Singaraja (Antara Bali) - Pejabat Dinas Kehutanan Kabupaten Buleleng mengatakan, ada tujuh desa di wilayah utara Bali itu yang diberi kepercayaan untuk mengelola hutan negara.
"Tujuh desa tersebut sudah diberikan surat keputusan dari Kementerian Kehutanan," kata Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Buleleng Komang Gedeyasa di sela-sela peluncuran model industri kecil kehutanan menuju penerapan aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Singaraja, Jumat.
Dijelaskan, ketujuh desa yang waktu pencanganannya masih belum ditentukan itu, merupakan bagian dari 48 desa yang berbatasan atau dekat dengan kawasan hutan milik negara.
"Saat ini baru tujuh desa yang kami ajukan. Nantinya akan disusul desa lainnya yang juga akan mengelola hutan negara," ujarnya.
Gedeyasa mengatakan, untuk menjaga agar kawasan hutan negara tidak digunakan oleh masyarakat, maka sejak lama dilakukan gerakan menanam untuk hutan lestari (Gema Lestari).
Dalam gerakan itu, pihaknya membentuk kelompok-kelompok yang memiliki hak milik atau mengelola hutan rakyat.
"Setiap desa dibentuk minimal satu kelompok dan nantinya di Kabupaten Buleleng menjangkau 148 desa," katanya menjelaskan.
Dari jumlah tersebut, ucap Gedeyasa, sebanyak 48 desa wilayahnya berbatasan dengan kawasan hutan milik negara.
Kelompok-kelompok tersebut dibentuk dilengkapi "awig-awig" atau aturan adat tentang cara melakukan penebangan hutan yang berlandaskan perda.
Dalam kelompok itu dibuat aturan, sehingga anggota tidak sembarangan menebang pohon. Selain itu, diatur pula mengenai pembatasan jumlah pohon yang ditebang.
"Ada juga dalam aturan itu, setiap anggota kelompok harus menanam pohon sebanyak lima batang setelah menebang satu pohon," katanya.
Selain melakukan pembinaan dan pengawasan kepada kelompok tersebut, Pemkab Buleleng setiap tahun memberikan bantuan sebesar Rp5 juta ke setiap desa serta membagikan ribuan bibit pohon.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Tujuh desa tersebut sudah diberikan surat keputusan dari Kementerian Kehutanan," kata Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Buleleng Komang Gedeyasa di sela-sela peluncuran model industri kecil kehutanan menuju penerapan aturan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Singaraja, Jumat.
Dijelaskan, ketujuh desa yang waktu pencanganannya masih belum ditentukan itu, merupakan bagian dari 48 desa yang berbatasan atau dekat dengan kawasan hutan milik negara.
"Saat ini baru tujuh desa yang kami ajukan. Nantinya akan disusul desa lainnya yang juga akan mengelola hutan negara," ujarnya.
Gedeyasa mengatakan, untuk menjaga agar kawasan hutan negara tidak digunakan oleh masyarakat, maka sejak lama dilakukan gerakan menanam untuk hutan lestari (Gema Lestari).
Dalam gerakan itu, pihaknya membentuk kelompok-kelompok yang memiliki hak milik atau mengelola hutan rakyat.
"Setiap desa dibentuk minimal satu kelompok dan nantinya di Kabupaten Buleleng menjangkau 148 desa," katanya menjelaskan.
Dari jumlah tersebut, ucap Gedeyasa, sebanyak 48 desa wilayahnya berbatasan dengan kawasan hutan milik negara.
Kelompok-kelompok tersebut dibentuk dilengkapi "awig-awig" atau aturan adat tentang cara melakukan penebangan hutan yang berlandaskan perda.
Dalam kelompok itu dibuat aturan, sehingga anggota tidak sembarangan menebang pohon. Selain itu, diatur pula mengenai pembatasan jumlah pohon yang ditebang.
"Ada juga dalam aturan itu, setiap anggota kelompok harus menanam pohon sebanyak lima batang setelah menebang satu pohon," katanya.
Selain melakukan pembinaan dan pengawasan kepada kelompok tersebut, Pemkab Buleleng setiap tahun memberikan bantuan sebesar Rp5 juta ke setiap desa serta membagikan ribuan bibit pohon.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011