Negara (Antara Bali) - Sebanyak 27 buruh dengan didampingi mandor melakukan protes terhadap sub kontraktor yang mengerjakan proyek jalan Provinsi Bali antara Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali barat hingga Antosari, Kabupaten Tabanan, Jumat.
Ridwan, mandor yang mendampingi buruh mengatakan, sudah dua bulan terakhir pembayaran dari Nyoman Situ sebagai sub kontraktor tersendat.
Proyek peningkatan jalan ini dalam kontrak dikerjakan oleh PT Dwi Artha Yudha Utama sementara Situ hanya sebagai sub kontraktor saja.
Menurut Ridwan, selain upah buruh, Situ juga masih menunggak pembayaran material yang digunakan untuk proyek tersebut.
Ia mengungkapkan, pihaknya bersama buruh lainnya sudah mengerjakan jalan sepanjang 1.050 meter dan baru mendapatkan pinjaman Rp 3 juta untuk dirinya dan seluruh buruh.
Dari perhitungan yang dilakukan Ridwan, sub kontraktor ini masih memiliki tunggakan pembayaran upah buruh dan pembayaran material sebesar Rp80 juta.
"Pihak sub kontraktor sudah menerima uang dari kontraktor pemenang tender proyek ini, tapi kenapa gaji kami tidak dibayar," ujarnya.
Para buruh seperti Hasan Tiro, Badri Utama, Bambang, Yusuf, Bagus, Nur dan buruh lainnya minta upah mereka harus sudah dibayar paling lambat tanggal 25 Agustus atau sebelum Lebaran.
Kemarahan buruh ini tampaknya merupakan akumulasi, karena Ridwan mengungkapkan, Situ tega membiarkan buruh-buruhnya kelaparan.
"Beberapa waktu lalu ada buruh yang terluka, karena tidak punya uang ia sampai minta kelapa kepada warga untuk mengganjal perutnya. Ini kan sudah keterlaluan," katanya.
Ridwan juga mengaku, dirinya pernah sakit dan saat menghubungi Situ lewat telepon tidak direspon.
"Saya terpaksa menghubungi bos langsung atau Pak Puniarta, baru sakit saya diperhatikan," ujarnya.
Menurutnya, buruh di bawah mandor lainnya juga belum mendapatkan upah, padahal dari Puniarta, Situ sudah mendapatkan dana Rp128 juta.
Untuk mencari jalan keluar, Ridwan pernah minta surat kuasa dari Situ agar bisa mengambil uang langsung ke Puniarta namun tidak dituruti.
Sedangkan Nyoman Situ di hadapan para buruh membantah jika dirinya ingkar janji terkait upah mereka.
Ia mengatakan, dirinya juga akan menuntut haknya kepada Puniarta karena belum sepenuhnya dibayar.
Menurut Situ, dana Rp128 juta tersebut ia pergunakan untuk membayar bon material dan merupakan pembayaran tahap pertama dari Puniarta.
Sementara untuk pembayaran tahap kedua sebesar Rp158 juta belum ia terima dari Puniarta.
"Saya juga kecewa karena diputus kontrak sepihak oleh Pak Puniarta dan buruh-buruh saya disabotase," katanya.
Direktur PT Dwi Artha Yudha Utaman, Made Puniarta saat dikonfirmasi wartawan tidak mau berkomentar banyak dan berjanji akan segera memberikan keterangan.
Menurutnya, banyak orang yang datang kepadanya terkait masalah Situ karena banyak kewajiban yang belum dibayar.
"Dana yang saya berikan itu sudah melebihi dari bon yang ia ajukan, tapi kok masih ada masalah. Saya akan duduk bersama untuk menyelesaikannya," katanya.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Ridwan, mandor yang mendampingi buruh mengatakan, sudah dua bulan terakhir pembayaran dari Nyoman Situ sebagai sub kontraktor tersendat.
Proyek peningkatan jalan ini dalam kontrak dikerjakan oleh PT Dwi Artha Yudha Utama sementara Situ hanya sebagai sub kontraktor saja.
Menurut Ridwan, selain upah buruh, Situ juga masih menunggak pembayaran material yang digunakan untuk proyek tersebut.
Ia mengungkapkan, pihaknya bersama buruh lainnya sudah mengerjakan jalan sepanjang 1.050 meter dan baru mendapatkan pinjaman Rp 3 juta untuk dirinya dan seluruh buruh.
Dari perhitungan yang dilakukan Ridwan, sub kontraktor ini masih memiliki tunggakan pembayaran upah buruh dan pembayaran material sebesar Rp80 juta.
"Pihak sub kontraktor sudah menerima uang dari kontraktor pemenang tender proyek ini, tapi kenapa gaji kami tidak dibayar," ujarnya.
Para buruh seperti Hasan Tiro, Badri Utama, Bambang, Yusuf, Bagus, Nur dan buruh lainnya minta upah mereka harus sudah dibayar paling lambat tanggal 25 Agustus atau sebelum Lebaran.
Kemarahan buruh ini tampaknya merupakan akumulasi, karena Ridwan mengungkapkan, Situ tega membiarkan buruh-buruhnya kelaparan.
"Beberapa waktu lalu ada buruh yang terluka, karena tidak punya uang ia sampai minta kelapa kepada warga untuk mengganjal perutnya. Ini kan sudah keterlaluan," katanya.
Ridwan juga mengaku, dirinya pernah sakit dan saat menghubungi Situ lewat telepon tidak direspon.
"Saya terpaksa menghubungi bos langsung atau Pak Puniarta, baru sakit saya diperhatikan," ujarnya.
Menurutnya, buruh di bawah mandor lainnya juga belum mendapatkan upah, padahal dari Puniarta, Situ sudah mendapatkan dana Rp128 juta.
Untuk mencari jalan keluar, Ridwan pernah minta surat kuasa dari Situ agar bisa mengambil uang langsung ke Puniarta namun tidak dituruti.
Sedangkan Nyoman Situ di hadapan para buruh membantah jika dirinya ingkar janji terkait upah mereka.
Ia mengatakan, dirinya juga akan menuntut haknya kepada Puniarta karena belum sepenuhnya dibayar.
Menurut Situ, dana Rp128 juta tersebut ia pergunakan untuk membayar bon material dan merupakan pembayaran tahap pertama dari Puniarta.
Sementara untuk pembayaran tahap kedua sebesar Rp158 juta belum ia terima dari Puniarta.
"Saya juga kecewa karena diputus kontrak sepihak oleh Pak Puniarta dan buruh-buruh saya disabotase," katanya.
Direktur PT Dwi Artha Yudha Utaman, Made Puniarta saat dikonfirmasi wartawan tidak mau berkomentar banyak dan berjanji akan segera memberikan keterangan.
Menurutnya, banyak orang yang datang kepadanya terkait masalah Situ karena banyak kewajiban yang belum dibayar.
"Dana yang saya berikan itu sudah melebihi dari bon yang ia ajukan, tapi kok masih ada masalah. Saya akan duduk bersama untuk menyelesaikannya," katanya.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011