Jakarta (Antaranews Bali) - Presiden Joko Widodo mengumpulkan para pemimpin bank umum di Indonesia di Istana Negara Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa kalangan perbankan memilih bermain aman sehingga pencapaian pertumbuhan kreditnya kurang dari target yang disepakati sebelumnya.
Didampingi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Presiden menemui para pemimpin bank umum pukul 09.00 WIB.
Dalam pertemuan itu, Presiden mengatakan bahwa pencapaian pertumbuhan kredit perbankan nasional masih di bawah target yang disepakati dalam pertemuan dengan para pemimpin bank tahun lalu.
"Tadi Pak Kepala OJK menyampaikan pertumbuhan kredit hanya 8,24 persen. Saya ingat waktu kita berkumpul di sini saat itu target yg diberikan 9-12 persen," kata Jokowi.
Dia juga menyebut perbankan nasional memilih bermain aman dan tidak berani mengambil risiko sehingga kreditnya hanya tumbuh 8,24 persen. "Risiko yang sangat besar adalah apabila kita tidak berani ambil risiko. Memang perbankan harus prudent, harus hati-hati, ya saya setuju," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa dalam bisnis yang tidak berani mengambil risiko perlahan bisa mati dengan sendirinya.
"Ya sudah selesai, dalam bisnis, pasti akan mati atau mungkin pelan-pelan, tapi nantinya juga mati. Sementara kalau kita ambil risiko masih ada kemungkinan kita selamat," katanya.
"Sebagai pimpinan mengambil risiko, mengambil keputusan ya ambil risiko, dan kalau kita menghindari dari risiko ya artinya menghindar dari keputusan," ia menambahkan.
Kepala Negara juga menyebut bermain aman pada masa keterbukaan dan kompetisi global yang ketat serta perkembangan cepat teknologi sebagai sebuah ilusi.
"Yang ingin saya tekankan di sini adalah yang namanya main aman itu sebuah ilusi di dunia yang sekarang ini, yang begitu sangat dinamis, era keterbukaan, era globalisasi, era teknologi berkembang sangat cepatnya, ndak ada aman, itu tidak ada," jelasnya.
Dalam kondisi yang demikian, ia melanjutkan, tidak bisa lagi hanya "lihat dan tunggu".
"Kalau seperti itu orang tiap tahun yang akan wait and see terus karena akan berubah-ubah terus, karena ketidakpastian itu hampir kita alami terus baik di dunia bisnis, baik keuangan, perbankan dan politik," jelasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Didampingi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Presiden menemui para pemimpin bank umum pukul 09.00 WIB.
Dalam pertemuan itu, Presiden mengatakan bahwa pencapaian pertumbuhan kredit perbankan nasional masih di bawah target yang disepakati dalam pertemuan dengan para pemimpin bank tahun lalu.
"Tadi Pak Kepala OJK menyampaikan pertumbuhan kredit hanya 8,24 persen. Saya ingat waktu kita berkumpul di sini saat itu target yg diberikan 9-12 persen," kata Jokowi.
Dia juga menyebut perbankan nasional memilih bermain aman dan tidak berani mengambil risiko sehingga kreditnya hanya tumbuh 8,24 persen. "Risiko yang sangat besar adalah apabila kita tidak berani ambil risiko. Memang perbankan harus prudent, harus hati-hati, ya saya setuju," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa dalam bisnis yang tidak berani mengambil risiko perlahan bisa mati dengan sendirinya.
"Ya sudah selesai, dalam bisnis, pasti akan mati atau mungkin pelan-pelan, tapi nantinya juga mati. Sementara kalau kita ambil risiko masih ada kemungkinan kita selamat," katanya.
"Sebagai pimpinan mengambil risiko, mengambil keputusan ya ambil risiko, dan kalau kita menghindari dari risiko ya artinya menghindar dari keputusan," ia menambahkan.
Kepala Negara juga menyebut bermain aman pada masa keterbukaan dan kompetisi global yang ketat serta perkembangan cepat teknologi sebagai sebuah ilusi.
"Yang ingin saya tekankan di sini adalah yang namanya main aman itu sebuah ilusi di dunia yang sekarang ini, yang begitu sangat dinamis, era keterbukaan, era globalisasi, era teknologi berkembang sangat cepatnya, ndak ada aman, itu tidak ada," jelasnya.
Dalam kondisi yang demikian, ia melanjutkan, tidak bisa lagi hanya "lihat dan tunggu".
"Kalau seperti itu orang tiap tahun yang akan wait and see terus karena akan berubah-ubah terus, karena ketidakpastian itu hampir kita alami terus baik di dunia bisnis, baik keuangan, perbankan dan politik," jelasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018