Denpasar (Antaranews Bali) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, menuntut Dwi Rintoko (34), seorang buruh bangunan, dituntut hukuman lima tahun penjara dan denda Rp250 juta, subsider tiga bulan kurungan, karena terbukti mengedarkan sediaan obat-obatan yang tidak memiliki izin edar.
"Ya, terdakwa bersalah mengedarkan 3.410 butir tablet putih yang mengandung trihexyphenindyl dan 1.940 pil kuning yang mengandung dekstrometofan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar," kata JPU Kadek Wahyudi Ardika di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan, perbuatan terdakwa melanggar Pasal 197 jo Pasal 106 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan sesuai dakwaan pertama penuntut umum.
Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa karena perbuatannya dapat membahayakan dan merusak kesehatan generasi muda atau masyarakat.
Penangkapan terdakwa berawal dari informasi masyarakat bahwa ada seorang pria yang sering mengedarkan obat tanpa izin. Kemudian, petugas melakukan penyelidikan dan berhasil menggeledah obat-obatan di kos terdakwa di Jalan Pertanian, Gang I Banjar Ambengan, Desa Pedungan, Kabupaten Badung pada 5 Oktober 2017, Pukul 20.00 Wita.
Saat itu, petugas mendapati obat-obatan dalam satu bungkus plastik hitam yang di dalamnya terdapat tiga plastik klip besar yakni di dalam plastik pertama berisi 3.000 tablet obat berlogo Y, di dalam plastik kedua berisi 1.000 tablet warna kuning.
Kemudian, satu paket klip kecil berisi 410 tablet putih dengan logo Y dan satu klip kecil berisi 940 tablet kuning, sehingga total keseluruhan tablet itu jika disatukan menjadi 5.350 tablet.
Setelah dilakukan pengujian laboratorium kriminalistik pada 20 Oktober 2017, diketahui tablet putih mengandung trihexyphenindyl dan pil kuning dekstrometofan.
Berdasarkan Permenkes Nomor 725 Tahun 1998, bahwa tablet putih itu termasuk golongan obat keras atau obat daftar G dan untuk tablet kuning masuk golongan obat bebas.
Obat yang masuk daftar G artinya, obat yang yang saat diserahkan kepada masyarakat harus dengan resep dokter dan hanya dapat diperoleh pada instalasi farmasi yang mempunyai kewenangan untuk itu.
Kepada petugas, untuk tablet putih dijual terdakwa seharga Rp2500 per butirnya dan tablet berwarna kuning dijual dengan harga Rp1.500 per butirnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Ya, terdakwa bersalah mengedarkan 3.410 butir tablet putih yang mengandung trihexyphenindyl dan 1.940 pil kuning yang mengandung dekstrometofan atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar," kata JPU Kadek Wahyudi Ardika di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan, perbuatan terdakwa melanggar Pasal 197 jo Pasal 106 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan sesuai dakwaan pertama penuntut umum.
Hal yang memberatkan tuntutan terdakwa karena perbuatannya dapat membahayakan dan merusak kesehatan generasi muda atau masyarakat.
Penangkapan terdakwa berawal dari informasi masyarakat bahwa ada seorang pria yang sering mengedarkan obat tanpa izin. Kemudian, petugas melakukan penyelidikan dan berhasil menggeledah obat-obatan di kos terdakwa di Jalan Pertanian, Gang I Banjar Ambengan, Desa Pedungan, Kabupaten Badung pada 5 Oktober 2017, Pukul 20.00 Wita.
Saat itu, petugas mendapati obat-obatan dalam satu bungkus plastik hitam yang di dalamnya terdapat tiga plastik klip besar yakni di dalam plastik pertama berisi 3.000 tablet obat berlogo Y, di dalam plastik kedua berisi 1.000 tablet warna kuning.
Kemudian, satu paket klip kecil berisi 410 tablet putih dengan logo Y dan satu klip kecil berisi 940 tablet kuning, sehingga total keseluruhan tablet itu jika disatukan menjadi 5.350 tablet.
Setelah dilakukan pengujian laboratorium kriminalistik pada 20 Oktober 2017, diketahui tablet putih mengandung trihexyphenindyl dan pil kuning dekstrometofan.
Berdasarkan Permenkes Nomor 725 Tahun 1998, bahwa tablet putih itu termasuk golongan obat keras atau obat daftar G dan untuk tablet kuning masuk golongan obat bebas.
Obat yang masuk daftar G artinya, obat yang yang saat diserahkan kepada masyarakat harus dengan resep dokter dan hanya dapat diperoleh pada instalasi farmasi yang mempunyai kewenangan untuk itu.
Kepada petugas, untuk tablet putih dijual terdakwa seharga Rp2500 per butirnya dan tablet berwarna kuning dijual dengan harga Rp1.500 per butirnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018