Denpasar (Antaranews Bali) - Entah siapa yang lebih objektif dalam melihat sebuah bangsa, karena kritik datang bertubi-tubi dari dalam negeri kepada republik ini, namun pujian dari luar negeri justru bertubi-tubi pula dialamatkan kepada negara esktra-majemuk ini.

Ya, potret Indonesia menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 untuk memilih calon eksekutif dan legislator serta senator mungkin saja sangat wajar bila ditingkahi debat tiada henti hingga "batas akhir" Pemilu 2019.

Namun, ikhtiar menampilkan potret Indonesia secara objektif agaknya jauh lebih indah dan lebih bermanfaat untuk rakyat, daripada debat politis tiada akhir yang belum tentu bermanfaat. Bagaimanapun mengkritisi itu tidak bisa disamakan dengan menghujat.

Dinamika mengkritisi Sidang Tahunan Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund) dengan Indonesia menjadi tuan rumah yang ditempatkan di Nusa Dua, Bali pada 8-14 Oktober 2018, perlu dikritisi juga.

Perhelatan akbar di bidang ekonomi dan keuangan tingkat dunia itu dihadiri sekitar 34.000 pendaftar dari 189 negara anggota IMF dan Bank Dunia yang juga diikuti belasan ribu pengusaha tingkat dunia dengan persiapan sejak tahun 2014.

Nah, biaya acara ini yang diperkirakan tidak kurang dari Rp855 miliar itu menjadi sumber kritikan atau sorotan segelintir orang. Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli menyetarakan dengan uang asing dengan "harga" pertemuan sekitar 70 juta dolar AS.

Pakar ekonomi ini menyebutkan pertemuan sejenis di negara-negara lain "paling-paling" hanya dengan ongkos 10 juta dolar AS. Tidak hanya itu, ia menyebut anggaran "raksasa" itu seharusnya untuk membantu saudara sebangsa dan se-Tanah Air yang dihantam gempa bumi dan tsunami.

Secara tak langsung, kritik itu ditanggapi Presiden Joko Widodo dalam acara di Universitas Sumatera Utara, Medan, Senin (8/10), bahwa sebagian besar anggaran Pertemuan IMF-Bank Dunia digunakan untuk perbaikan dan pengembangan infrastruktur di Pulau Dewata, Bali, selaku tuan rumah.

Anggaran itu dipakai untuk memperluas apron di Bandara Bali, membuat terowongan di persimpangan yang ada di Bali sehingga tidak macet. "Artinya setelah itu akan kita gunakan terus. Bukan sesuatu yang hilang. Kemudian, annual meeting sebesar itu, 34.000 (orang) yang datang, menjadi rebutan semua negara, karena pasti memiliki dampak, paling tidak memberikan citra yang baik terhadap negara yang dipakai untuk pertemuan itu," kata Jokowi.

Hal itu dibenarkan Gubernur Bali Wayan Koster dalam sambutan pada acara "Doa dan Deklarasi Bali Menyambut Pelaksanaan Annual Meeting IMF-WB 2018" di Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB) Bajra Sandhi, Denpasar, Selasa (18/9).

Selain kepercayaan dunia kepada Bali (Indonesia) sebagai tempat aman yang dipastikan akan meningkat, Gubernur Koster menilai Pulau Dewata juga dipastikan memperoleh banyak manfaat langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa manfaat langsung, di antaranya Bali memperoleh dukungan pembangunan infrastruktur strategis, seperti "Underpass" Simpang Ngurah Rai, pengembangan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, pembangunan Patung Garuda Wisnu Kencana (GWK), dan penanganan TPA Sarbagita.

Untuk manfaat tak langsung yang juga akan terasa adalah peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, penambahan jumlah lapangan kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan promosi dan citra pariwisata Bali secara gratis, yang menjangkau 189 negara di seluruh dunia.

Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyampaikan hitungan teknis terkait dampak strategis yang akan didapat oleh Indonesia, khususnya Bali, sebagai tuan rumah.

Nantinya, kata Luhut, ekonomi Bali akan naik 0,64 persen selama pelaksanaan ajang tahunan ini, perhelatan ini juga akan terciptanya 32.700 lapangan kerja. Memang hal itu tidak akan terwujud dalam sekejab, tapi perlu waktu beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun mendatang.

"Karena itu, kita harus bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan keramahtamahan, kedamaian, dan kesan bagus saat pelaksanaan IMF-WB 2018," ujarnya dalam acara doa bersama yang dipimpin oleh Ida Shri Bhagawan Putra Narha Nawa Wangsa Pemayun itu.

Potret/Paviliun Indonesia

Terlepas dari dinamika kritis yang ada, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde justru melontarkan apresiasi pada Indonesia. Baginya, Indonesia saat ini tidak membutuhkan bantuan maupun pinjaman dari IMF karena kondisi ekonomi dalam keadaan baik.

"Pinjaman dari IMF bukan pilihan, karena ekonomi Indonesia tidak membutuhkannya," kata Lagarde dalam pernyataan yang diterima Antara di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).

Lagarde mengatakan pengelolaan ekonomi Indonesia saat ini telah dilakukan dengan optimal melalui koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia maupun pihak-pihak terkait.

"Ekonomi Indonesia dikelola dengan sangat baik oleh Presiden Jokowi, Gubernur BI Perry Warjiyo, Menteri Sri Mulyani, Menteri Luhut, dan rekan-rekan mereka," ujar Lagarde yang juga menyampaikan belasungkawa atas gempa bumi dan tsunami di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan Palu, Sulawesi Tengah.

Meski mengalami bencana, Lagarde juga memberikan apresiasi kepada pemerintah Indonesia yang tidak membatalkan penyelenggaraan Pertemuan Tahunan di Bali. Baginya, pembatalan bisa menghilangkan kesempatan untuk memperlihatkan kontribusi Indonesia kepada dunia serta menciptakan peluang dan lapangan pekerjaan.

Dengan adanya apresiasi itu, agaknya kehadiran para pejabat Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, beserta 34.000 delegasi dari 189 negara anggota kedua lembaga keuangan dan moneter dunia tersebut, dan sekitar 22 kepala negara atau kepala pemerintahan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Oleh karena itu, pemerintah dan kalangan usaha langsung memanfatkan momentum bersejarah dalam pertemuan IMF-WB itu untuk mengenalkan "potret" Indonesia dalam sektor ekonomi, pariwisata, budaya, dan bahkan lingkungan.

"Dalam pertemuan akan saya coba untuk mendiskusikan bentuk asuransi terhadap terumbu karang sebagai kekayaan dunia ini. Ini `kan tidak hanya kekayaan Indonesia, tetapi termasuk kekayaan dunia," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati setelah menanam terumbu karang di Pantai Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (7/10).

Tak ketinggalan, sejumlah BUMN berusaha menampilkan "capaian pembangunan Indonesia" lewat "Paviliun Indonesia" yang dipamerkan selama pelaksanaan pertemuan IMF-WB di Nusa Dua, Bali, 8-14 Oktober 2018.

"Kami ingin membawa monentum mengenalkan infrastruktur yang dulu terbelakang, sekarang pembangunan Indonesia yang luar biasa," kata Staf Khusus I Menteri BUMN Sahala Lumban Gaol di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (7/10).

Selain menampilkan keberhasilan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya, jalan tol, bandara, pelabuhan, telekomunikasi, industri strategis, paviliun seluas sekitar 2.000 meter persegi itu juga menampilkan sekitar 150 usaha mikro kecil menengah (UMKM) dari 64 pemerintah kabupaten/kota di Indonesia juga memamerkan hasil karyanya.

Ratusan UMKM itu akan menampilkan "potret Indonesia" yang majemuk melalui pembuatan batik, tenun, kerajinan tas, kipas, topeng dan suling serta kerajinan khas Indonesia di area kerajinan dan seni. "Intinya kami ingin menunjukkan kepada masyarakat dunia bahwa persepsinya akan menemukan kembali atau `rediscovery` bagaimana perkembangan Indonesia saat ini," katanya.

Agaknya, potret Indonesia dalam Paviliun Indonesia itu langsung menarik minat delegasi Bank Dunia untuk singgah ke Paviliun Indonesia saat tiba di lokasi forum dunia itu.

Delegasi Bank Dunia Dirk Reinermann mengaku kagum melihat seniman dari Bali yang saat itu sedang memahat kerajinan topeng barong khas Pulau Dewata. "Cara membuat topengnya itu indah sekali, sangat mengesankan. Saya akan beli nanti sebelum saya pulang," ucapnya.

Dirk yang merupakan manajer di Bank Dunia untuk kawasan Eropa bagian selatan itu mengaku terkesan dengan ide pemerintah Indonesia yang memamerkan capaian pembangunan Indonesia, yang dinilainya kini sudah jauh berkembang, berbeda ketika dirinya terakhir ke Bali pada 20 tahun lalu.

"Saya tidak hanya datang untuk menghadiri pertemuan, tetapi saya juga ingin memahami Indonesia," kata pria yang bergabung dengan Bank Dunia sejak 1996 itu saat ditemui di Paviliun Indonesia di area BICC Westin Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin (8/10). (WDY)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018