Denpasar (Antaranews) - Salah satu investor PT Pembari (Pembangunan Bali Mandiri) mengapresiasi upaya Gubernur Bali, Made Mangku Pastika dan DPRD Bali yang terus-menerus memperjuangkan rencana pembangunan bandar udara baru di Bali utara atau di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng.

"Masalah penetapan lokasinya (Bandara Bali Utara), apakah nanti ditetapkan di darat atau di laut sepanjang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku, bagi kami tidak menjadi masalah, yang terpenting mimpi rakyat Bali bisa segera dan cepat terwujud sehingga kesejahteraan mereka meningkat demi terjadinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Bali," kata Direktur Utama PT Pembari, Roli Irwananda, kepada pers di Denpasar, Selasa.

Menurut dia, dengan terbangunnya bandara baru di Kabupaten Buleleng akan menjadi solusi terhadap kepadatan lalu lintas penerbangan di Bandara I Gustu Ngurah Rai.

Selain itu, bandara baru di Bali utara juga menjadi alternatif jika suatu saat tiba-tiba terjadi bencana seperti kecelakaan pesawat, erupsi Gunung Agung atau bencana lainnya yang mengganggu lalu lintas penerbangan di Bandara Ngurah Rai sehingga bisa dialihkan ke bandara baru di utara dan aktivitas penerbangan bisa berjalan normal.

Dia optimistis rencana pembangunan bandara di Bali utara segera terwujud. "Saya yakin dalam waktu dekat ijin penetapan lokasi bandara baru di Kabupaten Buleleng segera keluar dari Kementerisn Perhubungan," ujarnya.

Secara terpisah Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry, mengaku belum mengetahui secara detail rencana reklamasi perluasan Bandara Ngurah Rai dengan menguruk laut seluas 48 hektare.

"Rencana reklamasi perluasan Bandara Ngurah Rai belum sampai ke meja DPRD Bali, rencananya dalam waktu dekat akan kami panggil pihak bandara," ujarnya.

Menurut dia, lebih baik membangun bandara baru di Bali utara daripada harus memperluas bandara dengan reklamasi.

Selain itu, dengan adanya pembangunan bandara baru di utara akan mengatasi ketimpangan sosial antara di utara dan di selatan, sekaligus membuka lapangan kerja baru menekan angka pengangguran di Pulau Dewata.

Sementara itu, Praktisi Pariwisata yang juga salah satu Tokoh masyarakat Kuta, I Nyoman Wicaksana menolak dengan keras perluasan Bandara Ngurah Rai dengan mereklamasi laut seluas 48 hektare. "Dari pada mereklamasi lautan lebih baik dibangun bandara baru di Bali utara," ujarnya.

Nyoman Wicaksana yang juga Politikus PDI Perjuangan itu menilai rencana perluasan Bandara Ngurah Rai dengan mereklamasi laut dianggap akan mengganggu pariwisata di Kuta, terutama abrasi.

"Apalagi timbunan pasir dari bantuan dari Jepang sudah terkuras habis pada sisi Setra Kauh yang sudah tergerus. Selain itu di Kuta juga ada ombak yang namanya Karang Tengah yang menjadi primadona wisatawan asing yang dikenal dengan nama Kuta Reef," katanya.

Jadi, hal itu merupakan mata pencaharian nelayan setempat dari wisatawan yang ingin melihat Ombak Karang Tengah yang berada di tengah lautan. Apabila reklamasi dilakukan oleh pihak bandara, otomatis mata pencarian nelayan menjadi berkurang karena hilangnya ombak Karang Tengah itu.

Nyoman Wicaksana yang juga memiliki sejumlah hotel di kawasan Kuta dan Ubud itu menceritakan bahwa dulu pemerintahan Jepang ingin membantu membuat sandaran tepi pantai Kuta, tetapi ditolak karena ketakutan masyarakat Kuta kehilangan Ombak Karang Tengah sehingga bantuan tersebut batal.

Melihat fenomena itu warga Kuta menjadi cemas sebab ada ketertutupan pihak Angkasa Pura hingga sekarang sosialisasi tersebut tidak ada dan kajian Amdal pun tidak ada. Hanya pernah melakukan sosialisasi kajian, sedangkan Amdal yang mereka punya sesuai informasi media cetak bahwa Amdal mereka terbit pada tahun 2004.

"Padahal, berdasarkan aturan Amdal tersebut hanya berlaku selama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang selama dua kali saja sesuai aturannya, sedangkan sekarang sudah tahun 2018, sudah jelas Amdal mereka sudah tidak berlaku lagi," katanya. (ed)

Pewarta: Wira Suryantala

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018