Denpasar (Antara Bali) - Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Denpasar, Bali, mendorong instansi pemerintah di daerah setempat untuk mengoptimalkan percepatan penyerapan anggaran sehingga manfaatnya dapat dirasakan masyarakat secara merata.

Kepala KPPN Denpasar Teddy di Denpasar, Rabu, menjelaskan secara umum penyerapan anggaran bisa tidak optimal salah satunya karena lambatnya proses pelelangan, meskipun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sudah diserahkan pada akhir tahun sebelumnya.

"Tetapi dalam perjalanan proses lelang biasanya baru dilakukan triwulan kedua bahkan menjelang akhir semester satu. Itu kendala tersendiri sehingga proses penyerapan menjadi lambat," katanya setelah membuka evaluasi kinerja dan pemberian penghargaan satuan kerja.

Kendala lainnya, lanjut dia, di antaranya menyangkut sumber daya manusia seperti adanya pergantian pejabat berwenang sehingga perlu edukasi kembali kepada pejabat yang baru.

Untuk itu, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan mengeluarkan Peraturan Nomor 12/PB/2017 terkait Pedoman Dalam Pelaksanaan Penerimaan dan Pengeluaran pada Akhir Tahun Anggaran 2017.

Dia menjelaskan dengan aturan itu, akhir tahun anggaran 2017 sudah harus dikeluarkan pada Agustus 2017 atau lebih cepat dari biasanya pada Oktober.

Pihaknya juga mengimbau instansi pemerintah atau satuan kerja untuk secepatnya mengajukan surat perintah membayar (SPM) setelah pekerjaan selesai dilaksanakan.

"Kalau yang lalu, pekerjaan sudah selesai Juni tetapi baru diajukan Desember, padahal pekerjaan sudah selesai jauh hari. Dengan aturan baru ini penyampaian SPM dibuat termin," imbuhnya.

Dalam aturan itu, lanjut dia, tidak ada lagi diberikan peluang dispensasi atas keterlambatan penyampaian SPM yang diatur paling lambat lima hari kerja sejak kontrak ditandatangani.

Risiko keterlambatan itu, lanjut dia, yakni tagihan tidak bisa dibayar pada tahun anggaran 2017 dan akan menjadi beban tunggakan di DIPA tahun 2018.

Secara administrasi, hal tersebut akan lebih panjang dan proses yang semakin rumit termasuk adanya tuntutan pihak ketiga karena tagihan belum dibayar satuan kerja.

Untuk merangsang optimalisasi kinerja penyerapan satuan kerja, pihaknya memberikan penilaian kepada instansi pemerintah di daerah atau satuan kerja berdasarkan 11 indikator di antaranya penyerapan dan kepatuhan dalam menyelesaikan laporan.

Laporan itu meliputi pertanggungjawaban bendahara, kewajiban pelaporan pelaksanaan, rekonsiliasi atas transaksi penerimaan dan pengeluaran tiap bulan, retur dan kepatuhan dalam menyampaikan rencana penarikan dana.

Senada dengan Teddy, Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran (PPA) II Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Bali Made Cana Armaya mengatakan dengan adanya aturan baru itu diharapkan penyerapan anggaran merata setiap triwulan sehingga masalah klasik yakni penyerapan anggaran rendah pada awal tahun dan melonjak pada akhir tahun tidak terulang.

Meski demikian, pihaknya mengapresiasi kinerja serapan anggaran di Provinsi Bali yang melampaui rata-rata capaian nasional.

Cana menyebutkan serapan anggaran di Bali untuk belanja kementerian/lembaga hingga saat ini mencapai Rp5,7 triliun atau 64,7 persen dari total pagu mencapai Ro8,8 triliun dengan anggaran yang masih sisa mencapai Rp3,1 triliun.

Untuk dana transfer ke daerah dan dana desa terealisasi sebesar Rp1,04 triliun atau sudah 73,68 persen.

Sedangkan untuk penerimaan di Bali mencapai Rp7,5 triliun terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.

Meski tidak membeberkan detail perbandingan tahun sebelumnya, Cana menyatakan terjadi kenaikan namun tidak begitu besar.

Dalam kesempatan itu KPPN Denpasar juga mengenalkan pelayanan Sistem Manajemen Pantauan Antrean (Simpati) 037 yang memudahkan satuan kerja memantau jumlah antrean melalui aplikasi berbasis android. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017