Magelang (Antara Bali) - Presiden Joko Widodo mengingatkan mengenai tantangan dalam penggunaan media sosial kepada sekitar 15 ribu pelajar Nahdlatul Ulama (NU), di lapangan tembak Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jateng, Senin.

"Tantangan keterbukaan saat ini adalah media sosisal yang sangat terbuka. Semua orang bisa mengabarkan apa saja yang baik-baik dikabarkan boleh, yang positif-positif dikabarkan sangat baik, tapi juga jangan lupa di media sosial sekarang ini bertebaran yang jelek-jelek, yang negatif, fitnah, mencela, 'hoax', kabar bohong itu juga menjadi tantangan kita ke depan," kata Presiden.

Presiden menyampaikan hal itu dalam acara Pembukaan Perkemahan Wirakarya Pramuka Ma'arif Nahdlatul Ulama Nasional (PERWIMNAS) II Tahun 2017 bertema "Kokohkan Karakter Generasi Bangsa" dan Apel Ma'arif Nahdlatul Ulama Setia NKRI.

Selain Presiden, hadir juga Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo serta Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maruf Amin.

"Selain itu tantangan makin maraknya narkoba, yang jenisnya bermacam-macam oleh sebab itu pada kesempatan yang baik ini saya mengajak kita semuanya untuk menyadari bahwa tantangan-tangangan yang saya sampaikan tadi ada di depan kita," tambah Presiden.

Presiden meminta agar para peserta Perwimnas yang juga merupakan anggota permuka itu dapat mempersiapkan diri untuk beradu cepat dengan negara lain.

"Bagaimana kita beradu kreativitas kalau tidak kita akan ditinggal. Inilah tantangan-tantangan yang kita hadapi dan memerlukan sebuah 'basic' fondasi yang sangat kuat sehingga kita bisa memenangkan kompetisi itu. Tapi saya meyakini dengan sebuah fondasi karakter yang baik, pramuka Ma'arif NU saya meyakin Insya Allah mampu menatap masa depan memenangkan persaingan, memenangkan kompetisi karena 'basic' karakter itu sudah ada, tinggal disuntik sedikit-sedikit," tutur Presiden.

Presiden pun kembali mengingatkan agar para peserta Pramuka Ma'rif NU dapat menjaga "Ukhuwah Islamiyah" (persaudaraan sesama kaum Muslim) dan Ukhuwah Wathoniyah (menjalin persaudaraan dengan saudara sebangsa setanah air) dapat diperkuat agar Indonesia dapat menjadi negara yang kuat secara ekonomi.

"Saya ingin mengingatkan kepada para santri, marilah kita bersiap diri terhadap perubahan yang momennya datang begitu cepat. Sekarang perubahan teknologi dan inovasi datangnya begitu cepat setiap jam, menit, detik selalu ada perubahan. Kalau kita tidak bersiap diri dan membuat terobosan, lompatan-lompatan kemajuan dalam bertindak, dalam merespon inovasi teknologi maka sekali lagi kita akan tertinggal, kita akan digulung oleh perubahan itu sendiri."
 
 "Jangan pernah merasa puas dengan apa yang kita capai terus pelajari hal-hal baru temukan hal-hal baru, praktikan hal-hal baru yang dapat membawa kemajuan untuk diri kita umat, negara kesatuan yang kita cintai," ujar Presiden, menegaskan.

Sedangkan Ketua Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj, juga mengakui bahwa intensitas konflik yang dilatarbelakangi perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) di dunia internasional semakin meningkat.

"Perlahan, namun pasti konflik yang terjadi di Irak, Suriah, Myanmar dan berbagai negara masing-masing di belahan dunia lainnya telah mereduksi kebangsaan sebagaian warga Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai gerakan intoleran dalam skala besar hari ini, di tengah hal itu sudah sepantasnya nilai-nilai kebangsaan berbasis agama yang dibangun pendahulu kita tertanam di generasi penerus sehingga perbedaan SARA tidak dapat digunakan sebagai alat merusak kohesivitas anak bangsa oleh kelompok tidak bertanggung jawab," tutur Said Aqil.

Perwinas Maarif NU menurut dia hadir di saat yang tepat saat generasi muda tantangan kohesivitas yang tereduksi.

Ia pun mengutip jargon pendiri NU Abdul Wahab yaitu Syubbanul Wathon yang liriknya berbunyi "Ya Lal Wathon/Ya Lal Wathon/Ya Lal Wathon/Hubbul Wathon minal Iman/Wala Takun minal Hirman/Inhadlu Alal Wathon/Indonesia Biladi".

"Artinuya pusaka hati, wahai tanah airku cintaku dalam imanku, Indonesia adalah kebanggaan kita semua. Bait ini mengingatkan kepada kita nasionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan agama apapun terjemahan 'Hubbul Wathon Minal Iman' bukan hanya cinta tanah air tapi nasionalime, nasionalisme adalah bagian dari iman dan iman ini yang menyelematkan Indonesia dari perpecahana seperti terjadi pada bangsa-bangsa lain," ujarnya, menegaskan.

Dalam acara itu, pelajar Maarif NU juga menyampaikan ikrar yaitu setia kepada Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika serta berkomitmen mempertahankan NKRI harga mati. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017