Denpasar (Antara Bali) - Nilai Tukar Petani (NTP) yang menjadi salah satu indikator mengetahui tingkat kemampuan dan daya beli petani di daerah pedesaan Bali sebesar 104,49 persen selama bulan Oktober 2017, meningkat 0,03 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat 104,45 persen.
"Dari sisi indeks yang diterima petani (lt) mengalami kenaikan sebesar 0,24 persen dari 129,55 persen menjadi 129,86 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan, sedangkan dari sisi indeks yang dibayar petani (lb) mengalami kenaikan sebesar 0,20 persen dari 124,02 persen menjadi 124,27 persen.
Dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali, terdiri atas empat subsektor mengalami penurunan dan satu subsektor yakni tanaman pangan mengalami kenaikan sebesar 1,46 persen.
Empat subsektor yang mengalami penurunan terdiri atas hortikultura 0.04 persen, tanaman perkebunan rakyat 0.13 persen, peternakan 0,65 persen dan perikanan 0,69 persen.
Adi Nugroho menambahkan, nilai tukar petani diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, semakin tinggi NTP dan semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani di daerah perdesaan.
NTP menjadi salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kemampuan petani di daerah pedesaaan serta manunjukkan daya tukar dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga.
Kenaikan NTP tersebut berkat harga barang-barang hasil produksi pertanian tercatat mengalami peningkatan, sedangkan indeks harga barang dan jasa yang dibayar oleh petani mengalami kenaikan lebih kecil.
Adi Nugroho menjelaskan, Bali dengan kondisi NTP tersebut mengalami inflasi perdesaan sebesar 0,21 persen pada bulan Oktober 2017 yang dominan dipengaruhi oleh inflasi pada kelompok perumahan. Inflasi tersebut lebih tinggi dibanding tingkat nasional pada bulan yang sama tercatat 0,14 persen.
Dari 32 provinsi di Indonesia yang menjadi sasaran pengamatan terdiri atas 20 provinsi mengalami deflasi dan 12 provinsi inflasi. Deflasi terdalam dialami Provinsi Gorontalo sebesar 1,86 persen dan inflasi tertinggi dialami Provinsi Banten yang tercatat 0,96 persen, ujar Adi Nugroho. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Dari sisi indeks yang diterima petani (lt) mengalami kenaikan sebesar 0,24 persen dari 129,55 persen menjadi 129,86 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan, sedangkan dari sisi indeks yang dibayar petani (lb) mengalami kenaikan sebesar 0,20 persen dari 124,02 persen menjadi 124,27 persen.
Dari lima subsektor yang menentukan pembentukan NTP Bali, terdiri atas empat subsektor mengalami penurunan dan satu subsektor yakni tanaman pangan mengalami kenaikan sebesar 1,46 persen.
Empat subsektor yang mengalami penurunan terdiri atas hortikultura 0.04 persen, tanaman perkebunan rakyat 0.13 persen, peternakan 0,65 persen dan perikanan 0,69 persen.
Adi Nugroho menambahkan, nilai tukar petani diperoleh dari perbandingan indeks yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, semakin tinggi NTP dan semakin kuat pula tingkat kemampuan daya beli petani di daerah perdesaan.
NTP menjadi salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kemampuan petani di daerah pedesaaan serta manunjukkan daya tukar dari produk pertanian terhadap barang dan jasa yang diperlukan petani untuk konsumsi rumah tangga.
Kenaikan NTP tersebut berkat harga barang-barang hasil produksi pertanian tercatat mengalami peningkatan, sedangkan indeks harga barang dan jasa yang dibayar oleh petani mengalami kenaikan lebih kecil.
Adi Nugroho menjelaskan, Bali dengan kondisi NTP tersebut mengalami inflasi perdesaan sebesar 0,21 persen pada bulan Oktober 2017 yang dominan dipengaruhi oleh inflasi pada kelompok perumahan. Inflasi tersebut lebih tinggi dibanding tingkat nasional pada bulan yang sama tercatat 0,14 persen.
Dari 32 provinsi di Indonesia yang menjadi sasaran pengamatan terdiri atas 20 provinsi mengalami deflasi dan 12 provinsi inflasi. Deflasi terdalam dialami Provinsi Gorontalo sebesar 1,86 persen dan inflasi tertinggi dialami Provinsi Banten yang tercatat 0,96 persen, ujar Adi Nugroho. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017