Denpasar (Antaranews Bali) - KPU dan Bawaslu Provinsi Bali, serta sejumlah pimpinan umat beragama menandatangani kesepakatan bersama larangan berkampanye di tempat-tempat ibadah terkait pelaksanaan Pilkada 2018.
"Sesuai dengan ketentuan pasal 68 ayat (1) huruf j PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, maka dalam kampanye dilarang menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan," kata Ketua KPU Provinsi Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, di sela-sela penandatanganan kesepakatan tersebut, di Denpasar, Selasa.
Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa tempat ibadah umat Hindu, umat Muslim, umat Kristiani, umat Buddha dan umat Khonghucu, hanya diperuntukkan untuk kegiatan ibadah atau sembahyang.
Selain itu, dalam kesepakatan juga dicantumkan bahwa dalam kegiatan ibadah/sembahyang dilarang menggunakan dan membawa atribut kampanye pasangan calon dan partai politik.
"Meneriakkan yel-yel yang berkaitan dengan kampanye juga dilarang dalam kegiatan ibadah atau sembahyang," ujar Raka Sandi.
Yang terakhir, lanjut dia dalam kegiatan ibadah atau sembahyang dilarang melakukan dharma wacana, dharma desana, khotbah, ceramah, dan kegiatan-kegiatan lain yang mengandung dan memenuhi unsur kampanye.
Dalam kesepakatan itupun disebutkan sejumlah nama-nama tempat ibadah berbagai agama dan batas-batasnya, yang dilarang untuk kegiatan kampanye.
Seperti halnya tempat ibadah umat Hindu, yang dimaksud dalam kesepakatan itu adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam segala prabawa (manifestasinya) dan atma sidha dewata (roh suci leluhur)termasuk dari pura keluarga/kawitan, pura swagina dan pura khayangan tiga/khayangan jagat. Termasuk di dalamnya semua mandala (utama mandala, madya mandala, dan kanista mandala) yang menjadi wilayah pura dan pelaba pura yang menempel dengan pura sebagai karang kekeran.
Sedangkan tempat ibadah umat Muslim adalah tempat ibadah yang berupa masjid, musholla, langgar, surau, TPQ (Taman Pendidikan Alquran), pondok pesantren termasuk fasilitas yang ada di halaman tempat-tempat tersebut di atas, demikian pula halnya tanah wakaf yang menjadi satu dengan tempat ibadah dimaksud.
Selanjutnya tempat ibadah umat Kristiani (Katolik dan Protestan) adalah semua fasilitas yang ada di dalam gedung dan areal gereja, rumah pendeta dan gedung serbaguna. Demikian juga disebutkan mengenai berbagai sebutan tempat ibadah umat Buddha dan Konghucu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018
"Sesuai dengan ketentuan pasal 68 ayat (1) huruf j PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, maka dalam kampanye dilarang menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan," kata Ketua KPU Provinsi Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, di sela-sela penandatanganan kesepakatan tersebut, di Denpasar, Selasa.
Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa tempat ibadah umat Hindu, umat Muslim, umat Kristiani, umat Buddha dan umat Khonghucu, hanya diperuntukkan untuk kegiatan ibadah atau sembahyang.
Selain itu, dalam kesepakatan juga dicantumkan bahwa dalam kegiatan ibadah/sembahyang dilarang menggunakan dan membawa atribut kampanye pasangan calon dan partai politik.
"Meneriakkan yel-yel yang berkaitan dengan kampanye juga dilarang dalam kegiatan ibadah atau sembahyang," ujar Raka Sandi.
Yang terakhir, lanjut dia dalam kegiatan ibadah atau sembahyang dilarang melakukan dharma wacana, dharma desana, khotbah, ceramah, dan kegiatan-kegiatan lain yang mengandung dan memenuhi unsur kampanye.
Dalam kesepakatan itupun disebutkan sejumlah nama-nama tempat ibadah berbagai agama dan batas-batasnya, yang dilarang untuk kegiatan kampanye.
Seperti halnya tempat ibadah umat Hindu, yang dimaksud dalam kesepakatan itu adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam segala prabawa (manifestasinya) dan atma sidha dewata (roh suci leluhur)termasuk dari pura keluarga/kawitan, pura swagina dan pura khayangan tiga/khayangan jagat. Termasuk di dalamnya semua mandala (utama mandala, madya mandala, dan kanista mandala) yang menjadi wilayah pura dan pelaba pura yang menempel dengan pura sebagai karang kekeran.
Sedangkan tempat ibadah umat Muslim adalah tempat ibadah yang berupa masjid, musholla, langgar, surau, TPQ (Taman Pendidikan Alquran), pondok pesantren termasuk fasilitas yang ada di halaman tempat-tempat tersebut di atas, demikian pula halnya tanah wakaf yang menjadi satu dengan tempat ibadah dimaksud.
Selanjutnya tempat ibadah umat Kristiani (Katolik dan Protestan) adalah semua fasilitas yang ada di dalam gedung dan areal gereja, rumah pendeta dan gedung serbaguna. Demikian juga disebutkan mengenai berbagai sebutan tempat ibadah umat Buddha dan Konghucu. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2018