Negara, (Antaranews Bali) - Ratusan nelayan Kabupaten Jembrana, Bali bersama Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur menyampaikan protes terkait rumpon di tengah laut.
Saat bertemu instansi terkait di Kantor Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Rabu mereka mengatakan, rumpon milik pengusaha besar kapal di tengah laut diduga kuat menjadi penyebab tidak adanya ikan di Selat Bali.
"Dari pembukuan perahu saya, sudah sekitar 2,5 tahun nelayan yang melaut di Selat Bali mengalami paceklik. Informasi antar nelayan, ada rumpon di tengah laut milik pengusaha besar," kata Sakirin, tokoh nelayan Pengambengan.
Ia mengatakan, rumpon yang dipasang pengusaha tersebut berada di pintu masuk ikan ke Selat Bali dari samudera lepas, sehingga diduga kuat menjadi salah satu penyebab paceklik.
Berdasarkan informasi sesama nelayan, setelah mengangkut ikan dari rumpon, kapal sandar di wilayah Pantai Meneng, Kabupaten Banyuwangi.
"Informasi itu sudah saya cek ke Meneng, dan memang benar banyak kapal-kapal besar sandar disana. Kalau hal ini tidak dicegah, nelayan lokal seperti kami hanya menjadi penonton saja," katanya.
Menanggapi keluhan nelayan ini, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Jembrana Made Widiana mengimbau, meskipun marah dengan keberadan rumpon, nelayan agar tidak bertindak anarkhis.
Menurutnya, rumpon merupakan salah satu alat untuk mengumpulkan ikan, yang juga diatur dalam penggunaannya.
"Harus dicek dulu apakah pemasangan rumpon itu sudah memiliki izin sebagaimana mestinya, serta apakah alat yang dipasang termasuk alat yang melanggar atau tidak," katanya.
Dalam kesempatan ini ia justru mengimbau nelayan lokal untuk mengubah cara tangkap mereka, dengan menjaga bibit ikan agar tidak habis terkuras jaring.
Ia mengungkapkan, masih banyak nelayan perahu selerek yang menggunakan mata jaring ukuran tiga seperempat inci, padahal sesuai aturannya harusnya mata jaring memiliki ukuran satu inci.
Anggota Komisi B DPRD Jembrana Firlinand Taufik yang hadir dalam pertemuan ini juga mengimbau nelayan tidak anarkhis, yang apabila ada pelanggaran hukum oleh pengusaha rumpon agar berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
"Agar secara kelembagaan kami bisa membantu nelayan untuk menyampaikan aspirasi ini ke jenjang yang lebih tinggi, saya undang nelayan untuk datang ke DPRD," katanya.
Pertemuan yang berlangsung mulai pukul 10.00 wita ini sempat beberapakali memanas, saat nelayan mengungkapkan uneg-unegnya terkait rumpon tersebut.
Umar, salah seorang nelayan dari Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi mengatakan, sekitar satu bulan lalu ratusan nelayan di daerahnya juga melakukan pertemuan untuk membahas masalah yang sama.
Menurutnya, jika pemerintah cepat tanggap dengan keluhan nelayan, mereka tidak perlu sampai harus melakukan pertemuan seperti di Kantor Desa Pengambengan.
"Di Muncar masalah ini sudah kami sampaikan kepada instansi terkait, tapi soal rumpon itu katanya merupakan wewenang pemerintah pusat. Kalau dalam waktu dekat tidak ada penyelesaian, kami sudah berencana untuk berangkat langsung ke Jakarta bertemu Menteri Susi," katanya.
Setelah bermusyawarah diselingi dengan perdebatan, termasuk muncul usulan seluruh nelayan untuk menghadang kapal rumpon, akhirnya disepakati mereka akan bersurat ke pemilik kapal untuk menghentikan operasinya.
Sakirin mengatakan, dalam surat itu harus tegas diperingatkan kepada pemilik kapal, jika nelayan tradisional marah terhadap pemasangan rumpon yang menyebabkan ikan tidak bisa masuk ke Selat Bali.
Sementara petugas dari Pengawasan Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan Noven Setiawan minta nelayan memberikan koordinat rumpon tersebut, untuk ditelusuri dengan satelit.
Sebelum pertemuan, Basar, salah seorang nelayan mengatakan, rumpon ini terletak jauh ke tengah laut yang tidak mampu dijangkau nelayan yang melaut dengan menggunakan perahu selerek.
"Bisa satu hari satu malam perjalanan kesana kalau menggunakan perahu selerek. Memang lokasi perairan yang dipasang rumpon itu menghubungkan Selat Bali dengan laut lepas sebagai tempat lalu lalang ikan," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Saat bertemu instansi terkait di Kantor Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Rabu mereka mengatakan, rumpon milik pengusaha besar kapal di tengah laut diduga kuat menjadi penyebab tidak adanya ikan di Selat Bali.
"Dari pembukuan perahu saya, sudah sekitar 2,5 tahun nelayan yang melaut di Selat Bali mengalami paceklik. Informasi antar nelayan, ada rumpon di tengah laut milik pengusaha besar," kata Sakirin, tokoh nelayan Pengambengan.
Ia mengatakan, rumpon yang dipasang pengusaha tersebut berada di pintu masuk ikan ke Selat Bali dari samudera lepas, sehingga diduga kuat menjadi salah satu penyebab paceklik.
Berdasarkan informasi sesama nelayan, setelah mengangkut ikan dari rumpon, kapal sandar di wilayah Pantai Meneng, Kabupaten Banyuwangi.
"Informasi itu sudah saya cek ke Meneng, dan memang benar banyak kapal-kapal besar sandar disana. Kalau hal ini tidak dicegah, nelayan lokal seperti kami hanya menjadi penonton saja," katanya.
Menanggapi keluhan nelayan ini, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cabang Jembrana Made Widiana mengimbau, meskipun marah dengan keberadan rumpon, nelayan agar tidak bertindak anarkhis.
Menurutnya, rumpon merupakan salah satu alat untuk mengumpulkan ikan, yang juga diatur dalam penggunaannya.
"Harus dicek dulu apakah pemasangan rumpon itu sudah memiliki izin sebagaimana mestinya, serta apakah alat yang dipasang termasuk alat yang melanggar atau tidak," katanya.
Dalam kesempatan ini ia justru mengimbau nelayan lokal untuk mengubah cara tangkap mereka, dengan menjaga bibit ikan agar tidak habis terkuras jaring.
Ia mengungkapkan, masih banyak nelayan perahu selerek yang menggunakan mata jaring ukuran tiga seperempat inci, padahal sesuai aturannya harusnya mata jaring memiliki ukuran satu inci.
Anggota Komisi B DPRD Jembrana Firlinand Taufik yang hadir dalam pertemuan ini juga mengimbau nelayan tidak anarkhis, yang apabila ada pelanggaran hukum oleh pengusaha rumpon agar berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
"Agar secara kelembagaan kami bisa membantu nelayan untuk menyampaikan aspirasi ini ke jenjang yang lebih tinggi, saya undang nelayan untuk datang ke DPRD," katanya.
Pertemuan yang berlangsung mulai pukul 10.00 wita ini sempat beberapakali memanas, saat nelayan mengungkapkan uneg-unegnya terkait rumpon tersebut.
Umar, salah seorang nelayan dari Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi mengatakan, sekitar satu bulan lalu ratusan nelayan di daerahnya juga melakukan pertemuan untuk membahas masalah yang sama.
Menurutnya, jika pemerintah cepat tanggap dengan keluhan nelayan, mereka tidak perlu sampai harus melakukan pertemuan seperti di Kantor Desa Pengambengan.
"Di Muncar masalah ini sudah kami sampaikan kepada instansi terkait, tapi soal rumpon itu katanya merupakan wewenang pemerintah pusat. Kalau dalam waktu dekat tidak ada penyelesaian, kami sudah berencana untuk berangkat langsung ke Jakarta bertemu Menteri Susi," katanya.
Setelah bermusyawarah diselingi dengan perdebatan, termasuk muncul usulan seluruh nelayan untuk menghadang kapal rumpon, akhirnya disepakati mereka akan bersurat ke pemilik kapal untuk menghentikan operasinya.
Sakirin mengatakan, dalam surat itu harus tegas diperingatkan kepada pemilik kapal, jika nelayan tradisional marah terhadap pemasangan rumpon yang menyebabkan ikan tidak bisa masuk ke Selat Bali.
Sementara petugas dari Pengawasan Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan Noven Setiawan minta nelayan memberikan koordinat rumpon tersebut, untuk ditelusuri dengan satelit.
Sebelum pertemuan, Basar, salah seorang nelayan mengatakan, rumpon ini terletak jauh ke tengah laut yang tidak mampu dijangkau nelayan yang melaut dengan menggunakan perahu selerek.
"Bisa satu hari satu malam perjalanan kesana kalau menggunakan perahu selerek. Memang lokasi perairan yang dipasang rumpon itu menghubungkan Selat Bali dengan laut lepas sebagai tempat lalu lalang ikan," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018