Denpasar (Antaranews Bali) - Duta dari Kota Denpasar mengikuti parade wayang kulit pada ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40, guna melestarikan seni budaya di kota setempat.
Koordinator Parade Wayang Kulit Duta Kota Denpasar, I Made Gede Wira Bhuana Putra di Denpasar, Kamis, mengatakan pada pagelaran kali ini mengangkat cerita perjalanan Brahmana Keling di Bali sebagai cikal-bakal Dalem Sidhakarya.
"Sesuai dengan kearifan lokal dan cerita rakyat Bali bahwa di Denpasar terdapat sebuah desa yang menjadi saksi perjalanan Brahmana Keling, yakni Desa Sidhakarya," katanya.
Dalam cerita tersebut, keberadaan Desa Sidhakarya inilah yang dulunya bernama Bandana Negara yang merupakan Pasraman Brahmana Keling. Disanalah Brahmana Keling menerima permintaan maaf dari Dalem Waturenggong karena telah mengusir saudaranya sendiri dari Pura Besakih ketika itu yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan ritual "Karya Eka Dasa Ludra", yakni sebuah ritual keagamaan yang dilakukan setiap 100 tahun sekali.
Sekembalinya Brahmana Keling dengan mengucapkan japa mantra maka Upacara Eka Dasa Ludra dapat dilaksanakan kembali bersamaan dengan upacara Nangluk Mrana, karena sebelumnya Bali pernah mengalami kegeringan dan kekeringan.
"Atas jasa Brahmana Keling yang telah menyukseskan upacara tersebut maka mulai saat itu pula Brahma Keling bergelar Dalem Sidakarya dan pasramanya di Bandana Negara kini dikenal dengan Desa Sidhakarya," ujarnya.
Terkait dengan persiapan pementasan wayang tersebut, Wira Bhuana mengaku telah melaksanakan persiapan sejak enam bulan bersama Sanggar Suara Mekar Banjar Antap Panjer selaku pendukung pementasan .
"Kalau melihatan tingkat kesulitan tidak terlalu, karena rentang waktu latihan juga cukup panjang, sehingga materi yang dibawakan dapat secara maksimal," ujarnya.
Sementara, ki dalang duta Kota Denpasar, I Wayan Ary Putra Negara mengaku bangga mampu mengabdikan ilmunya kepada Kota Denpasar sebagai seorang seniman wayang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Koordinator Parade Wayang Kulit Duta Kota Denpasar, I Made Gede Wira Bhuana Putra di Denpasar, Kamis, mengatakan pada pagelaran kali ini mengangkat cerita perjalanan Brahmana Keling di Bali sebagai cikal-bakal Dalem Sidhakarya.
"Sesuai dengan kearifan lokal dan cerita rakyat Bali bahwa di Denpasar terdapat sebuah desa yang menjadi saksi perjalanan Brahmana Keling, yakni Desa Sidhakarya," katanya.
Dalam cerita tersebut, keberadaan Desa Sidhakarya inilah yang dulunya bernama Bandana Negara yang merupakan Pasraman Brahmana Keling. Disanalah Brahmana Keling menerima permintaan maaf dari Dalem Waturenggong karena telah mengusir saudaranya sendiri dari Pura Besakih ketika itu yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan ritual "Karya Eka Dasa Ludra", yakni sebuah ritual keagamaan yang dilakukan setiap 100 tahun sekali.
Sekembalinya Brahmana Keling dengan mengucapkan japa mantra maka Upacara Eka Dasa Ludra dapat dilaksanakan kembali bersamaan dengan upacara Nangluk Mrana, karena sebelumnya Bali pernah mengalami kegeringan dan kekeringan.
"Atas jasa Brahmana Keling yang telah menyukseskan upacara tersebut maka mulai saat itu pula Brahma Keling bergelar Dalem Sidakarya dan pasramanya di Bandana Negara kini dikenal dengan Desa Sidhakarya," ujarnya.
Terkait dengan persiapan pementasan wayang tersebut, Wira Bhuana mengaku telah melaksanakan persiapan sejak enam bulan bersama Sanggar Suara Mekar Banjar Antap Panjer selaku pendukung pementasan .
"Kalau melihatan tingkat kesulitan tidak terlalu, karena rentang waktu latihan juga cukup panjang, sehingga materi yang dibawakan dapat secara maksimal," ujarnya.
Sementara, ki dalang duta Kota Denpasar, I Wayan Ary Putra Negara mengaku bangga mampu mengabdikan ilmunya kepada Kota Denpasar sebagai seorang seniman wayang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018