Sebanyak 16 komplek pura menjadi satu-kesatuan tak terpisah di kawasan suci Pura Besakih, tempat suci umat Hindu di lereng kaki Gunung Agung, dengan ketinggian 3.142 meter dari permukaan laut.

Pura terbesar di Indonesia itu, konon pondasinya dibangun oleh Rsi Markandeya dari India pada zaman pemerintahan Raja Sri Udayana Warmadewa (1007 Masehi).

Besakih tercatat dalam prasasti Purana dan lontar sebagai tempat beristananya para dewa, sehingga mempunyai fungsi paling penting di antara pura-pura lainnya di Pulau Dewata.

"Di tiga pura kawasan suci Besakih yakni Pura Bangun Sakti, Basukian dan Pura Pangubengan akan dilaksanakan ritual `Pengelempana` atau penduh jagat pada hari Rabu (20/9)," tutur Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana.

Kegiatan ritual tersebut merupakan hasil kesepakatan para sulinggih, pemangku dan tokoh masyarakat Desa Pekraman Besakih yang telah dikoordinasikan dengan PHDI Provinsi Bali dan PHDI pusat sejak lima hari yang lalu.

Kegiatan ritual "Peneduh jagat" yang bermakna untuk memohon kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa agar dapat mengendalikan aktivitas Gunung Agung untuk kembali normal sekaligus menyelamatkan bumi beserta seluruh isinya.

Ritual itu juga bermakna menyampaikan permohonan maaf (guru piduka) atas kesalahan masyarakat yang dilakukan, tidak hanya yang bermukim di sekitar Gunung Agung, tapi seluruh masyarakat Bali dan Indonesia umumnya.

Selain itu, masyarakat dan seluruh desa pekraman di Bali melakukan hal yang sama di pura atau di tempat suci masing-masing agar Gunung Agung kembali normal seperti sendiakala.

Kegiatan ritual yang akan dilaksanakan hari Rabu (20/9) sekitar pukul 14.00 waktu setempat telah dikoordinasikan dengan berbagai pihak, sehubungan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status aktivitas Gunung Agung dari waspada menjadi siaga atau level III terhitung mulai Senin (18/9) pukul 21.00 Wita.

Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gunungapi PVMBG Gede Suantika, dinaikkannya status gunung itu berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya.

Sejak beberapa hari terakhir, PVMBG mencatat peningkatan aktivitas gunung itu dengan terekamnya kegempaan vulkanik.

Hal itu mengindikasikan bahwa aktivitas vulkanik gunung yang terletak di kabupaten paling timur di Bali itu saat ini dalam keadaan tidak stabil sehingga besar kemungkinan akan menimbulkan terjadinya letusan.

Hingga pukul 20.00 Wita Senin malam (18/9) tercatat dua kali gempa Tremor Non-Harmonik dengan amplitudo 6 mm dengan lama gempa 480 detik dan 18 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 2 mm hingga 10 mm dengan lama gempa 7 hingga 40 detik.

Selain itu tercatat 355 kali gempa Vulkanik dengan amplitudo 2 hingga 10 mm dengan lama gempa lima hingga 38 detik, sembilan dan tiga kali Tektonik Jauh.

Demikian juga PVMBG mencatat dari tanggal 14 September hingga 18 September 2017 pukul 20.00 Wita telah terjadi empat kali gempa yang berpusat di sekitar gunung dengan magnitudo Md 3.11 dan skala MMI II-III di Pos Pengamatan Gunung Agung di Rendang.



Lereng terbakar

Sementara Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali Dewa Indra menyatakan lereng Gunung Agung terbakar di tengah meningkatnya aktivitas vulkanik gunung berapi tersebut.

Kebakaran itu sebenarnya tidak ada kaitannya dengan peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Agung. Kebakaran itu diduga akibat kekeringan yang memicu percikan api sehingga menyebabkan kebakaran.

Kebakaran hutan dan lahan di lereng gunung yang disucikan umat Hindu itu terjadi di sekitar Kubu sebelah utara-timurlaut kawah Gunung Agung dalam 24 jam terakhir.

Hingga kini ada sekitar 11 titik api di lereng Gunung Agung.

Sebelumnya Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan berdasarkan hasil analisis satelit Aqua dan Terra dari Lapan menunjukkan ada tiga titik api atau "hotspot" kebakaran hutan dan lahan di sebelah utara-timur laut kawah Gunung Agung dalam 24 jam terakhir.

Laporan dari petugas di lapangan masih berlangsung kebakaran hutan dan lahan hingga pagi di sekitar Gunung Agung. Kemungkinan abu dari material lahan yang terbakar ini terbawa oleh angin dan jatuh ke permukaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya informasi hujan abu dan foto-foto yang beredar di media sosial, kata dia, tidak benar hujan abu dari aktivitas vulkanik Gunung Agung.

Kemungkinan itu adalah material abu dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sekitar gunung.

Sementara itu Dandim 1623 Karangasem, Letkol INF Fierman Sjafrial Agustus mengatakan, pihak TNI dan Polri siap membantu evakuasi warga di Kabupaten Karangasem, jika terjadi bencana letusan Gunung Agung.

Pihaknya sudah berkoordinasi dengan anggota untuk membantu warga jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Bersama petugas terkait akan selalu berkoordinasi

untuk mencarikan lokasi evakuasi warga yang aman dan mudah dijangkau.

Hal itu penting jangan sampai warga mengungsi di tempat aman tetapi sulit dijangkau, hal itu akan mempersulit petugas dalam membawakan pasokan bantuan.

Sementara pihak kepolisian setempat telah melakukan sosoalisasi kepada warga di Pasar Agung agar tidak panik dan tetap mengikuti instruksi petugas. Selain itu mengingatkan agar warga dimanapun nantinya mengungsi agar tetap melapor sehingga tetap terdata dan mendapat bantuan dari petugas.

Masyarakat juga diminta tidak menyebarkan informasi bohong dari sumber yang tidak jelas, namun yang pasti dan benar dari Badan Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral karena sudah menggunkan peralan yang canggih dan sesuai standar.

"Jika terjadi bencana jangan panik, utamakan keselamatan diri dan barang-barang berharga," ujar Dandim Letkol INF Fierman.  (*)

--------
*) Penulis (keduanya) adalah wartawan LKBN Antara Biro Bali.

Pewarta: Dewa Wiguna dan Ketut Sutika *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017