Jakarta (Antaranews Bali) - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan oleh Forum Perjuangan Pensiunan BNI terkait dengan ketentuan uang pensiun atau pesangon yang preminya dibayarkan oleh pengusaha.
"Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Jumat.
Mahkamah berpendapat bahwa permohonan uji materi ini tidak jelas karena petitum yang dimohonkan tidak sesuai dengan dalil yang disampaikan.
"Pada awalnya pemohon mendalilkan ketidaksinkronan ketentuan Pasal 167 Ayat (3) dengan penjelasan Pasal 167 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan. Namun, dalam petitumnya, pemohon menghendaki agar dalam provisi Mahkamah memberlakukan surut Putusan Mahkamah jika permohonan a quo dikabulkan," kata Hakim Konstitusi Wahiduddin ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.
Mahkamah juga menyatakan jika permohonan pemberlakukan surut dikabulkan, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 47 UU MK.
Dalam pokok permohonan, pemohon juga memohonkan kepada Mahkamah menyatakan Pasal 167 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan belum sejalan dengan UUD 1945 dan perlu disempurnakan.
"Dengan demikian, Mahkamah menimbang tidak jelas apa sesungguhnya yang dimohonkan pemohon," kata Wahiduddin.
Sebelumnya, pemohon menyatakan Pasal 167 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945. Kerugian konstitusional yang dialami oleh pemohon bermula sejak 2013, yakni adanya kekurangan bayar uang pesangon pekerja yang di-PHK karena memasuki usia pensiun.
Pemohon kemudian melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk memperjuangkan haknya, termasuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Akan tetapi, Keputusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 68/PHI.G/2014/PN.JK.PST tanggal 11 September 2014 menolak gugatan pemohon dengan alasan aturan pesangon telah diatur dalam pasal a quo, dan tidak terbukti bahwa tergugat (perusahaan) telah melakukan penyimpangan dalam pemberian uang pesangon. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan amar putusan di Gedung MK RI, Jakarta, Jumat.
Mahkamah berpendapat bahwa permohonan uji materi ini tidak jelas karena petitum yang dimohonkan tidak sesuai dengan dalil yang disampaikan.
"Pada awalnya pemohon mendalilkan ketidaksinkronan ketentuan Pasal 167 Ayat (3) dengan penjelasan Pasal 167 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan. Namun, dalam petitumnya, pemohon menghendaki agar dalam provisi Mahkamah memberlakukan surut Putusan Mahkamah jika permohonan a quo dikabulkan," kata Hakim Konstitusi Wahiduddin ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.
Mahkamah juga menyatakan jika permohonan pemberlakukan surut dikabulkan, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 47 UU MK.
Dalam pokok permohonan, pemohon juga memohonkan kepada Mahkamah menyatakan Pasal 167 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan belum sejalan dengan UUD 1945 dan perlu disempurnakan.
"Dengan demikian, Mahkamah menimbang tidak jelas apa sesungguhnya yang dimohonkan pemohon," kata Wahiduddin.
Sebelumnya, pemohon menyatakan Pasal 167 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945. Kerugian konstitusional yang dialami oleh pemohon bermula sejak 2013, yakni adanya kekurangan bayar uang pesangon pekerja yang di-PHK karena memasuki usia pensiun.
Pemohon kemudian melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk memperjuangkan haknya, termasuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Akan tetapi, Keputusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor 68/PHI.G/2014/PN.JK.PST tanggal 11 September 2014 menolak gugatan pemohon dengan alasan aturan pesangon telah diatur dalam pasal a quo, dan tidak terbukti bahwa tergugat (perusahaan) telah melakukan penyimpangan dalam pemberian uang pesangon. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018