Singaraja (Antaranews Bali) - Petani cengkih di Kabupaten Buleleng tahun ini memulai panen raya setelah produksi komoditas rempah itu sempat mengalami anjlok selama periode tahun 2015-2017.
     
"Dari pengamatan di lapangan tahun ini cuaca cukup bagus jadi kami optimistis produksi meningkat dibandingkan tahun lalu," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng Nyoman Genep di Desa Selat, Kabupaten Buleleng, Bali, Sabtu. 
     
Menurut dia, luas lahan perkebunan cengkih di Buleleng mencapai sekitar 7.800 hektare yang tersebar di tujuh kecamatan di Bali Utara itu atau mendukung hampir 50 persen dari total potensi di Pulau Dewata. 
     
Sektor pertanian dan perkebunan termasuk cengkih di antaranya, lanjut dia, menyokong 22,68 persen bagi pendapatan domestik regional bruto Pemkab Buleleng tahun 2016. 
     
Dia menjelaskan produksi cengkih tahun 2015 mencapai sekitar 4.000 ton kemudian menyusut tahun 2016 menjadi sekitar 2.354 ton dan tahun 2017 menurun drastis mencapai sekitar 251 ton. 
     
"Sebagian besar dipengaruhi iklim yang mempengaruhi pembungaan cengkih. Faktor lain para petani setelah panen sebelumnya kurang optimal merawat kembali perkebunan cengkihnya," ucapnya. 
     
Salah satu sentra panen raya cengkih di Buleleng yakni di Banjar (Dusun) Dinas Wita Jati di Desa Selat, Kecamatan Sukasada.
     
Di desa bersuhu sejuk itu, dihuni oleh sekitar 8.335 jiwa yang 80 persen di antaranya menggantungkan hidupnya di sektor perkebunan cengkih. 
     
Salah satu petani cengkih Ketut Nara memperkirakan panen raya tahun ini bisa memproduksi lebih dari 1,3 ton dari lahan kurang dari satu hektare miliknya di dusun yang terletak di ketinggian 200-900 meter di atas permukaan laut itu.
     
Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 850 kilogram karena terdampak cuaca buruk. 
     
Optimisme peningkatan produksi cengkih itu, kata dia, karena sejumlah petani di desa itu mendapatkan pembinaan dari CV Agro Cita Mandiri yang merupakan mitra kerja salah satu perusahaan rokok Tanah Air. 
     
"Kami diajarkan teknik pemeliharaan, pembersihan lumut dan sanitasi untuk menghindari penyakit," ucapnya. 
     
Mereka juga dilatih untuk menerapkan standar keamanan saat memetik bunga cengkih termasuk menggunakan "salok" yakni karung memanjang yang dimodifikasi untuk mengurangi beban pemetik.
     
Komoditas asli Indonesia itu kemudian langsung masuk karung sehingga menjaga kebersihan rempah tersebut karena tidak bersentuhan langsung dengan tanah. 
     
Cengkih yang sudah dipetik kemudian dipisahkan antara tangkai dan inti cengkih untuk selanjutnya dijemur sekitar 4-5 hari tergantung cuaca. 
     
Satu kilogram cengkih kering, kata dia, harganya mencapai sekitar Rp95 ribu yang dipasok ke pemasok untuk didistribusikan ke beberapa industri, sebagian besar masuk ke pabrik rokok. 
     
Perwakilan dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono mengatakan cengkih merupakan salah satu bahan baku industri rokok. 
     
Dari 100 persen rokok yang diproduksi di Indonesia, kata dia, 93 persen di antaranya merupakan rokok kretek dengan komposisi 80-90 persen berbahan baku cengkih. 
     
"Kontribusi sektor tembakau cukup besar mencapai Rp170 triliun tahun 2017," kata Ketua Departemen Media Center AMTI itu. (*)

Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018