Pulau Bali sebagai mercusuar pariwisata di Indonesia, telah diproyeksikan sebagai lokasi tujuan/wisata (destinasi) yang ramah lingkungan. Untuk itu, gas bumi dapat menjadi pilihan guna mendukung Bali menjadi pusat keunggulan (Center of Excellence) dalam energi bersih dan terbarukan.

Sebelumnya, Kementerian ESDM telah mencanangkan Bali sebagai "Center of Excellence" untuk energi bersih dan terbarukan. Bahkan, 100 persen sumber energi yang dipergunakan di Pulau Bali itu ditargetkan pada tahun 2019 adalah energi bersih serta ramah lingkungan.  

Sekretaris Badan Litbang Kementerian ESDM Wawan Supriatna menjelaskan alasan dipilihnya Bali sebagai Center of Excellence (CoE) energi bersih. Ini karena Bali adalah daerah kunjungan dan menarik bagi wisatawan.

Selain itu, ukuran pulau dan lokasinya strategis. Infrastrukturnya sudah dibangun, ditambah lagi semangat dan kepemimpinan yang tinggi dari pemerintah dan masyarakatnya.

"Pengerjaan ini berdasarkan Kepmen ESDM No 4421.K/20/MEM/2015 tentang Penetapan Provinsi Bali Sebagai Kawasan Nasional Energi Bersih, Kesepakatan Bersama antara Kementerian ESDM dan Pemerintah Provinsi Bali serta Nota Kesepahaman antara Balitbang ESDM dan Universitas Udayana," ujar Wawan.

Menyikapi pencanangan ini, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menawarkan pemanfaatan gas bumi (natural gas) sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan yang cocok dikembangkan di daerah Bali.

Direktur Bidang Infrastruktur dan Teknologi PGN Djoko Saputro mengatakan saat ini cadangan natural gas yang dikelola PGN  mencapai 864 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Hal ini setara dengan 155.174 barrel minyak/hari.

"Jumlah cadangan natural gas ini amat cukup untuk memenuhi kebutuhan konversi bahan bakar bagi Bali ataupun daerah-daerah lainnya di Indonesia," katanya.

Djoko menyebutkan, kebutuhan energi Bali saat ini masih amat tergantung pada Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain harganya mahal, BBM pun tergolong energi tak terbarukan dan cenderung memicu pencemaran lingkungan. Lebih ironis lagi, kebutuhan BBM di Indonesia masih dipasok sejumlah negara.

Selanjutnya, PGN akan membangun jaringan pipa gas alam yang akan disalurkan langsung ke rumah tangga dan juga pelaku usaha pariwisata di Bali.

"Nantinya 'floating storage' terminal akan dirancang terapung di laut, seperti yang sudah dilakukan di Jakarta dan Lampung," katanya.


Energi Yang Dinanti

Respons positif juga datang dari Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang menyambut baik rencana PGN mengembangkan energi bersih di Pulau Dewata melalui penyaluran natural gas itu.

Penggunaan natural gas atau gas bumi yang merupakan energi ramah lingkungan, tentunya sejalan dengan langkah Pemerintah Provinsi Bali yang menggulirkan program unggulan 'Bali Green Province'.  Sebagai destinasi yang difavoritkan penduduk dunia, tak berlebihan jika Bali diharapkan menjadi objek wisata yang ramah bagi warga yang mendiami maupun untuk wisatawan yang berkunjung. Selain itu, Bali juga diinginkan menjadi pulau yang ramah untuk alam lingkungan.

Melalui penggunaan gas bumi, maka dapat membuat lingkungan lebih bersih dan menyehatkan warganya, karena menurunnya emisi CO2, sehingga angka pencemaran menjadi jauh berkurang. Oksigen pun menjadi lebih bersih untuk dihirup.

Gubernur Pastika menyatakan, program unggulan 'Green Province'  dilaksanakan melalui tiga strategi dasar. Pertama adalah srategi 'Green Culture',  yakni suatu gerakan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian seluruh komponen masyarakat melalui pendidikan formal, informal maupun non-formal untuk perlindungan, pengelolaan dan berbudaya lingkungan.

Kedua adalah 'Green Economy', yaitu suatu gerakan untuk mendorong para pelaku usaha untuk melakukan upaya-upaya nyata dalam pengendalian pencemaran oleh sampah dan limbah serta melakukan efesiensi energi, air dan sumber daya lainnya.

Ketiga adalah 'Clean and Green' yang merupakan suatu upaya bersama untuk menciptakan daerah Bali yang bersih sehingga mampu mengadaptasi dan memitigasi perubahan iklim.

Tidak hanya pejabat, Rencana masuknya gas bumi di Pulau Bali juga disambut antusias warga setempat. Salah satunya adalah Sutiah (55), yang tinggal di wilayah Banjar Nangka Kelod, Kesiman, Denpasar.

Sutiah sehari-hari berjualan aneka gorengan, seperti rempeyek kacang dan kedelai, tempe tepung, serta keripik singkong. Selama puluhan tahun menjalani kehidupan sebagai penjual gorengan, maka Sutiah mengandalkan gas LPG 3 kg untuk menopang kegiatannya.

"Setiap hari, saya menggoreng sampai 7 kg tepung untuk dibuat berbagai macam gorengan. Proses menggoreng butuh waktu dua jam. Praktis setiap hari saya menghabiskan satu tabung LPG 3 kg itu," ujar wanita asal Tulungagung, Jawa Timur.

Menurut dia, harga tabung LPG 3 kg adalah Rp18 ribu. Dalam sebulan, Sutiah membutuhkan setidaknya 30 tabung LPG, sehingga total menghabiskan dana Rp540 ribu. Dana ini tergolong memberatkan, sehingga kadang-kadang ia mencoba menghemat pengeluaran pembelian LPG dengan cara menggoreng menggunakan kayu bakar. Akibatnya, alat-alat masak pun menghitam dan hasil gorengan menjadi cepat hangus.

"Saya pernah baca surat kabar kalau di Bali mau ada jaringan gas bumi PGN. Saya ingin mencoba berlangganan nanti. Karena keluarga yang tinggal di Surabaya juga sudah menggunakan gas bumi PGN untuk menjalankan usaha kuliner, akhirnya bisa menghemat biaya produksi. Selain itu, juga tidak takut kalau di tengah-tengah memasak, tahu-tahu gas habis. Semoga segera terwujud," harap Sutiah.

Jika nanti sudah berlangganan gas bumi, lanjut Sutiah, pihaknya berharap dapat memperbanyak variasi jualan. Selama ini, dirinya hanya fokus membuat gorengan yang dijual mulai dari harga Rp5 ribu - Rp8 ribu dengan sistem titip jual di berbagai supermarket di kawasan Denpasar dan sekitarnya.  (*)

-----------
*) Penulis adalah penulis artikel lepas yang tinggal di Bali.

Pewarta: Oleh Tri Vivi Suryani *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017