Jakarta (Antaranews Bali) - Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Informasi dari Pusat Data dan Informasi Sekretariat Kabinet di Jakarta, Selasa menyebutkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Maret. Peraturan Presiden ini juga telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 5 Maret 2018.
Sejumlah pertimbangan penerbitan Peraturan Presiden itu adalah korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme selama ini belum ada pengaturannya.
Pemerintah memandang perlu mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi.
Korporasi sebagaimana dimaksud dalam aturan itu meliputi perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya.
Pemilik manfaat dari korporasi, menurut Perpres ini, merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria memiliki saham lebih dari 25 persen pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar, memiliki hak suara lebih dari 25 persen pada perseoran terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar.
Selain itu menerima keuntungan atau laba lebih dari 25 persen dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun, memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota komisaris, memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun, menerima manfaat dari perseroan terbatas, dan atau merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas.
Ketentuan yang hampir sama mengenai kriteria Pemilik Manfaat dari Korporasi juga berlaku untuk yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya.
Dalam Peraturan Presiden ini ditegaskan bahwa korporasi wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai pemilik manfaat kepada instansi berwenang yang disertai dengan surat pernyataan korporasi mengenai kebenaran informasi yang disampaikan kepada instansi berwenang.
Korporasi juga wajib melakukan pengkinian informasi pemilik manfaat secara berkala setiap satu tahun.
Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme oleh korporasi, menurut Perpres ini, instansi berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi pemilik manfaat dengan instansi peminta, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Kerja sama informasi pemilik manfaat antara instansi berwenang dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, berupa permintaan atau pemberian informasi pemilik manfaat secara elektronik maupun nonelektronik.
Peraturan Presiden ini menyebutkan instansi peminta sebagaimana dimaksud meliputi instansi penegak hukum, instansi pemerintah, dan otoritas berwenang negara atau yurisdiksi lain.
Selain dengan instansi peminta, menurut Perpres ini, instansi berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi pemilik manfaat dengan pihak pelapor yang menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Tansaksi Keuangan (PPATK).
Pemberian informasi kepada pihak pelapor itu, dilakukan oleh instansi berwenang dalam rangka penerapan prinsip mengenali pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
Informasi dari Pusat Data dan Informasi Sekretariat Kabinet di Jakarta, Selasa menyebutkan bahwa Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 itu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Maret. Peraturan Presiden ini juga telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 5 Maret 2018.
Sejumlah pertimbangan penerbitan Peraturan Presiden itu adalah korporasi dapat dijadikan sarana baik langsung maupun tidak langsung oleh pelaku tindak pidana yang merupakan pemilik manfaat dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme selama ini belum ada pengaturannya.
Pemerintah memandang perlu mengatur penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi.
Korporasi sebagaimana dimaksud dalam aturan itu meliputi perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya.
Pemilik manfaat dari korporasi, menurut Perpres ini, merupakan orang perseorangan yang memenuhi kriteria memiliki saham lebih dari 25 persen pada perseroan terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar, memiliki hak suara lebih dari 25 persen pada perseoran terbatas sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar.
Selain itu menerima keuntungan atau laba lebih dari 25 persen dari keuntungan atau laba yang diperoleh perseroan terbatas per tahun, memiliki kewenangan untuk mengangkat, menggantikan, atau memberhentikan anggota direksi dan anggota komisaris, memiliki kewenangan atau kekuasaan untuk mempengaruhi atau mengendalikan perseroan terbatas tanpa harus mendapat otorisasi dari pihak manapun, menerima manfaat dari perseroan terbatas, dan atau merupakan pemilik sebenarnya dari dana atas kepemilikan saham perseroan terbatas.
Ketentuan yang hampir sama mengenai kriteria Pemilik Manfaat dari Korporasi juga berlaku untuk yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya.
Dalam Peraturan Presiden ini ditegaskan bahwa korporasi wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai pemilik manfaat kepada instansi berwenang yang disertai dengan surat pernyataan korporasi mengenai kebenaran informasi yang disampaikan kepada instansi berwenang.
Korporasi juga wajib melakukan pengkinian informasi pemilik manfaat secara berkala setiap satu tahun.
Korporasi yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme oleh korporasi, menurut Perpres ini, instansi berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi pemilik manfaat dengan instansi peminta, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
Kerja sama informasi pemilik manfaat antara instansi berwenang dengan instansi peminta sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, berupa permintaan atau pemberian informasi pemilik manfaat secara elektronik maupun nonelektronik.
Peraturan Presiden ini menyebutkan instansi peminta sebagaimana dimaksud meliputi instansi penegak hukum, instansi pemerintah, dan otoritas berwenang negara atau yurisdiksi lain.
Selain dengan instansi peminta, menurut Perpres ini, instansi berwenang dapat melaksanakan kerja sama pertukaran informasi pemilik manfaat dengan pihak pelapor yang menyampaikan laporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Tansaksi Keuangan (PPATK).
Pemberian informasi kepada pihak pelapor itu, dilakukan oleh instansi berwenang dalam rangka penerapan prinsip mengenali pengguna jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018