Denpasar (Antaranews Bali) -  Terdakwa Nyoman Supariyani (50), mantan Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat "KS Bali Agung Sedana" yang melakukan penggelapan dan pemalsuan data kredit nasabah sebesar Rp24,23 miliar, dituntut hukuman delapan tahun penjara.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dewa Budi Watsara di PN Denpasar, Rabu, Jaksa Penuntut Umum Cok Intan Merlani Dewi juga menuntut terdakwa untuk membayar denda Rp5 miliar, subsider tiga bulan kurungan dikurangi terdakwa selama berada di dalam tahanan.

"Perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 49 Ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 juncto Pasal 64 Ayat 1," kata JPU.

Jaksa menilai, perbuatan terdakwa dipandang sebagai perbuatan berlanjut selaku pegawai bank yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan saat menjadi anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam perundang-undangan.

Perbuatan terdakwa yang melakukan pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen/laporan kegiatan usaha dengan memberikan 54 kredit kepada 53 debitur calon tenaga kerja Indonesia mencapai Rp24,23 miliar juga memberatkan tuntutan terdakwa.

"Perbuatan terdakwa dapat merusak perekonomian negara, khususnya dalam bidang perbankan, akibat ditutupnya Bank Perkreditan Rakyat KS Bali Agung Sedana banyak karyawan yang diberhentikan dan kehilangan mata pencarian mereka," ujarnya.

Selain itu, perbuatan terdakwa juga dinilai merugikan para debitur yang namanya digunakan untuk mendapat kredit calon TKI ke Jepang, meskipun menurut terdakwa kreditnya sudah dilunasi. Namun, sertifikat para debitur ini belum dikembalikan hingga saat ini dan debitur yang memiliki sertifikat belum mendapat kepastian atas status sertifikat mereka.

Sebelum disidangkan, terdakwa diundang ke Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) Denpasar terkait pembiayaan calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dihadiri beberapa Lembaga Pengiriman Tenaga Kerja (LPK) untuk bekerja sama dengan BPR.

Saat itu, terdakwa dihubungi Jalaludin selaku Dirut PT Indonesia Human Support Corporate (IHSC) sebagai penyalur tenaga kerja Indonesia agar bisa bekerja di Jepang.

Pada Maret 2014, PT Bank Perkreditan Rakyat KS Bali Agung Sedana (BPR KS BAS) menerima berkas-berkas calon TKI dari staf PT IHSC bernama Arifin yang berisi semua persyarakat untuk pengajuan kredit oleh TKI.

Atas perintah terdakwa, saksi Andreas Ola dan I Gede Renata selaku account officer bersama Titik Juniarti selaku legal dan apraisal serta DON GASPAR HERY DVG didampingi Jalaludin selaku pimpinan PT IHSC melakukan survei di beberapa daerah seperti Bali, Jawa dan Lombok untuk menanyakan kepada calon debitur berapa jumlah kredit yang dibutuhkan.

Berdasarkan hasil survei itu, rata-rata debitur mengajukan permohonan dana untuk biaya keberangkatan sebagai TKI ke Jepang sebanyak Rp60 juta hingga Rp75 juta. Kemudian hasil survei itu dilaporkan kepada terdakwa.

Kemudian, terdakwa memerintahkan saksi Titik untuk meningkatkan jumlah plafon kredit yang rata-rata Rp60 juta hingga Rp75 juta menjadi Rp450 juta. Hal itu disampaikan terdakwa Titik, mengingat penghasilan calon debitur sebagai TKI mendata upah 151.200 yen atau sekitar Rp18 juta hingga Rp20 juta per bulan.

Pelecehan seksual
Dalam waktu yang sama (5/9), Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa Welem Missa (34) dengan hukuman akumulasi selama sembilan tahun penjara, karena melakukan pelecehan seksual terhadap dua orang korban di sebuah kos Wilayah Denpasar.

Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Wayan Kawisada di PN Denpasar, Rabu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rika, terdakwa terlebih dahulu dituntut hukuman enam tahun kurungan, karena melakukan pelecehan dan pencabul terhadap korban berinisial WS (14).

"Terdakwa wajib membayar denda Rp1 miliar, subsider tiga bulan kurungan kurungan karena melanggar Pasal 82 Ayat 1 jo Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak," kata jaksa.

Dalam berkas selanjutnya, terdakwa kembali dituntutan hukuman tiga tahun penjara karena melakukan pelecehan terhadap korban berinisial NS (53) dan terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 289 KUHP.

"Untuk kasus kedua ini, terdakwa terbukti bersalah melakukan kekerasan dan memaksa untuk melakukan aksi cabul," kata jaksa.

Akibat perbuatannya, terdakwa dikenakan tuntutan total keseluruhan selama sembilan tahun penjara, karena perbuatan terdakwa membuat saksi korban WS dan NS mengalami trauma. (ed)

Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018