Denpasar (Antara Bali) - Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Bali mendukung langkah Bank Indonesia dalam menertibkan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank atau "money changer" bodong karena selama ini sudah merugikan usaha pedagang resmi.
Ketua APVA Bali Ayu Astuti Dhama di Denpasar, Minggu, mengharapkan instansi terkait memberikan sanksi yang sesuai dan tegas kepada "money changer" ilegal, mengingat sebelumnya sudah acap kali digelar penertiban, namun kegiatan ilegal masih menjamur.
Terkait penertiban kali ini, pihaknya masih menantikan perkembangan selanjutnya terkait "money changer" bodong yang sudah diberi stiker atau label ilegal oleh Bank Indonesia.
"Kami ingin melihat perkembangan selanjutnya, apakah akan menutup usahanya atau mengurus izin. Apabila, pengusaha ilegal tersebut mau mengurus izin, kami bersedia membantu," ucapnya.
Sebagai pedagang resmi dan berizin, pihaknya merasakan dampak akibat keberadaan pedagang ilegal karena selain merusak bisnis, juga dapat merusak citra pariwisata di Bali.
"Kalau perusahan legal tentu tidak berani, bahkan tidak mungkin melakukan kecurangan-kecurangan seperti mengurangi nilai tukar uang dan lainnya, karena perusahaan resmi sudah diatur dan diawasi," ujar Ayu.
Sebelumnya Bank Indonesia Provinsi Bali menyatakan telah memberikan tanda ilegal di 40 dari sekitar 70 kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank bodong setelah bank sentral itu memberikan batas waktu mengurus izin hingga 7 April 2017.
KUPVA bukan bank atau disebut "money changer" yang telah dilabeli ilegal apabila berusaha untuk mencabut atau merusak stiker akan dikenakan sanksi pidana.
Hingga saat ini, jumlah pedagang valuta asing bukan bank berizin di Bali mencapai 689 usaha dengan rincian 142 kantor pusat dan 547 kantor cabang.
Nilai transaksi atau jual beli uang kertas asing dan cek perjalanan selama tahun 2016 mencapai Rp31 triliun lebih, atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya mencapai Rp29,7 triliun.
BI berjanji akan gencar melakukan pemantauan bersama pihak berwenang dan akan melakukan penelusuran untuk menertibkan KUPVA ilegal yang ada di Bali.
Bagi BI, penertiban itu penting, karena Bali merupakan "etalase" Indonesia di mata dunia, sehingga KUPVA ilegal akan mencederai kepercayaan asing (wisatawan) pada Indonesia.
Apalagi, KUPVA ilegal juga sangat mungkin dijadikan "pintu masuk" bagi transaksi bisnis narkotika, terorisme, dan kejahatan internasional lainnya yang merugikan Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017
Ketua APVA Bali Ayu Astuti Dhama di Denpasar, Minggu, mengharapkan instansi terkait memberikan sanksi yang sesuai dan tegas kepada "money changer" ilegal, mengingat sebelumnya sudah acap kali digelar penertiban, namun kegiatan ilegal masih menjamur.
Terkait penertiban kali ini, pihaknya masih menantikan perkembangan selanjutnya terkait "money changer" bodong yang sudah diberi stiker atau label ilegal oleh Bank Indonesia.
"Kami ingin melihat perkembangan selanjutnya, apakah akan menutup usahanya atau mengurus izin. Apabila, pengusaha ilegal tersebut mau mengurus izin, kami bersedia membantu," ucapnya.
Sebagai pedagang resmi dan berizin, pihaknya merasakan dampak akibat keberadaan pedagang ilegal karena selain merusak bisnis, juga dapat merusak citra pariwisata di Bali.
"Kalau perusahan legal tentu tidak berani, bahkan tidak mungkin melakukan kecurangan-kecurangan seperti mengurangi nilai tukar uang dan lainnya, karena perusahaan resmi sudah diatur dan diawasi," ujar Ayu.
Sebelumnya Bank Indonesia Provinsi Bali menyatakan telah memberikan tanda ilegal di 40 dari sekitar 70 kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank bodong setelah bank sentral itu memberikan batas waktu mengurus izin hingga 7 April 2017.
KUPVA bukan bank atau disebut "money changer" yang telah dilabeli ilegal apabila berusaha untuk mencabut atau merusak stiker akan dikenakan sanksi pidana.
Hingga saat ini, jumlah pedagang valuta asing bukan bank berizin di Bali mencapai 689 usaha dengan rincian 142 kantor pusat dan 547 kantor cabang.
Nilai transaksi atau jual beli uang kertas asing dan cek perjalanan selama tahun 2016 mencapai Rp31 triliun lebih, atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya mencapai Rp29,7 triliun.
BI berjanji akan gencar melakukan pemantauan bersama pihak berwenang dan akan melakukan penelusuran untuk menertibkan KUPVA ilegal yang ada di Bali.
Bagi BI, penertiban itu penting, karena Bali merupakan "etalase" Indonesia di mata dunia, sehingga KUPVA ilegal akan mencederai kepercayaan asing (wisatawan) pada Indonesia.
Apalagi, KUPVA ilegal juga sangat mungkin dijadikan "pintu masuk" bagi transaksi bisnis narkotika, terorisme, dan kejahatan internasional lainnya yang merugikan Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2017