London (Antara Bali) - Serangan siber pada Jumat menyerang 200.000 korban yang tersebar pada sekitar 150 negara dan jumlah itu dapat bertambah ketika para pegawai mulai kembali bekerja pada Senin, kata kepala badan kepolisian Uni Eropa pada Minggu waktu setempat.

Pakar keamanan dunia maya mengatakan bahwa penyebaran virus dengan nama ransomware WannaCry yang mengunci sistem komputer di perusahaan produksi mobil, rumah sakit, toko dan sekolah di beberapa negara telah melambat, namun setiap waktu dapat meningkat kembali.

Direktur Europol Rob Wainwright mengatakan kepada ITV Peston pada Minggu bahwa program serangan itu unik karena ransomware digunakan dalam kombinasi dengan "fungsi worm" sehingga infeksi menyebar secara otomatis.

"Jangkauan global belum pernah terjadi sebelumnya. Hitungan terakhir 200.000 korban di setidaknya 150 negara, dan para korban tersebut, kebanyakan dari kalangan bisnis, termasuk perusahaan besar," katanya seperti dikutip Reuters.

"Saat ini, kita sedang menghadapi ancaman yang meningkat. Jumlahnya naik; Saya khawatir jumlahnya akan terus bertambah ketika para pekerja memulai aktivitasnya dengan menggunakan komputer pada Senin," tambahnya.

Dia mengatakan bahwa Europol dan agen lainnya belum mengetahui siapa pelaku di balik serangan tersebut, namun biasanya hal ini disebabkan oleh pemikiran kriminal dan itu merupakan teori pertama kami untuk mencari alasan yang jelas.

"Tentu ada jumlah yang dituntut, namun jumlahnya relatif kecil - 300 dolar hingga 600 dolar jika anda tidak membayar dalam waktu tiga hari," katanya.

"Sudah ada beberapa transaksi pembayaran sejauh ini yang kami temui ketika kami melacak kasus ini, namun kebanyakan mereka tidak membayar, jadi tidak banyak uang yang didapat oleh organisasi kejahatan itu sejauh ini," tambahnya.

Wainwright mengatakan bahwa Europol khawatir dengan keamanan siber di sektor kesehatan, yang menangani banyak data sensitif, namun ia menolak berkomentar mengenai apakah Dinas Kesehatan Inggris telah memberikan dana secara memadai.

Menteri Pertahanan Michael Fallon mengatakan kepada BBC bahwa pemerintah di bawah Perdana Menteri Theresa May menghabiskan sekitar 50 juta poundsterling untuk memperbaiki sistem komputer di NHS setelah memperingatkan layanan yang dibutuhkan untuk mengurangi paparannya, "Sistem terlemah, Windows XP". (WDY)

Pewarta: Pewarta: Antara News

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017