Denpasar (Antaranews Bali) - Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Denpasar, Bali,  secara tegas menolak gugatan warga terhadap Keputusan Gubernur Bali tentang izin lingkungan hidup pembangunan PLTU Celukan Bawang 2x330 megawatt (MW).

Dalam sidang yang dipimpinnya, Ketua Majelis Hakim AK Setiyono menilai gugatan para penggugat tidak dapat diterima, karena identitas pengugata satu, penggugat dua, dan penggugat tiga kabur. "Gugatan para penggugat tidak memenuhi Pasal 1 Ayat 4," ujar Setiyono.

Majelis Hakim juga berpendapat, dalam hal penundaan, menolak permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa yang diajukan para penggugat. Kemudian dalam hal eksepsi, Majelis Hakim menerima eksepsi Tergugat II Intervensi tentang para penggugat yang tidak memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan.

Sementara dalam pokok sengketa, menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima dan penggugat dihukum membayar biaya perkara. "Menyatakan gugatan para penggugat ditolak. Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp354.500," kata hakim.

Mendengar putusan penolakan dari hakim itu, Wayan Gendo Suardana, selaku tim kuasa hukum dari LBH Bali mengatakan, pertimbangan ini mencerminkan kegagalan hakim menerapkan maksud dan tujuan dari hukum lingkungan hidup dalam melakukan pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

"Pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan termasuk mencegah potensi dampak yang akan terjadi dikemudian hari, meskipun proyeknya belum berjalan," ujar Wayan Gendo Suardana dalam siaran persnya.

Keberpihakan Hakim terhadap Tergugat dan Tergugat II Intervensi semakin jelas ketika seluruh pertimbangan hukumnya hanya mengutip keterangan saksi dari pihak Tergugat II Intervensi dan sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan saksi dari pihak penggugat.

Salah satu contohnya, tangkapan ikan dari penggugat nelayan yang menurun drastis telah kita buktikan melalui keterangan saksi dari para nelayan yang dihadirkan penggugat. "Mereka semuanya menyatakan bahwa hal ini terjadi sejak PLTU Celukan Bawang I berdiri, dan sudah dilaporkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Buleleng," ujarnya.

Namun sebaliknya hakim menyatakan tangkapan nelayan bertambah banyak yang berdasarkan keterangan saksi pihak tergugat II intervensi. "Dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara, alat bukti surat memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan Keterangan Saksi," ujar Gendo.

Ia menilai, dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara, alat bukti surat memiliki kekuatan hukum yang lebih tinggi dibandingkan keterangan saksi.

Direktur YLBHI-LBH Bali, Dewa Putu Adnyana dalam siaran persnya menambahkan, putusan ini sangat tidak berkeadilan, bahkan sangat berpihak terhadap tergugat, karena hakim dalam pertimbangan hukumnya hanya menggunakan keterangan saksi dan ahli dari pihak tergugat II intervensi.

Sebelumnya, sidang gugatan dimulai pada 6 Maret 2018 yang lalu terhadap SK Gubernur Bali Izin Lingkungan Hidup Pembangunan PLTU Celukan Bawang 2x330 MW yang dikeluarkan pada 28 April 2017.

Gugatan warga terhadap Gubernur Bali tentang SK Nomor 660.3/3985/IV-A/DISMPT tentang izin lingkungan PLTU Celukan Bawang sudah didaftarkan pada PTUN 24 Januari 2018 yang lalu.

Gugatan ini dilakukan oleh para warga yang terdampak di sekitar lokasi PLTU Celukan Bawang, termasuk dari Greenpeace Indonesia. Selain tidak mendapatkan sosialisasi sejak tahun 2015, warga menilai terdapat beberapa ketidaksesuaian prosedur pembangunan termasuk penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkingan (AMDAL) yang tidak melibatkan publik. (ed)

Pewarta: I Made Surya Wirantara Putra

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018