Karangasem (Antara Bali) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Bali menargetkan pembagian kartu identitas pengungsi (KIP) Gunung Agung sudah rampung pekan depan guna memudahkan pendataan jumlah keseluruhan warga yang menjauh dari zona kawasan rawan bencana (KRB).

"Mudah-mudahan minggu ini KIP sudah selesai dikerjakan dan segera dibagikan, karena ada beberapa kendala teknis dalam pendataan warga yang mengungsi disatu desa yang menyebar hingga ke kabupaten lainnya," kata Kepala BPBD Bali Dewa Made Indra di Pos Pengamatan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Senin.

Berdasarkan data hari ini, kata Dewa, jumlah pengungsi Gunung Agung tercatat mencapai 139.368 jiwa di 395 titik pengungsian yang tersebar diseluruh kabupaten/kota di Bali. Dari total pengungsi ini, diakuinya, belum semua warga yang melapor kepada kepala desanya, sehingga kemungkinan akan terjadi perubahan data jumlah pengungsi.

Dengan adanya KIP ini, tidak ada lagi perkiraan jumlah keseluruhan warga pengungsi Gunung Agung yang menjauh dari zona KRB, sehingga tercatat sesuai registrasi jumlah penduduk yang ada di desanya.

Melalui KIP ini, pengungsi yang telah memegang kartu ini akan dapat kemudahan untuk bantuan logistik, mendapatkan pengobatan gratis dan memudahkan pemerintah dalam perencanaan anggaran bencana ke depan.

Dewa Indra menegaskan sudah ada beberapa KIP Gunung Agung yang sudah diserahkan kepada pengungsi pada Minggu (15/10). Namun, ada juga kepala desa yang masih melakukan pendataan kembali warganya yang mengungsi.

Sebelunya, pembagian KIP ini diberikan, sejumlah kepala desa dikumpulkan tim penanggulangan bencana di Posko Tanah Ampo, Manggis, Karangasem untuk membahas teknis pembagian kartu pengungsi ini, karena ada beberapa kepala desa yang sudah mendata pendudukkanya dan ada yang masih berproses.

"Data penduduk disetiap desa ini tidak sama, sehingga ada desa yang penduduknya sedikit maka cepat selesai dan yang penduduknya banyak pendataannya masih berproses," ujarnya.

Ia menerangkan, permasalahan proses pembagian kartu identitas pengungsi ini, kata Dewa, sebelum mengisi formulir identitas warga pengungsu, kepala desa harus mengetahui dahulu dimana warganya mengungsi.

"Karena tidak semua kepala desa mengetahui dimana warganya saat ini sedang mengungsi, karena posko pengungsian ini menyebar disejumlah titik. Ada satu desa yang mengungsi secara berkelompok dan ada juga yang menyebar," ujarnya.

Ia mencontohkan, warga asal Desa Ban dia mengungsi secara berkelompok di Desa Les, Desa Kubu dan Desa Tembok. Namun, ada juga satu desa yang warganya hingga mengungsi ke Kabupaten Jembarana, sehingga pendata warga untuk dibuatkan kartu identitas pengungsi ini sangat sulit.

"Saya contohkan lagi pengungsi di GOR Swecapura, semua pengungsi itu tidak hanya berasal dari satu desa saja, tapi dari berbagai desa. Maka kepala desanya masih mendata ini lagi," ujarnya.

Sehingga koordinasi dari satu desa yang membuat kartu identitas pengungsi ini membuat pelaporan dari tempat-tempat pengungsian. "Saya misalkan pengungsi di GOR Swecapura tercatat jumlah pengungsi dan asal desanya, akan tetapi data ini belum terangkum berdasarkan nama, sehingga kepala desanya yang akan mengkroscek nama pengungsi itu," ujarnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Surya

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017