Denpasar (Antara Bali) - Pengamat birokrasi dari Universitas Warmadewa Denpasar Drs Made Yudhiantara MAP menilai, Keputusan Presiden mengenai moratorium pegawai negeri sipil (PNS) yang sedianya akan diujicoba berlaku secara bertahap mulai tahun 2011 cocok untuk segera diterapkan.
"Namun harus ada pengkajian ulang dan pemetaan kebutuhan pegawai yang jelas dulu," kata Yudhiantara yang juga Pembantu Rektor I Universitas Warmadewa itu di Denpasar, Kamis.
Menurutnya, pemetaan riil SDM dan kompetensi yang dibutuhkan oleh birokrasi sejauh ini nampak belum terkelola dengan baik.
"Dengan dasar pemetaan kebutuhan, sesungguhnya dapat ditentukan berapa jumlah pegawai dan kualifikasi yang diperlukan untuk menunjang kinerja birokrasi. Namun, sayangnya kualifikasi justru diabaikan," ucapnya.
Yang terjadi dalam rekrutmen PNS selama ini, kata Yudhiantara, justru lebih mempertimbangkan aspek pendidikan tanpa dibarengi tes kompetensi yang memadai.
"Diterima lulusan sarjana hukum misalnya, baru setelah diterima mendapat pelatihan. Tidak sedari awal digabungkan tes untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki lulusan tersebut," ujar Yudhiantara.
Kondisi ini, imbuhnya, memberi peluang terjadinya banyak tenaga yang tidak berkompeten dan ada unsur "titipan".
"Terlebih adanya rekrutmen yang tidak terencana seperti dalam pengangkatan tenaga honorer daerah. Tiba-tiba ada honorer dan ketika jumlah pegawai sudah menumpuk, merekalah yang diprioritaskan untuk diangkat," katanya.
Lanjutnya, menjadi tidak nyambung program kompetensi yang digalakkan pemerintah, namun dalam rekrutmen kurang memperhatikan hal itu.
"Transparansi rekrutmen pun masih bermasalah karena umumnya terbuka hanya pada saat persyaratan pendaftaran. Saat proses koreksi hasil tes, masyarakat seakan dihadapkan pada kegelapan layaknya berada dalam kotak hitam" ujarnya.
Dengan langkah moratorium PNS, kata Yudhiantara, setidaknya dapat dikaji kembali kebutuhan pegawai yang lebih pasti. "Bukan kekurangan diatasi dengan menambah terus pegawai baru, sedangkan pada bagian lain terjadi penumpukan pegawai," ucap Yudhiantara.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Namun harus ada pengkajian ulang dan pemetaan kebutuhan pegawai yang jelas dulu," kata Yudhiantara yang juga Pembantu Rektor I Universitas Warmadewa itu di Denpasar, Kamis.
Menurutnya, pemetaan riil SDM dan kompetensi yang dibutuhkan oleh birokrasi sejauh ini nampak belum terkelola dengan baik.
"Dengan dasar pemetaan kebutuhan, sesungguhnya dapat ditentukan berapa jumlah pegawai dan kualifikasi yang diperlukan untuk menunjang kinerja birokrasi. Namun, sayangnya kualifikasi justru diabaikan," ucapnya.
Yang terjadi dalam rekrutmen PNS selama ini, kata Yudhiantara, justru lebih mempertimbangkan aspek pendidikan tanpa dibarengi tes kompetensi yang memadai.
"Diterima lulusan sarjana hukum misalnya, baru setelah diterima mendapat pelatihan. Tidak sedari awal digabungkan tes untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki lulusan tersebut," ujar Yudhiantara.
Kondisi ini, imbuhnya, memberi peluang terjadinya banyak tenaga yang tidak berkompeten dan ada unsur "titipan".
"Terlebih adanya rekrutmen yang tidak terencana seperti dalam pengangkatan tenaga honorer daerah. Tiba-tiba ada honorer dan ketika jumlah pegawai sudah menumpuk, merekalah yang diprioritaskan untuk diangkat," katanya.
Lanjutnya, menjadi tidak nyambung program kompetensi yang digalakkan pemerintah, namun dalam rekrutmen kurang memperhatikan hal itu.
"Transparansi rekrutmen pun masih bermasalah karena umumnya terbuka hanya pada saat persyaratan pendaftaran. Saat proses koreksi hasil tes, masyarakat seakan dihadapkan pada kegelapan layaknya berada dalam kotak hitam" ujarnya.
Dengan langkah moratorium PNS, kata Yudhiantara, setidaknya dapat dikaji kembali kebutuhan pegawai yang lebih pasti. "Bukan kekurangan diatasi dengan menambah terus pegawai baru, sedangkan pada bagian lain terjadi penumpukan pegawai," ucap Yudhiantara.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011