Amlapura (Antara Bali) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei mengingatkan masyarakat di sekitar kawasan Gunung Agung Karangasem agar hanya mendengarkan informasi perkembangan status vulkanik dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

"Jangan mendengarkan dari media lain karena bisa `hoax` dan analisis yang tidak tepat," kata Willem di sela-sela mengecek Pos Pengamatan Gunung Api Agung, di Desa Rendang, Amlapura, Karangasem, Rabu.

Terkait dengan sejumlah masyarakat desa di sekitar Gunung Agung yang telah melakukan evakuasi mandiri, pihaknya bisa memahami karena efek psikologis. Apalagi Gunung Agung pada 1963 pernah mengalami erupsi demikian dahsyat.

"Dalam menghadapi situasi ini memang belum ada alat yang bisa mendeteksi, seandainya terjadi tepatnya kapan, yang bisa dipelajari adalah fenomena, kegiatan, dan kecenderungannya," ucapnya.

Pihaknya melihat sejauh ini pemerintah daerah sudah melakukan upaya secara maksimal dalam kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya erupsi Gunung Agung.

"Kami juga sudah berkoordinasi dengan semua stakeholder (pemangku kepentingan-red), termasuk dari Kemenhub, bagaimana seandainya bandara terdampak erupsi, bagaimana penyiapan transportasi darat dan laut," ucapnya.

Dalam kesempatan itu, Willem juga mengimbau agar segera membuat pos pantau sementara, hal ini untuk mengantisipasi jika terjadi letusan, mengingat jarak pos pantau dengan Gunung Agung hanya enam kilometer.

"Seandainya terjadi erupsi, pos pemantau harus terus berjalan. Kami sedang mencari lokasi yang tepat, tidak terlalu jauh tetapi aman," katanya.

Dalam kesempatan itu, Willem juga mendapat penjelasan mengenai aktivitas terakhir Gunung Agung. Walaupun kegempaan tidak setajam dua hari lalu, sempat terjadi sebanyak 480 detik tremor. Dengan gempa dangkal dua kilometer dan kedalaman magma lima kilometer, sehingga masyarakat harus tetap waspada. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017