Gianyar (Antaranews Bali) - Sebanyak 28 seniman dari berbagai kota di Indonesia menampilkan karya lukisan dan karya tiga dimensi dalam pameran bertajuk "Kama Bang dan Kama Petak" di Bentara Budaya Bali, Kabupaten Gianyar.
"Kama Bang Kama Petak dimaknai sebagai sebuah kesadaran bahwa eksistensi manusia sesungguhnya berasal dari pertemuan dua unsur yang berbeda," kata Made Susanta Dwitanaya, kurator dan pengamat seni rupa, di Gianyar, Selasa.
Selanjutnya, ujar Susanta, dari eksistensi manusia yang dilatarbelakangi oleh dua unsur yang berbeda tersebut bersinergi dan melahirkan harmoni.
Para perupa yang pamerannya dibuka dari 23 September hingga 4 Oktober 2018 itu tergabung dalam MJK atau Malam Jumat Kliwon Art Community.
"Pameran ini merupakan sebuah upaya MJK Art Community untuk merayakan semangat kebersamaan dan keberagamaan, baik dalam proses cipta mereka maupun kehidupan keseharian," ujar Susanta.
"Kama Bang Kama Petak" sendiri juga diyakini ditandai oleh dua unsur hidup yang berbeda namun satu sama lain hakikatnya menyatu, sesuai dengan filosofi yang dihayati masyarakat Bali yaitu "Rwa Bhineda".
Pameran diikuti 28 seniman dari berbagai kota di Indonesia, antara lain Sumatera Barat, Palembang, Medan, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Kediri, Pemalang, Surabaya, juga Bali.
Terdapat 48 karya lukisan dan 4 karya tiga dimensi yang dipamerkan di Bentara Budaya Bali yang beralamat di Jl Prof Ida Bagus Mantra No 88A, Bypass Ketewel, Gianyar itu.
Sementara itu, Wisnu Ari Tjokro, selaku koordinator pameran MJK di Bali, mengungkapkan bahwa pameran ini merupakan kelanjutan dari semangat pameran mereka sebelumnya, yakni "Tulang Rusuk" yang digelar di Bentara Budaya Jakarta tahun lalu.
Ia pun mengungkapkan perjalanan MJK selama hampir 10 tahun dengan segala lika liku dan hiruk pikuknya. "Mencari gagasan untuk tema pameran atau mendapatkan titik temu di setiap perjumpaan, selalu dibutuhkan konsistensi dan energi tak sedikit," ujar Wisnu.
Menilik kembali semangat itu, maka pihaknya harus melihat ke belakang dan memulai mencari kesegaran yang harusnya mengembirakan di masa depan.
Budayawan Bali, Prof Dr I Made Bandem turut pula memberikan pemaknaan atas pameran ini. "Kama Bang dan Kama Petak ini sesungguhnya ada pada diri manusia, sebuah simbolisme Rwa Bhinneda, laki-laki (petak) dan perempuan (bang), atau simbol dari cinta, sebuah tema yang sangat universal," ujarnya.
Setelah melihat pilihan tema tersebut, Bandem meyakini akan ada sesuatu karya besar lahir dari komunitas MJK.
Adapun seniman yang terlibat dalam pameran ini antara lain: Adi Gunawan, Agus Gibbon Priyanto, Agus Putu Suyadnya, Dani Heriyanto, Dedy Sufriadi, Deskhairi, Gusmen Heriadi, Hari Gita, Hayatuddin, I Dewa Made Mustika, I Made Arya Palguna, I Putu Bonuz Sudiana, Iqi Qoror, Jesaya Jerry P, Joni Antara, dan M. Andi Dwi Iskaryanto.
Ada juga Ngakan Putu Agus Arta Wijaya, Norman Hendrasyah, Nyoman Sujana Kenyem, Riki Antoni, Robi Fathoni, Safrul, Seno Andrianto, Suroso Isur, Tjokorda Bagus Wiratmaja, Tofan Muhammad Ali Siregar, Wayan Upadana, dan Wisnu Ari Tjokro. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Kama Bang Kama Petak dimaknai sebagai sebuah kesadaran bahwa eksistensi manusia sesungguhnya berasal dari pertemuan dua unsur yang berbeda," kata Made Susanta Dwitanaya, kurator dan pengamat seni rupa, di Gianyar, Selasa.
Selanjutnya, ujar Susanta, dari eksistensi manusia yang dilatarbelakangi oleh dua unsur yang berbeda tersebut bersinergi dan melahirkan harmoni.
Para perupa yang pamerannya dibuka dari 23 September hingga 4 Oktober 2018 itu tergabung dalam MJK atau Malam Jumat Kliwon Art Community.
"Pameran ini merupakan sebuah upaya MJK Art Community untuk merayakan semangat kebersamaan dan keberagamaan, baik dalam proses cipta mereka maupun kehidupan keseharian," ujar Susanta.
"Kama Bang Kama Petak" sendiri juga diyakini ditandai oleh dua unsur hidup yang berbeda namun satu sama lain hakikatnya menyatu, sesuai dengan filosofi yang dihayati masyarakat Bali yaitu "Rwa Bhineda".
Pameran diikuti 28 seniman dari berbagai kota di Indonesia, antara lain Sumatera Barat, Palembang, Medan, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Kediri, Pemalang, Surabaya, juga Bali.
Terdapat 48 karya lukisan dan 4 karya tiga dimensi yang dipamerkan di Bentara Budaya Bali yang beralamat di Jl Prof Ida Bagus Mantra No 88A, Bypass Ketewel, Gianyar itu.
Sementara itu, Wisnu Ari Tjokro, selaku koordinator pameran MJK di Bali, mengungkapkan bahwa pameran ini merupakan kelanjutan dari semangat pameran mereka sebelumnya, yakni "Tulang Rusuk" yang digelar di Bentara Budaya Jakarta tahun lalu.
Ia pun mengungkapkan perjalanan MJK selama hampir 10 tahun dengan segala lika liku dan hiruk pikuknya. "Mencari gagasan untuk tema pameran atau mendapatkan titik temu di setiap perjumpaan, selalu dibutuhkan konsistensi dan energi tak sedikit," ujar Wisnu.
Menilik kembali semangat itu, maka pihaknya harus melihat ke belakang dan memulai mencari kesegaran yang harusnya mengembirakan di masa depan.
Budayawan Bali, Prof Dr I Made Bandem turut pula memberikan pemaknaan atas pameran ini. "Kama Bang dan Kama Petak ini sesungguhnya ada pada diri manusia, sebuah simbolisme Rwa Bhinneda, laki-laki (petak) dan perempuan (bang), atau simbol dari cinta, sebuah tema yang sangat universal," ujarnya.
Setelah melihat pilihan tema tersebut, Bandem meyakini akan ada sesuatu karya besar lahir dari komunitas MJK.
Adapun seniman yang terlibat dalam pameran ini antara lain: Adi Gunawan, Agus Gibbon Priyanto, Agus Putu Suyadnya, Dani Heriyanto, Dedy Sufriadi, Deskhairi, Gusmen Heriadi, Hari Gita, Hayatuddin, I Dewa Made Mustika, I Made Arya Palguna, I Putu Bonuz Sudiana, Iqi Qoror, Jesaya Jerry P, Joni Antara, dan M. Andi Dwi Iskaryanto.
Ada juga Ngakan Putu Agus Arta Wijaya, Norman Hendrasyah, Nyoman Sujana Kenyem, Riki Antoni, Robi Fathoni, Safrul, Seno Andrianto, Suroso Isur, Tjokorda Bagus Wiratmaja, Tofan Muhammad Ali Siregar, Wayan Upadana, dan Wisnu Ari Tjokro. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018