Denpasar (Antaranews Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengharapkan jangan sampai ada perpecahan dan hal-hal yang kurang baik dalam menyambut Tahun Baru 2018 yang merupakan "tahun politik".
"Mari dengan hati yang teduh, pikiran tenang, dan semangat untuk memilih pemimpin baru yang dapat melanjutkan program Bali Mandara," kata Pastika saat membuka Simakrama (temu wicara) Akhir Tahun dengan masyarakat, di Wantilan DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Sabtu.
Gubernur yang masa jabatannya habis pada 28 Agustus 2018 itu tidak memungkiri jika pada "tahun politik", suhu politik di masyarakat akan sedikit meningkat. Meskipun demikian, dia sangat berharap supaya tidak sampai ada perpecahan di masyarakat.
"Juni nanti, kita sudah akan punya gubernur yang terpilih dan mulai menjalani masa transisi. Harapannya, proses peralihan bisa berjalan dengan baik karena siapapun pemimpin yang terpilih itu adalah yang terbaik buat masyarakat Bali," ujarnya.
Dalam Simakrama tersebut juga dikemukakan sejumlah capaian program Bali Mandara selama 2017, maupun beberapa program yang masih mengalami kendala.
Menanggapi salah satu pertanyaan peserta simakrama, Pastika juga mengingatkan kalangan "desa pakraman" atau desa adat untuk lebih berhati-hati jika ingin melakukan pungutan dan jangan sampai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Orang nomor satu di Bali itu tidak menginginkan ada "bendesa desa pakraman" atau pimpinan desa adat yang sampai berurusan dengan hukum gara-gara melakukan pungutan yang dikategorikan pungutan liar (pungli).
Pastika menegaskan dirinya bukan anti-desa pakraman, bahkan dia sangat memandang penting peranan desa pakraman sehingga bantuan keuangan khusus yang diberikan kepada desa pakraman terus berupaya ditingkatkan.
Jika pada 2008 dana yang diberikan kepada setiap desa pakraman sebesar Rp20 juta, maka pada tahun-tahun berikutnya terus dinaikkan menjadi Rp50 juta, kemudian Rp100 juta, selanjutnya Rp200 juta dalam dua tahun terakhir dan 2018 menjadi Rp225 juta.
Menurut Pastika, dengan BKK sebesar Rp225 juta setiap desa pakraman, ditambah dengan berbagai bantuan hibah dan bansos lainnya, dirasa cukup untuk meringankan warga dalam melaksanakan kegiatan ritual keagamaan. Sehingga diharapkan jangan lagi ada pungutan yang tidak jelas dasar hukumnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017