka instansi pemerintah, BUMD, swasta, lembaga keagamaan, desa adat/desa pakraman, masyarakat dan perorangan juga dilarang menggunakan plastik sekali pakai.
"Agar pelaksanaan pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai berjalan efektif, maka Pemprov Bali akan melaksanakan pembinaan dan pengawasan dengan membentuk tim. Tim ini terdiri dari unsur vertikal, perangkat daerah, akademisi, LSM, pengusaha, tokoh keagamaan dan tokoh masyarakat," katanya.
Tim tersebut akan bertugas melakukan edukasi, sosialisasi, konsultasi, bantuan teknis, pelatihan/pendampingan dan penggunaan bahan non-plastik oleh produsen, distributor, penyedia, dan masyarakat pada umumnya serta penegakan hukum.
"Kami memberikan waktu enam bulan bagi setiap produsen, pemasok, pelaku usaha dan penyedia plastik sekali pakai untuk menyesuaikan usahanya terhitung sejak peraturan gubernur ini diundangkan," ucapnya pada acara yang juga dihadiri oleh pimpinan organisasi perangkat daerah Pemprov Bali itu.
Orang nomor satu di Bali itupun mendorong peran serta masyarakat dan desa pakraman untuk berpean aktif dalam pembatasan timbulan sampah plastik dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Dalam Pergub Bali No 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai yang telah terbit pada 21 Desember, maka ada tiga bahan yang terbuat dari atau mengandung bahan dasar plastik yang dilarang yakni kantong plastik, polysterina (styrofoam) dan sedotan plastik," kata Gubernur Bali Wayan Koster pada acara sosialisasi pergub tersebut, di Denpasar, Senin.
Menurut Koster, dasar dikeluarkannya pergub tersebut sesuai dengan visi "Nangun Sat Kerthi Loka Bali" dengan menata wilayah agar lingkungan hijau, indah dan bersih untuk menjaga keagungan, kesucian, dan taksu alam Bali, serta tempat-tempat suci secara sekala (fisik) dan niskala (spiritual).
"Pergub ini bertujuan untuk menjaga kesucian, keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup. Di samping itu menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat, akibat dampak buruk dari penggunaan plastik sekali pakai (PSP) dan mencegah pencemaran dan atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan PSP," ujarnya.
Dengan pergub tersebut, juga diharapkan dapat menjamin generasi masa depan tidak tergantung pada penggunaan PSP dan membangun partisipasi masyarakat untuk berperan serta dalam perlindungan lingkungan hidup.
Selain itu, pergub yang telah disusun Koster sebelum dirinya dilantik pada 5 September 2018 tersebut, awalnya merupakan desakan dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, yang memberikan target agar pengurangan sampah plastik di Bali bisa mencapai 60 hingga 70 persen.
Meskipun sejumlah kabupaten/kota di Tanah Air, telah memiliki regulasi serupa, Koster mengklaim pergub yang dikeluarkan ini merupakan yang pertama dan satu-satunya untuk di tingkat pemerintah provinsi.
"Dalam pembatasan timbulan sampah plastik, maka melalui pergub ini mewajibkan setiap produsen, distributor dan pemasok, serta pelaku usaha untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan pengganti (substitusi) plastik sekali pakai. Sekaligus melarang untuk memproduksi, mendistribusikan, memasok, dan menyediakan PSP," ucapnya didampingi Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Sekda Bali Dewa Made Indra.
Koster menambahkan sebagai bentuk kepedulian semua pihak, maka instansi pemerintah, BUMD, swasta, lembaga keagamaan, desa adat/desa pakraman, masyarakat dan perorangan juga dilarang menggunakan plastik sekali pakai.
"Agar pelaksanaan pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai berjalan efektif, maka Pemprov Bali akan melaksanakan pembinaan dan pengawasan dengan membentuk tim. Tim ini terdiri dari unsur vertikal, perangkat daerah, akademisi, LSM, pengusaha, tokoh keagamaan dan tokoh masyarakat," katanya.
Tim tersebut akan bertugas melakukan edukasi, sosialisasi, konsultasi, bantuan teknis, pelatihan/pendampingan dan penggunaan bahan non-plastik oleh produsen, distributor, penyedia, dan masyarakat pada umumnya serta penegakan hukum.
"Kami memberikan waktu enam bulan bagi setiap produsen, pemasok, pelaku usaha dan penyedia plastik sekali pakai untuk menyesuaikan usahanya terhitung sejak peraturan gubernur ini diundangkan," ucapnya pada acara yang juga dihadiri oleh pimpinan organisasi perangkat daerah Pemprov Bali itu.
Orang nomor satu di Bali itupun mendorong peran serta masyarakat dan desa pakraman untuk berpean aktif dalam pembatasan timbulan sampah plastik dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018