Denpasar (Antaranews Bali) - Kongres Kebudayaan Bali III yang diselenggarakan dari 3-4 Desember 2018 berupaya menggali berbagai permasalahan kebudayaan dari sembilan kabupaten/kota di Pulau Dewata.
     
"Kongres ini juga terasa istimewa karena Pemerintah Provinsi Bali dengan visi misi gubernur terpilih yang sedang menyiapkan rencana pembangunan jangka menengah daerah 2019-2023. Nah, kongres budaya ini memetakan potensi dan kondisi faktual di masing-masing kabupaten/kota, dan terangkum dalam pokok-pokok pikiran kebudayaan kabupaten/kota yang hari ini dipaparkan," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha, di Denpasar, Senin.
     
Istimewanya pelaksanaan Kongres Kebudayaan Bali saat ini, lanjut dia, sudah memiliki payung hukum yakni UU nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Selain itu, kongres kali ini dinilai tepat dilakukan jelang Kongres Kebudayaan Indonesia, 7-9 Desember 2018.
     
"Ini tidak hanya akan disampaikan kepada pusat, tetapi melalui kongres ini kami harapkan akan menjadi pola dasar kebijakan pembangunan kebudayaan di Provinsi Bali 20 tahun ke depan, dan akan menjadi rencana induk pemajuan kebudayaan Bali," ujarnya.
       
Dalam Kongres Kebudayaan Bali III, diawali dengan penyusunan pokok-pokok pemikiran kebudayaan masing-masing kabupaten/kota, kemudian dikompilasi menjadi pokok-pokok pemikiran kebudayaan Provinsi Bali.
       
Dewa Beratha menambahkan, hal itulah yang nantinya akan masuk menjadi kebijakan kebudayaan di dalam rencana pembangunan jangka menengah 2019-2023 yang mengadopsi visi misi gubernur terpilih yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali di bidang kebudayaan. Kemudian, rencana pembangunan kebudayaan ini akan diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan setiap tahunnya.
       
"Harapan gubernur adalah Bali menjadi satu kesatuan pengelolaan kebijakan, satu komando. Pembangunan di bidang kebudayaan pun demikian. Diharapkan menjadi terintegrasi antara pemerintah kabupaten/kota dengan Provinsi Bali, melalui payung hukum yang akan kita buat yaitu pola dasar kebijakan pembangunan kebudayaan Bali," katanya.
     
Dalam Kongres Kebudayaan Bali III, setiap kabupaten/kota diberikan kesempatan untuk memaparkan kondisi faktual di masing-masing wilayah.
     
Beberapa yang dibahas antara lain kondisi faktual suatu objek dan cagar budaya yang daerah masing-masing wilayah, kemudian diidentifikasi apa permasalahannya, termasuk langkah-langkah pernah dilakukan dalam menangani masalah tersebut.
     
Terakhir, masing-masing kabuapten/kota memberikan rekomendasi. Adapun komponen kebudayaan yang dipaparkan antara lain manuskrip, tradisi lisan, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, kesenian, bahasa, permainan rakyat, olahraga tradisional, dan cagar budaya.
     
"Setiap kabupaten/kota memiliki permasalahan sendiri-sendiri, namun ada juga permasalahan yang sama. Misalnya manuskrip, yaitu persoalan lontar. Sudah jarang anak-anak kita yang bisa membaca aksara Bali, hingga lontar akhirnya jadi kurang terpelihara," ucapnya.
     
Permasalahan berikutnya yakni tradisi lisan seperti nyatua Bali yang kini sudah makin hilang. Begitu pula permainan rakyat, olahraga tradisional, terknologi tradisional, dan yang lainnya.
     

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018