Singaraja (Antara Bali) - Pihak kepolisian Resor Kabupaten Buleleng, Bali, memulai babak baru dalam menangani kasus pembakaran di Desa Lemukih, Kecamatan Sawan, yang berlangsung pada tanggal 22 Oktober 2010 silam dengan menetapkan enam orang sebagai tersangka.

Kasat Reskrim Polres Buleleng, AKP Wayan Suarda didampingi Kepala Sub Bagian Hubungan Kemasyarakatan (Kasubag Humas) AKP Ketut Wedastra ketika dikonfirmasi ANTARA, Kamis.

Ia mengatakan, enam tersangka sementara dijerat dengan pasal 187 KUHP dan empat orang kini berada di Lapas Singaraja karena sudah mendapat keputusan tetap dari Pengadilan Negeri Singaraja karena melanggar pasal 170 KUHP," ujar Suarda.

Peristiwa pembakaran rumah warga di Desa Lemukih pada tanggal 5 sampai 22 Oktober 2010 menyebabkan sekitar 20 orang warga masuk penjara setelah melalui sidang di Pengadilan Negeri Singaraja.

Konflik di kawasan itu akibat sengketa tanah antara kelompok warga yang mensertifikatkan tanah adat menjadi hak milik dengan kelompok adat yang menginginkan lahan tersebut dikembalikan.

Empat tersangka dalam babak baru yang kini sudah menjalani putusan dalam perkara sebelumnya masing-masing Gede Rediana, Ketut Sudiarta, Made Redita, dan Gede Kariana.

"Dua orang lainnya masing-masing berinisial MS, dan MR kini masih berada di luar tahanan. Kami sudah layangkan surat panggilan dan Senin tanggal 8 Agustus 2011 dipanggil untuk diperiksa," kata Suarda.

Dikonfirmasi terkait penggunaan pasal 170 KUHP dengan Pasal yang 187 dalam episode baru dengan peristiwa diwaktu yang sama serta tersangka yang juga tak jauh berbeda, Suarda mengatakan kasus tersebut baru sebatas dugaan dan telah masuk ke tahap penyidikan.

Di sisi lain, I Gede Artha SH MH, selaku akademisi di Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar ketika dikonfirmasi ANTARA lewat telepon mengatakan, ada asas yang dikenal dalam hukum yakni "Nebis In Idem".

"Maksud asas tersebut (Nebis In Idem) adalah asas yang melarang orang untuk dihukum atau di adili kedua kalinya dalam tindak pidana yang sama," ujar Artha.

Seharusnya, lanjut Artha, pasal 187 KUHP tersebut dimasukan dalam dakwaan pertama sehingga terjadi penggabungan tindak pidana sebagaimana yang disebutkan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

Jika proses hukum tetap dilanjutkan, tentu akan menjadi pertanyaan besar maksud dan tujuan dibalik langkah hukum dan muatan kepentingan lain di luar penegakan supremasi hukum, imbuh Artha.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011