Denpasar (Antara Bali) - Sektor pertanian di Bali menyerap tenaga kerja yang cukup besar yakni mencapai 54 persen, namun kontribusi terhadap pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) masih relatif kecil hanya 16 persen.

"Itu artinya sektor pertanian di Bali sedang sakit dan kondisi serupa juga terjadi secara nasional," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan, oleh sebab itu sektor pertanian perlu mendapat perhatian yang lebih serius, yakni kebijakan pemerintah berpihak kepada petani.

Selain berupaya memberdayakan petani lewat berbagai program, juga memberikan kepastian hukum kepada petani dengan tidak mengimpor hasil-hasil pertanian.

"Dengan cara menutup 'kran' terhadap impor hasil pertanian luar negeri, secara otomatis mampu menggairahkan petani dalam memenuhi kebutuhan pangan," ujar mantan anggota DPR-RI periode 1997-1999 itu.

Windia menilai, kebijakan pemerintah menutup impor sapi dari Australia mampu menggairahkan peternak dalam dalam negeri untuk mengembangkan berbagai jenis peternakan dalam memenuhi kebutuhan daging.

Sapi Bali misalnya gengsinya mulai terangkat, karena harganya mulai bagus, secara otomatis mendorong peternak untuk mengembangkan peternakan sapi yang cukup menjanjikan itu.

Oleh sebab itu pemerintah hendaknya membatalkan niat untuk mengimpor lagi sapi dari Australia. Demikian pula mempertimbangkan secara matang untuk mendatangkan hasil pertanian lainnya dari luar negeri.

Upaya tersebut disertai dengan menggarap sektor pertanian secara serius dan sungguh-sungguh, mengingat Indonesia, termasuk Bali mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan sektor pertanian.

Pembangunan sektor pertanian di Indonesia selama ini hanya diperlakukan sebagai pemasok bahan pangan murah untuk menyubsidi orang kota dan kaum pekerja sehingga belum berfungsi sebagai "bumper" atau membendung inflasi.

Dengan demikian sektor pertanian hanya memasok tenaga kerja murah, terutama anak-anak petani yang terpaksa harus melakukan urbanisasi, akibat terbatasnya kesempatan kerja di pedesaan.

Sehingga sektor pertanian hanya berorientasi pada peningkatan produksi semata, sehingga tidak tanggap terhadap kondisi dan perubahan pasar.

Pola pikir yang demikian itu cenderung menganggap bahwa, perekonomian makro maupun sektor riil lainnya, tidak terkait secara erat dengan keragaan sektor pertanian, tutur Prof Windia.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011