Lumajang (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menyerahkan dana punia (bantuan) sebesar Rp60 juta kepada dua pengurus atau "pengemong" pura di wilayah Jawa Timur.
Penyerahan dana punia itu dilakukan saat gubernur dan rombongan melakukan "tirtayatra" atau perjalanan suci ke daerah tersebut selama dua hari, yang berakhir Sabtu.
Bantuan itu masing-masing diserahkan kepada "pengemong" Pura Blambangan di Desa Tembak Rejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp10 juta, dan ke pengurus Pura Mandara Giri Semeru Agung, Kabupaten Lumajang, sebesar Rp50 juta.
Gubernur Pastika yang didampingi tokoh spiritual Hindu Ida Pedanda Gede Made Gunung, juga berjanji membantu seperangkat alat musik tradisional Bali (gamelan), serta seperangkat wayang kulit dan gemelannya senilai sekitar Rp150 juta.
Pemerintah Provinsi Bali dalam tahun ini akan membantu kedua jenis perangkat gamelan yang sangat didambakan masyarakat Lumajang untuk kelengkapan saat melaksanakan kegiatan ritual, terutama pada upacara "piodalan" di pura tersebut.
"Jika Pemerintah Provinsi Bali tidak tersedia dana, karena APBD 2011 sudah disyahkan dengan penggunaan dana yang harus sesuai dengan peruntukan, maka saya secara pribadi akan menyumbangkannya," ujar Gubernur Pastika, disambut tepuk tangan para tokoh dan masyarakat setempat.
Perjalanan suci yang melibatkan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tingkat Provinsi Bali itu, dirangkaikan dengan mengadakan kegiatan ritual "ngayarin" (setelah puncak karya) "piodalan" atau semacam ritual tahunan yang puncaknya jatuh pada Purnama Sasih Kasa, 15 Juli 2011 di tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Jawa itu.
Menurut Ida Pedanda Gunung yang menyertai perjalanan ritual itu, bantuan "dana punia" maupun rencana membantu seperangkat gamelan dan seperangkat kesenian wayang, adalah perbuatan dharma (kebaikan).
Semua umat manusia dituntut untuk dapat melakukan kebaikan. "Ini ibaratnya membeli 'tiket' untuk ke alam surga. Jika kelak nanti meninggal dunia, senantiasa mendapat tempat yang baik," katanya.
Dalam kehidupan sekarang, kata dia, tampaknya sulit bagi seseorang bisa mencapai moksa, yakni tidak meninggalkan jazad saat meninggal dunia, seperti halnya para dewata di zaman dulu.
Meskipun demikian, Pedanda Gunung sangat yakin seseorang bisa mencapai surga dengan "sistem kredit".
"Sistem kredit" yang dimaksud, yakni dengan "menabung" kebaikan sebanyak mungkin dalam menjalani kehidupan dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang melanggar norma agama maupun ketentuan hukum yang berlaku.
Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari hanya mengkonsumsi makanan yang memang hanya benar-benar diperlukan oleh tubuh dan kesehatan.
Dengan demikian, jika kelak meninggal dunia akan mendapat surga, atau tempat yang layak di sisi-NYA. "Kematian itu pasti akan dialami oleh setiap manusia, cuma tidak ada yang tahu kapan hal itu bakal terjadi," tutur Ida Pedanda Gunung.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Penyerahan dana punia itu dilakukan saat gubernur dan rombongan melakukan "tirtayatra" atau perjalanan suci ke daerah tersebut selama dua hari, yang berakhir Sabtu.
Bantuan itu masing-masing diserahkan kepada "pengemong" Pura Blambangan di Desa Tembak Rejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp10 juta, dan ke pengurus Pura Mandara Giri Semeru Agung, Kabupaten Lumajang, sebesar Rp50 juta.
Gubernur Pastika yang didampingi tokoh spiritual Hindu Ida Pedanda Gede Made Gunung, juga berjanji membantu seperangkat alat musik tradisional Bali (gamelan), serta seperangkat wayang kulit dan gemelannya senilai sekitar Rp150 juta.
Pemerintah Provinsi Bali dalam tahun ini akan membantu kedua jenis perangkat gamelan yang sangat didambakan masyarakat Lumajang untuk kelengkapan saat melaksanakan kegiatan ritual, terutama pada upacara "piodalan" di pura tersebut.
"Jika Pemerintah Provinsi Bali tidak tersedia dana, karena APBD 2011 sudah disyahkan dengan penggunaan dana yang harus sesuai dengan peruntukan, maka saya secara pribadi akan menyumbangkannya," ujar Gubernur Pastika, disambut tepuk tangan para tokoh dan masyarakat setempat.
Perjalanan suci yang melibatkan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tingkat Provinsi Bali itu, dirangkaikan dengan mengadakan kegiatan ritual "ngayarin" (setelah puncak karya) "piodalan" atau semacam ritual tahunan yang puncaknya jatuh pada Purnama Sasih Kasa, 15 Juli 2011 di tempat suci umat Hindu terbesar di Pulau Jawa itu.
Menurut Ida Pedanda Gunung yang menyertai perjalanan ritual itu, bantuan "dana punia" maupun rencana membantu seperangkat gamelan dan seperangkat kesenian wayang, adalah perbuatan dharma (kebaikan).
Semua umat manusia dituntut untuk dapat melakukan kebaikan. "Ini ibaratnya membeli 'tiket' untuk ke alam surga. Jika kelak nanti meninggal dunia, senantiasa mendapat tempat yang baik," katanya.
Dalam kehidupan sekarang, kata dia, tampaknya sulit bagi seseorang bisa mencapai moksa, yakni tidak meninggalkan jazad saat meninggal dunia, seperti halnya para dewata di zaman dulu.
Meskipun demikian, Pedanda Gunung sangat yakin seseorang bisa mencapai surga dengan "sistem kredit".
"Sistem kredit" yang dimaksud, yakni dengan "menabung" kebaikan sebanyak mungkin dalam menjalani kehidupan dengan menghindari perbuatan-perbuatan yang melanggar norma agama maupun ketentuan hukum yang berlaku.
Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari hanya mengkonsumsi makanan yang memang hanya benar-benar diperlukan oleh tubuh dan kesehatan.
Dengan demikian, jika kelak meninggal dunia akan mendapat surga, atau tempat yang layak di sisi-NYA. "Kematian itu pasti akan dialami oleh setiap manusia, cuma tidak ada yang tahu kapan hal itu bakal terjadi," tutur Ida Pedanda Gunung.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011