Denpasar (Antaranews Bali) - Pemerintah Kota Denpasar, Bali, menyelenggarakan penataran selama tiga hari, 23-25 April bagi "pemangku dan serati banten", yakni para pemimpin ritual keagamaan dan pembuat sesaji umat Hindu.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram di Denpasar, Senin, mengatakan pelatihan bagi "pemangku dan serati banten" itu bertujuan meningkatkan pemahaman nilai-nilai filosofi upakara (sesajen) serta meningkatkan pemahaman filosofi dari upacara keagamaan di Pulau Dewata.
Ia mengatakan kegiatan tersebut telah menjadi agenda rutinitas Pemkot Denpasar yang melibatkan para pemimpin ritual keagamaan dan pembuat sesaji yang selalu tidak pernah terlepas dari tugas pemimpin "upacara yadnya" di pura atau di rumah warga.
Menurut Ngurah Mataram, kegiatan tersebut sangat tepat karena seorang "pemangku" adalah sosok yang mengemban ajaran-ajaran dharma (agama), sehingga diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada umat.
Hal yang sama juga menjadi peran bagi para pembuat sesaji yang menjadi satu kesatuan dalam pelaksanaan upacara "yadnya", karena dalam upacara pada dasarnya salah satu dari tiga kerangka agama Hindu, yakni Tattwa, Susila dan Upakara.
"Untuk itu saya merasa bahagia terselenggaranya acara tersebut. Kegiatan ini juga merupakan momentum para `pemangku` dalam menyamakan persepsi dan meningkatkan komunikasi menjalankan kewajiban sebagai pelayan masyarakat," ujarnya.
Ketua Panitia Dewa Ketut Adi Putra mengatakan, kegiatan rutin dari Pemerintah Kota Denpasar tersebut diikuti oleh perwakilan masing-masing desa pakraman (adat) di Denpasar.
Menurut dia, penataran tersebut diikuti sebanyak 80 orang peserta yaitu 40 orang "pemangku" dan 40 orang "serati banten" yang diisi oleh tujuh narasumber, yakni Ida Pedanda Wayahan Wanasari, Ida Pedanda Istri Wayahan Wanasari, Ida Pandhita Dukuh Acharya Dhaksa, Drs. Cok Putra Wisnu Wardana MSi, I Nyoman Dayu S.Ag MSi, Prof. Dr I Made Surada MA, dan Ida Bagus Bhuda Yoga.
Dengan terselenggaranya kegiatan itu, Dewa Adi berharap para "serati dan pemangku" nantinya dapat memberikan satu pemahaman yang benar kepada masyarakat karena pelaksanaan upacara agama itu bukan merupakan pemborosan.
"Dengan memberikan pemahaman tentang hakekat upakara yang benar, sehingga masyarakat tidak lagi berpikir bahwa upacara itu menghambur-hamburkan uang dan sebagainya. Tetapi yang paling penting mereka bisa memahami hakekat nilai-filosofis tentang pelaksanaan upacara itu sendiri," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram di Denpasar, Senin, mengatakan pelatihan bagi "pemangku dan serati banten" itu bertujuan meningkatkan pemahaman nilai-nilai filosofi upakara (sesajen) serta meningkatkan pemahaman filosofi dari upacara keagamaan di Pulau Dewata.
Ia mengatakan kegiatan tersebut telah menjadi agenda rutinitas Pemkot Denpasar yang melibatkan para pemimpin ritual keagamaan dan pembuat sesaji yang selalu tidak pernah terlepas dari tugas pemimpin "upacara yadnya" di pura atau di rumah warga.
Menurut Ngurah Mataram, kegiatan tersebut sangat tepat karena seorang "pemangku" adalah sosok yang mengemban ajaran-ajaran dharma (agama), sehingga diharapkan mampu memberikan pencerahan kepada umat.
Hal yang sama juga menjadi peran bagi para pembuat sesaji yang menjadi satu kesatuan dalam pelaksanaan upacara "yadnya", karena dalam upacara pada dasarnya salah satu dari tiga kerangka agama Hindu, yakni Tattwa, Susila dan Upakara.
"Untuk itu saya merasa bahagia terselenggaranya acara tersebut. Kegiatan ini juga merupakan momentum para `pemangku` dalam menyamakan persepsi dan meningkatkan komunikasi menjalankan kewajiban sebagai pelayan masyarakat," ujarnya.
Ketua Panitia Dewa Ketut Adi Putra mengatakan, kegiatan rutin dari Pemerintah Kota Denpasar tersebut diikuti oleh perwakilan masing-masing desa pakraman (adat) di Denpasar.
Menurut dia, penataran tersebut diikuti sebanyak 80 orang peserta yaitu 40 orang "pemangku" dan 40 orang "serati banten" yang diisi oleh tujuh narasumber, yakni Ida Pedanda Wayahan Wanasari, Ida Pedanda Istri Wayahan Wanasari, Ida Pandhita Dukuh Acharya Dhaksa, Drs. Cok Putra Wisnu Wardana MSi, I Nyoman Dayu S.Ag MSi, Prof. Dr I Made Surada MA, dan Ida Bagus Bhuda Yoga.
Dengan terselenggaranya kegiatan itu, Dewa Adi berharap para "serati dan pemangku" nantinya dapat memberikan satu pemahaman yang benar kepada masyarakat karena pelaksanaan upacara agama itu bukan merupakan pemborosan.
"Dengan memberikan pemahaman tentang hakekat upakara yang benar, sehingga masyarakat tidak lagi berpikir bahwa upacara itu menghambur-hamburkan uang dan sebagainya. Tetapi yang paling penting mereka bisa memahami hakekat nilai-filosofis tentang pelaksanaan upacara itu sendiri," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018