Denpasar (Antara Bali) - Legislator Indonesia yang juga Wakil Ketua DPR-RI Fahri Hamzah mengatakan Pertemuan Anggota Parlemen Dunia dalam Pembangunan Berkelanjutan bisa memberikan jalan keluar dan persamaan persepsi, salah satunya untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan Rohingya di wilayah Rakhine, Myanmar.
"Perlu penyamaan persepsi dalam penyelesaian krisis kemanusiaan, dan menyelamatkan masa depan etnis Rohingya adalah bagian dari konsolidasi demokrasi," kata Fahri Hamzah, di sela kegiatan "Konferensi World Parliamentary Forum on Sustainable Development Goals" di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Ia mengatakan permasalahan di Rohingya adalah masalah multikultur, seharusnya kaum minoritas dilindungi hak-haknya. Seharusnya, negara Myanmar mampu mengelola perbedaan antar-etnis sehingga mampu meredam diskriminasi dan kekerasan etnis di Rohingya.
"Kita melihat dan ada penyelidikan awal bahwa militer Myanmar terlibat dalam kekerasan bersenjata. Kalau informasi ini benar, maka masalah Myanmar bukan lagi masalah biasa, tapi bentuk kejahatan kemanusiaan," ucapnya.
Ia mengatakan jika hal itu terbukti maka Myanmar bisa diberi sanksi oleh ASEAN dan dunia. Bahkan bisa diseret ke Mahkamah Internasional atas pelanggaran HAM.
Fahri mendorong parlemen yang hadir dalam kesempatan ini untuk melakukan inisiasi bersama guna menyelesaikan masalah kemanusiaan di Myanmar. Dan pihaknya menginisiasi pertemuan antara delegasi Indonesia, Turki, dan Bangladesh.
"Ada Bangladesh, negara tetangga Myanmar yang hingga hari ini masih enggan membuka perbatasannya menampung pengungsi Rohingya. Ada delegasi dari Turki dimana negara tersebut yang terlihat paling menonjol dalam menginisiasi bantuan kemanusiaan di Rohingya," ujarnya.
Ia mengharapkan Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas. Parlemen RI memang sudah mengambil sikap tegas. Pihaknya berharap, parlemen dunia yang sedang berkumpul ini, bisa membantu secara politik dan kemanusiaan. Demi kemanusiaan dan persaudaraan warga dunia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
"Perlu penyamaan persepsi dalam penyelesaian krisis kemanusiaan, dan menyelamatkan masa depan etnis Rohingya adalah bagian dari konsolidasi demokrasi," kata Fahri Hamzah, di sela kegiatan "Konferensi World Parliamentary Forum on Sustainable Development Goals" di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Ia mengatakan permasalahan di Rohingya adalah masalah multikultur, seharusnya kaum minoritas dilindungi hak-haknya. Seharusnya, negara Myanmar mampu mengelola perbedaan antar-etnis sehingga mampu meredam diskriminasi dan kekerasan etnis di Rohingya.
"Kita melihat dan ada penyelidikan awal bahwa militer Myanmar terlibat dalam kekerasan bersenjata. Kalau informasi ini benar, maka masalah Myanmar bukan lagi masalah biasa, tapi bentuk kejahatan kemanusiaan," ucapnya.
Ia mengatakan jika hal itu terbukti maka Myanmar bisa diberi sanksi oleh ASEAN dan dunia. Bahkan bisa diseret ke Mahkamah Internasional atas pelanggaran HAM.
Fahri mendorong parlemen yang hadir dalam kesempatan ini untuk melakukan inisiasi bersama guna menyelesaikan masalah kemanusiaan di Myanmar. Dan pihaknya menginisiasi pertemuan antara delegasi Indonesia, Turki, dan Bangladesh.
"Ada Bangladesh, negara tetangga Myanmar yang hingga hari ini masih enggan membuka perbatasannya menampung pengungsi Rohingya. Ada delegasi dari Turki dimana negara tersebut yang terlihat paling menonjol dalam menginisiasi bantuan kemanusiaan di Rohingya," ujarnya.
Ia mengharapkan Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas. Parlemen RI memang sudah mengambil sikap tegas. Pihaknya berharap, parlemen dunia yang sedang berkumpul ini, bisa membantu secara politik dan kemanusiaan. Demi kemanusiaan dan persaudaraan warga dunia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017