Denpasar (Antara Bali) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali meminta pemprov setempat untuk menghentikan sementara penertiban terhadap sopir angkutan pariwisata "freelance" yang tidak mengantongi izin dari pemerintah.
"Pemerintah harus memberikan kesempatan kepada para sopir angkutan pariwisata 'freelance' untuk mengurus perizinannya. Karena itu kami harapkan 'sweeping' petugas dihentikan sementara," kata Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya di Denpasar, Selasa.
Secara formal dewan sudah membuat surat rekomendasi bernomor 593/09.kom.I/V/DPRD tertanggal 20 Mei 2011 yang ditandatangani Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya dan sekretaris komisi I Dewa Nyoman Rai Adi.
Ia mengatakan, dewan juga meminta eksekutif segera memanggil para pengusaha dan perusahaan yang bergerak dalam bidang angkutan pariwisata yang tidak memiliki perizinan dan yang memiliki perizinan tetapi tidak sesuai peruntukkannya.
Menurut Arjaya, rekomendasi itu dikeluarkan berdasarkan penyampaian aspirasi dari Asosiasi Sopir Angkutan Pariwisata Freelance (ASAPF) Bali yang melakukan demonstrasi ke DPRD Bali pada Jumat (20/5).
Dalam aksi demo ASAPF Bali itu, mereka mengeluhkan penertiban yang dilakukan pemerintah sejak awal tahun 2011 ini.
Menurut ASAPF, aksi penertiban yang dilakukan tim gabungan yaitu Satpol PP, Dinas Perhubungan dan kepolisian telah membuat resah para sopir dan wisatawan yang menggunakan jasa angkutan tersebut.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi (Dishubinfokom) Bali Made Santha mengatakan, hasil operasi tersebut menunjukkan jumlah kendaraan wisata ilegal jauh lebih banyak dibandingkan yang berizin.
Ia mengatakan, pihaknya memperkirakan saat ini ada lebih dari 30.000 kendaraan wisata yang beroperasi secara ilegal di Bali atau sekitar 85 persen dari total kendaraan wisata yang ada di Pulau Dewata.
Jumlah kendaraan yang mengantongi izin resmi saat ini tercatat hanya 5.251 unit, terdiri atas 1.051 unit angkutan wisata (bus dan minibus) serta 4.200 unit angkutan sewa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Pemerintah harus memberikan kesempatan kepada para sopir angkutan pariwisata 'freelance' untuk mengurus perizinannya. Karena itu kami harapkan 'sweeping' petugas dihentikan sementara," kata Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya di Denpasar, Selasa.
Secara formal dewan sudah membuat surat rekomendasi bernomor 593/09.kom.I/V/DPRD tertanggal 20 Mei 2011 yang ditandatangani Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya dan sekretaris komisi I Dewa Nyoman Rai Adi.
Ia mengatakan, dewan juga meminta eksekutif segera memanggil para pengusaha dan perusahaan yang bergerak dalam bidang angkutan pariwisata yang tidak memiliki perizinan dan yang memiliki perizinan tetapi tidak sesuai peruntukkannya.
Menurut Arjaya, rekomendasi itu dikeluarkan berdasarkan penyampaian aspirasi dari Asosiasi Sopir Angkutan Pariwisata Freelance (ASAPF) Bali yang melakukan demonstrasi ke DPRD Bali pada Jumat (20/5).
Dalam aksi demo ASAPF Bali itu, mereka mengeluhkan penertiban yang dilakukan pemerintah sejak awal tahun 2011 ini.
Menurut ASAPF, aksi penertiban yang dilakukan tim gabungan yaitu Satpol PP, Dinas Perhubungan dan kepolisian telah membuat resah para sopir dan wisatawan yang menggunakan jasa angkutan tersebut.
Sementara Kepala Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi (Dishubinfokom) Bali Made Santha mengatakan, hasil operasi tersebut menunjukkan jumlah kendaraan wisata ilegal jauh lebih banyak dibandingkan yang berizin.
Ia mengatakan, pihaknya memperkirakan saat ini ada lebih dari 30.000 kendaraan wisata yang beroperasi secara ilegal di Bali atau sekitar 85 persen dari total kendaraan wisata yang ada di Pulau Dewata.
Jumlah kendaraan yang mengantongi izin resmi saat ini tercatat hanya 5.251 unit, terdiri atas 1.051 unit angkutan wisata (bus dan minibus) serta 4.200 unit angkutan sewa. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011