Denpasar (Antaranews Bali) - DPRD Provinsi Bali menggelar rapat paripurna terkait laporan panitia khusus atraksi budaya dalam upaya menjaga kelestarian budaya, karena Pulau Dewata sebagai destinasi/tujuan wisata.

Ketua Pansus Atraksi Budaya DPRD Bali, Wayan Gunawan pada rapat paripurna di DPRD setempat, Rabu (21/11) mengatakan dewasa ini, ada kecenderungan di daerah-daerah tujuan wisata, tanpa disadari telah membuat kesepakatan antara wisatawan dan masyarakat lokal, karena itu agar mempunyai payung hukum.

Ia mengatakan dengan dasar pertimbangan bahwa kedua belah pihak saling membutuhkan dan saling menguntungkan (simbiosis mutualistis). Artinya, di satu pihak wisatawan membutuhkan pelayanan yang layak dan di pihak lain masyarakat lokal membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Berdasarkan pengamatan atas kondisi aktual yang terjadi saat ini, ada beberapa hal penting yang patut dicermati dengan pesatnya perkembangan pariwisata Bali.  Menurut Wayan Gunawan, untuk menjaga agar pariwisata berkelanjutan ajeg dan lestari, perlu dibuatkan regulasi sebagai payung hukumnya. 

Dikatakan, walaupun sudah ada regulasi tentang kepariwisataan, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali, secara logika sudah jelas bahwa substansinya lebih menekankan kepada pariwisata. Demikian pula dengan telah disosialisasikannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, namun substansinya masih bersifat umum dan berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia. 

Bertolak dari hal tersebut, kata dia, maka diperlukan pemantapan ketentuan mengenai "Atraksi Budaya Sebagai Komoditas Daya Tarik Wisata" dalam suatu peraturan daerah. Berkenaan dengan hal tersebut maka Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali sebagai pengganti Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991 tentang Pariwisata Budaya, belum dapat  menjabarkan perihal tantangan yang dihadapi, khususnya dengan kegiatan atraksi budaya. 

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang "Atraksi Budaya Sebagai Komoditas Daya Tarik Wisata" yang didasarkan pada kebijakan kepariwisataan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. 

Gunawan lebih lanjut mengatakan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh pansus saat ini adalah melaksanakan rapat internal untuk menyusun program kerja pansus. Begitu juga melakukan kunjungan kerja Pansus ke DPRD Provinsi Daerah Istmewa Yogyakarta dan Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain itu juga melakukan konsultasi Pansus dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta.

Berdasarkan rapat-rapat pembahasan dan kegiatan yang telah dilaksanakan, dapat disampaikan beberapa hal, yakni Raperda tentang "Atraksi Budaya Sebagai Komoditas Daya Tarik Wisata", sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah untuk menjaga nilai luhur (adat) seni budaya, adat-istiadat, tradisi. tata cara upacara keagamaan, dan berbagai ragam jenis kearifan lokal Bali lainnya. 

Seni pertunjukan misalnya, yang berkembang di Bali dari tahun ke tahun adalah suatu wahana penting bagi usaha memperkokoh kepribadian dan identitas masyarakat Bali. Sebagai bentuk kebudayaan ekspresif, seni merupakan suatu refresentasi dari nilai budaya Bali itu sendiri. 

Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan burupa upaya pengembangan, pelestarian, dan pemanfaatannya, guna muwujudkan masyarakat Bali sesuai dengan prinsip yakni "Pariwisata untuk Bali, dan bukan Bali untuk pariwisata".

Setelah diadakan pembahasan secara mendalam bersama pihak eksekutif, yaitu Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali. dengan mencermati Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, kemudian disepakati untuk mengadakan perubahan terhadap raperda tentang "Atraksi Budaya Tradisional Bali", menjadi Raperda tentang "Atraksi Budaya Sebagai Komoditas Daya Tarik Wisata". 

Gunawan memaparkan, penyelenggaraan "Atraksi Budaya Sebagai Komoditas Daya Tarik Wisata" dilaksanakan berdasarkan pada asas manfaat, kemandirian, keseimbangan, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, adil dan merata, kesetaraan, dan kesatuan yang dijiwai oleh nilai-nilai Agama Hindu. 

"Raperda tentang 'Atraksi Budaya Tradisional Bali' sama sekali tidak mengatur materi sabungan ayam sebagai judi. Hal ini penting kami tegaskan karena ditengah-tangah masyarakat Bali terlanjur berkembang opini bahwa DPRD Provinsi Bali akan melegalkan sabungan ayam, padahal kita sama-sama mengetahuinya, bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan karena bertentangan dengan ketentuan hukum di atasnya," kata Gunawan. 

Raperda ini memberi penegasan terhadap posisi sakral dan profan yang merupakan pilihan terbaik bila Bali tetap dijadikan destinasi wisata utama untuk Indonesia. Dengan kata lain, bahwa produk-produk yang dijadikan komuditas daya tarik wisata adalah unsur-unsur budaya Bali yang unik, dan dibatasi pada unsur-unsur budaya yang bersifat profan.

Raperda ini dalam batang tubuhnya menegaskan bahwa setiap pengusaha pariwisata wajib mementaskan atraksi budaya pada setiap penyelenggaraan dalam lingkup internasional, nasional dan global, serta wajib memberikan biaya jasa berupa honorarium yang layak. 

Begitu juga dalam Raperda Atraksi Budaya, bahwa atraksi budaya yang ditampilkan oleh pengusaha pariwisata dalam bentuk seni tari dan seni tabuh harus memiliki piagam yag dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, serta dilarang mempertontonkan atau mempertunjukan atraksi budaya yang bersifat sakral untuk daya tarik wisata diluar ruang dan waktu. Selanjutnya pelanggaran atas hal tersebut dikenakan sanksi administrasi.(*) 

 

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018