Denpasar (Antara Bali) - Seniman dan perajin Bali dalam menghasilkan karya seni, khususnya patung dari bahan batu padas mengarah pada bentuk-bentuk modern, meskipun sebagian kecil tetap bertahan untuk menghasilkan karya-karya tradisi yang diwarisi dari leluhurnya.

Hal itu didasarkan pengalaman karena menghasilkan patung tradisi yang artistik lebih sulit dan membutuhkan waktu lebih lama dibanding membuat patung dengan bentuk-bentuk modern, kata Gede Martana Eka Saputra, mahasiswa Program Studi Kriya Seni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Jumat.

Ia melakukan pengkajian khusus terhadap ukiran batu padas yang ditekuni sebagian besar masyarakat Silakarang, Kabupaten Gianyar itu menambahkan,  seniman atau perajin lebih  senang membuat patung bentuk modern, karena proses pembuatannya menggunakan simple  atau sesuai apa yang dipikirkan pembuatnya.    

Sedangkan patung tradisi terkesan lebih susah dan rumit dipelajari karena masih mengguanakan pakem-pakem tradisi  yang diwarisi dari generasi sebelumnya.

Meskipun demikian ada seniman yang mencoba tetap bertahan mengeluti dan menekuni tradisi leluhurnya, namun tidak sedikit pula  seniman yang terpaksa alih profesi.

"Jika kondisi ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan seni patung tradisi  Bali yang selama ini dikenal dunia internasional tinggal kenangan," tutur  Gede Martana.

Oleh sebab itu Pemerintah Provinsi Bali perlu melakukan langkah penyelamatan, agar seni patung tradisi Bali tetap utuh dan lestari di tengah impitan budaya global.

Upaya penyelamatan itu menurut  Gede Martana selain penyuluhan, juga kucuran dana untuk pengadaan sarana dan prasarana dalam membuat patung tradisi, terutama di daerah-daerah yang selama ini memproduksi patung dari beragai jenis bahan baku, baik kayu maupun batus padas.

Dari hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan, menunjukkan bahwa, keberadaan dan perkembangan seni kerajinan patung tradisi di daerah  Seraya Singapadu, yang lokasinya tidak jauh dari Selakarang, Ubud dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung sebagai penyangga kebudayaan.

Pengaruh tersebut antara lain lembaga adat, institusi pemerintah maupun lembaga kesenian lainnya, yang masing-masing mengambil peran sesuai bidangnya, kata Gede Martana.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011