Negara (Antara Bali) - Untuk memulihkan kondisi ribuan hektare lahan coklat di Kabupaten Jembrana yang terserang hama dan penyakit, Dinas Pertanian, Kehutanan Dan Kelautan setempat melakukan gerakan nasional penanaman coklat.
Setelah berkeliling di beberapa desa, Kamis, giliran petani di Subak Sekar Wangi, Dusun Sekar Kejula, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo yang dikunjungi dinas tersebut bersama Dinas Perkebunan Provinsi Bali.
Para petani mendapatkan penyuluhan untuk memelihara coklat mulai dari sanitasi, sarungnisasi pada buah coklat hingga peremajaan tanaman.
Dengan perawatan yang benar diharapkan, petani dapat memperoleh hasil panen yang maksimal dan tanaman coklat terhindar dari serangan hama serta penyakit.
Dalam penyuluhan yang dihadiri Ketua Komisi B DPRD Jembrana, Nyoman S Kusumayasa serta staf ahli Pemkab Jembrana I Ketut Sugiana, Kadis Perkebunan Provinsi Bali, I Made Sudarta mengatakan, produksi coklat anjlok akibat cuaca yang tidak menentu.
Menurut Sudarta, produksi coklat di Bali mengalami penurunan hingga 50 persen dan gairah petani untuk menanam produk pertanian itu turun drastis karena serangan hama dan penyakit yang cukup hebat.
Untuk menghadapi serangan hama dan penyakit, Sudarta mengatakan, harus dilakukan gerakan serentak pengendalian hama dan penyakit coklat.
"Jika penanganannya tidak serentak, susah untuk memberantas hama dan penyakit coklat. Jadi harus dilakukan bersama-sama per subak sehingga hama dan penyakitnya benar-benar musnah," kata Sudarta.
Untuk melaksanakan program ini, Sudarta minta petugas penyuluh lapangan (PPL) bekerja lebih keras dengan melakukan pendampingan kepada petani.
"Saya tahu jumlah PPL tidak sebanding dengan luas lahan pertanian yang mesti didampingi, tapi kerja maksimal tetap harus dilakukan," ujar Sudarta.
Sedangkan Kelian Subak Sekar Wangi, I Ketut Wiadnyana mengatakan, produksi buah coklat di kebunnya saat ini hanya mencapai sepuluh kilogram per hektarenya.
Dengan produksi yang memprihatinkan itu, ia mengaku kebingungan antara mempertahankan pohon coklat miliknya atau menggantinya dengan komoditi pertanian lainnya.
Menurut Wiadnyana, pada tahun 2005, kebun miliknya mampu menghasilkan 200 kilogram coklat untuk tiap hektarenya dengan 15 hari sekali panen.
Di Subak Sekar Wangi sendiri terdapat 31.263 pohon coklat di lahan seluas 213 hektare.
"Apa gunanya kalau hanya jumlah pohonnya banyak tapi tidak ada buah yang bisa dipanen, makanya saya tidak heran jika petani menebang pohon coklat dan menggantinya dengan komiditi pertanian lainnya," kata Wiadnyana.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Setelah berkeliling di beberapa desa, Kamis, giliran petani di Subak Sekar Wangi, Dusun Sekar Kejula, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo yang dikunjungi dinas tersebut bersama Dinas Perkebunan Provinsi Bali.
Para petani mendapatkan penyuluhan untuk memelihara coklat mulai dari sanitasi, sarungnisasi pada buah coklat hingga peremajaan tanaman.
Dengan perawatan yang benar diharapkan, petani dapat memperoleh hasil panen yang maksimal dan tanaman coklat terhindar dari serangan hama serta penyakit.
Dalam penyuluhan yang dihadiri Ketua Komisi B DPRD Jembrana, Nyoman S Kusumayasa serta staf ahli Pemkab Jembrana I Ketut Sugiana, Kadis Perkebunan Provinsi Bali, I Made Sudarta mengatakan, produksi coklat anjlok akibat cuaca yang tidak menentu.
Menurut Sudarta, produksi coklat di Bali mengalami penurunan hingga 50 persen dan gairah petani untuk menanam produk pertanian itu turun drastis karena serangan hama dan penyakit yang cukup hebat.
Untuk menghadapi serangan hama dan penyakit, Sudarta mengatakan, harus dilakukan gerakan serentak pengendalian hama dan penyakit coklat.
"Jika penanganannya tidak serentak, susah untuk memberantas hama dan penyakit coklat. Jadi harus dilakukan bersama-sama per subak sehingga hama dan penyakitnya benar-benar musnah," kata Sudarta.
Untuk melaksanakan program ini, Sudarta minta petugas penyuluh lapangan (PPL) bekerja lebih keras dengan melakukan pendampingan kepada petani.
"Saya tahu jumlah PPL tidak sebanding dengan luas lahan pertanian yang mesti didampingi, tapi kerja maksimal tetap harus dilakukan," ujar Sudarta.
Sedangkan Kelian Subak Sekar Wangi, I Ketut Wiadnyana mengatakan, produksi buah coklat di kebunnya saat ini hanya mencapai sepuluh kilogram per hektarenya.
Dengan produksi yang memprihatinkan itu, ia mengaku kebingungan antara mempertahankan pohon coklat miliknya atau menggantinya dengan komoditi pertanian lainnya.
Menurut Wiadnyana, pada tahun 2005, kebun miliknya mampu menghasilkan 200 kilogram coklat untuk tiap hektarenya dengan 15 hari sekali panen.
Di Subak Sekar Wangi sendiri terdapat 31.263 pohon coklat di lahan seluas 213 hektare.
"Apa gunanya kalau hanya jumlah pohonnya banyak tapi tidak ada buah yang bisa dipanen, makanya saya tidak heran jika petani menebang pohon coklat dan menggantinya dengan komiditi pertanian lainnya," kata Wiadnyana.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011