Denpasar (Antara Bali) - Enam seniman di Pulau Dewata menerima Penghargaan Seni Dharma Kusuma dari Pemerintah Provinsi Bali yang diserahkan dalam peringatan Hari Jadi Ke-59 provinsi setempat, di Denpasar, Senin.

"Salah satu kriteria penerima Penghargaan Dharma Kusuma adalah karya seni yang dihasilkan masih dipakai oleh masyarakat dalam kegiatan berkesenian dan mereka tidak putus-putusnya berkarya," kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Dewa Putu Beratha di sela-sela penyerahan penghargaan tersebut oleh Gubernur Bali.

Sebelumnya, ujar Dewa Beratha, nama-nama seniman diajukan oleh pemerintah kabupaten/kota maupun lembaga seni, barulah diseleksi oleh tim dari Pemerintah Provinsi Bali.

"Penilaiannya tidak hanya berdasarkan kelengkapan dokumen administrasi, tim juga turun langsung ke lapangan ke rumah para seniman," ucapnya sembari menambahkan tim juga mencari informasi pada masyarakat sekitar tentang keaktifan seniman di bidang berkesenian.

Dari 15 nama seniman yang diajukan, setelah diseleksi oleh tim akhirnya enam seniman yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan Penghargaan Seni Dharma Kusuma yakni I Nyoman Suma Argawa (seniman tari), dan Anak Agung Gde Dharma Agung (seniman kriya).

Selanjutnya, NLN Suasthi Widjaja Bandem (seniman tari), Anak Agung Gede Rai (seniman rupa), I Ketut Gede Asnawa (seniman karawitan), dan I Gusti Ngurah Ketut Sangka (almarhum) yang merupakan seniman sastra.

Seniman Suma Argawa berasal dari Kabupaten Buleleng, tidak hanya aktif menarikan topeng dan mengajarkan seni tari pada generasi muda, sekaligus memiliki kemampuan melukis dan mematung, sedangkan AA Gde Dharma Agung merupakan seniman dari Kabupaten Bangli dengan keahlian sebagai undagi (pembuat) topeng.

Suasthi Widjaja Bandem sebagai seniman tari yang lahir di Kota Denpasar ini dikenal sebagai pionir lahirnya Tari Kebesaran Siwa Nata ISI Denpasar dan beberapa tari ciptaannya seperti Tari Puspanjali, Belibis, Cendrawasih, Sekar Jagat dan Rejang Dewa yang masih terus dipelajari masyarakat Bali sampai sekarang.

Selanjutnya Anak Agung Gde Rai dari Peliatan, Gianyar, merupakan seniman yang sekaligus pemilik Museum ARMA. Museum tersebut bukan sekadar tempat dokumentasi atau pameran lukisan, tetapi secara keseluruhan menghadirkan kehidupan masyarakat Bali yang menyatu dengan alam dan lingkungan sosio kulturnya.

I Ketut Gede Asnawa, seniman dari Kaliungu, Kota Denpasar merupakan dosen karawitan di University of Illinois Urbana Champaign (UIUC) Amerika. Seniman yang tinggal di Negeri Paman Sam itu sejak tahun 2000-an juga aktif mendirikan berbagai grup gamelan.

Yang terakhir, I Gusti Ngurah Ketut Sangka (alm) merupakan seniman yang tekun mentranskrip lontar-lontar sastra kuno semasa hidupnya dan juga menerbitkan beberapa buku itihasa.

"Saya sangat senang bahwa Pemprov Bali telah memperhatikan para seniman yang betul-betul berkarya. Ke depan tantangan juga bagi saya untuk menciptakan karya seni dan menghidupkan karya seni yang pernah diciptakan dulu, namun sudah mulai memudar," ujar Suasthi Bandem.

Isteri dari budayawan Prof Dr I Made Bandem itu mengharapkan kesenian yang telah diciptakan bisa dicintai masyarakat karena hal itu merupaka salah satu caranya meyadnya (berkorban) untuk Bali.

Para seniman tersebut selain mendapatkan piagam penghargaan dari Gubernur Bali, juga memperoleh medali emas Dharma Kusuma seberat 20 gram dan uang masing-masing Rp11 juta. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017